Part 7

13.8K 941 25
                                    

"Kau kemana saja? Charice mencarimu dari kemarin." Suara Alexis nyaring, terdengar melengking diujung ponsel Samantha.

"Kenapa dia mencariku?" Tanya Samantha sambil menutup pintu kamar. Ia berusaha berbicara dengan pelan sebab Harry tengah berada di dalam kamar. Ekor mata pria itu bahkan mengikuti Samantha hingga ia berjalan keluar dan memutar knop pintu.

"Kau tanya kenapa?! Kau sekarang bekerja padanya! Secara tidak langsung kau sudah terikat pada Charice, sama sepertiku." Jawab Alexis dengan perubahan nada yang mungkin naik sekitar satu oktav.

"Dengar, Alexis. Aku ingin keluar dari pekerjaan itu." Ucap Samantha tegas. Samantha akui ia memang masih membutuhkan banyak uang, tapi jika semua klien tidak berbeda jauh dengan bedebah Mr. Dave ia lebih memilih untuk mati saja.

"Kau tidak bisa keluar dari pekerjaan ini bodoh. Lagipula kau baru melayani satu tamu." Alexis seketika tertawa. Walaupun Samantha hanya mendengar suaranya saja, ia dapat membayangkan Alexis tengah berkacak pinggang dan menertawakan dirinya dengan raut meremehkan.

"Aku tidak mau melakukannya lagi!" Mendengar ucapan Samantha yang tetap tegas membuat Alexis diam sekitar beberapa detik.

"Aku tidak mau tahu! Datang dalam 20 menit atau Charice langsung menyeretmu hingga ke club. Semua orang disekitarmu akan tahu bahwa kau adalah jalang." Ancam Alexis dan mengakhiri pembicaraan, meninggalkan Samantha yang tak berkutik.

Dengan berat hati Samantha mengambil tshirt polo putih, serta jeans denimnya lalu menggantinya di kamar mandi.

"Kau mau kemana?" Jari-jari Harry berhenti memetik gitar, pandangannya beralih pada Samantha yang tengah memoles lipgloss berwarna pink tipis. Harry seketika menelan ludah, tidak percaya ia pernah merasakan lembutnya bibir gadis cantik ini.

"Kerja. Aku tidak seperti kau yang pemalas." Ucap Samantha tanpa melihat ke arah Harry. Padahal Harry tengah memerhatikan Samantha dari pantulan cermin dengan mulut setengah terbuka.

"Apa kau memakai lipstick rasa leci?" Tanpa sadar Harry bertanya hal itu pada Samantha. Ia meringis ketika memukul keningnya pelan, menyadari betapa tidak penting apa yang ditanyakannya.

"Pertama, ini lipgloss bukan lipstick. Kedua, tebakanmu benar ini Leci. Terlihat dari warnanya, ya?" Tanya Samantha santai.

Bukan terlihat, tapi rasanya. Harry ingat jelas rasa bibir Samantha. Pun dia tanpa sadar terkekeh.

"Kau pasti sedang berpikiran mesum. Tertawamu benar-benar menyeramkan." Samantha meleos dan bersiap pergi.

"Seorang Harry tidak pernah berpikiran mesum." Meletakkan gitar dipojokan dekat lemari, kemudian Harry meraih hoodienya. Dia berniat mengantarkan Samantha. Setelah peristiwa dihari itu, dia benar-benar menjadi lebih protektif. "Sebenarnya shiftmu jam berapa? Kenapa kau keluar semalam ini?"

"Kebetulan temanku hari ini sakit. Jadi ia memintaku untuk menggantikan shiftnya." Kalimat itu mengalir begitu saja. Padahal sudah tiga hari belakangan ini ia tidak bekerja di toko.

"Ayo, aku akan mengantarkanmu." Harry sudah mengekor di belakang Samantha dan meremas lembut kedua pundak itu.

"Tidak usah."

"Aku perlu tahu tempat kerjamu."

"Hanya toko buku biasa. Lagipula bukannya kau ada jadwal di café?" Samantha coba mengalihkan pembicaraan.

"Shit! Bagaimana bisa aku lupa?!" Setelahnya Harry bersumpah serapah karena dia terlambat bekerja. Samantha mengehela nafas lega, sampai Harry mengejar gadis itu hingga keluar rumah untuk memberikan pelukan. "Jaga dirimu baik-baik. Aku akan segera menghubungimu."

EASE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang