MEMORIES

1.2K 20 1
                                    

MEMORIES

“Vi, gimana pinggan kamu, masih sakit?” tanya Dave saat makan malam. Sivia yang sedang menyendok cah kangkung menatap ayahnya, lalu menggeleng.

“Cuma sedikit kok, Yah.” jawab Sivia sambil tersenyum. “Ayah jangan khawatir, besok juga sembuh.”

“Nggak boleh begitu ah, Vi.” kata Winda sambil memberikan pandangan galak pada anak satu-satunya itu. Dave mengangguk setuju.

“Walaupun Cuma sedikit, tetap saja Ayah khawatir.” Kata Dave. “Besok kamu ke puskesmas ya? Ibumu akan membuatkan surt izin.”

“Yah, besok pagi Via ulangan fisika.” Kata Sivia dengan pandangan memelas. “Via nggak mau nyusul sendirian. Ke dokternya nanti saja ya? Udah nggak gitu sakit kok. Paling Via salah tidur aja.”

Dave dan Winda saling pandang, lalu menghela napas. Putrinya yang satu itu memang sangat rajin dan tidak mau ketinggalan pelajaran, bahkan untuk memeriksakan kesehatan. Dave dan Winda sampai sekarang tidak mengerti mengapa Sivia diberikan cobaan yang begitu berat oleh Yang Mahakuasa.

“Ya sudah kalau kamu maunya begitu. Tapi, setelah ulangan harus tetap ke dokter ya? Saat jam istirahat, Ayah jemput ke sekolah.” Kata Dave lagi, membuat Sivia mengangguk senang.

“Sekarang kamu makan yang banyak supaya gendutan dikit. Kayaknya kamu kurusan sekarang,” kata Winda sambil mengusap kepala Sivia, “Kamu nggak lagi diet kan, Vi?”

Sivia menatap Winda sambil tertawa geli. “Kenapa Via harus diet, Bu? Udah kering-kerontang begini,” katanya, membuat Winda ikut tertawa. Winda kemudian berdiri untuk membereskan piring dan mencucinya.

Sivia tiba-tiba menghadangnya saat akan membawa piring kotor ke sapur.

“Hari ini biar Via yang cuci ya?” katanya.

“Nggak usah, biar Ibu aja,” kata Winda, tapi Sivia berkeras menghadangnya.

“Ibu kok gitu sih sama Via.” Kata Sivia setengah merajuk. Winda mengusap lembut kepala Sivia.

“Via bantu Ibu lap meja makan aja ya?” kata Winda lagi. “Kemarin, waktu Via nyuci piring ada yang pecah kan? Nanti lama-lama kita makan memakai daun deh.”

Sivia tertawa mengingat piring yang dipecahkannya kemarin. Sivia mengangguk dan mengambil lap untuk membersihkan meja makan. Winda dan Dave saling tatap untuk beberapa saat. Tiba-tiba, mereka teringat kata-kata Sivia saat pertama kali divonis lumpuh. Saat itu Sivia menangis habis-habisan. Tapi, tiga hari setelahnya, dia sudah tertawa riang lagi sambil berkata, “Lumpuh ataupun nggak lumpuh, Via tetap Via. Jadi, Ayah sama Ibu juga tetap sama ya. Tetap sama seperti sebelum Via lumpuh.”

Sivia tak sengaja menangkap pandangan Dave dan Winda. Sivia balik menatap mereka bingung.

“Yah? Bu? Kok bengong?” tanya Sivia menyadarkan Dave dan Winda. Winda tersenyum, lalu bergegas masuk ke dapur untuk memulai mencuci.

17 Years of Love Song [Versi Alvia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang