Rasasvada

3.9K 235 50
                                    

Latar hitam sudah terpasang menutup langit, kerja keras matahari digantikan oleh bulan dan serangkaian bintang. Turis dan penduduk setempat berlalu lalang mengejar waktu, sementara malam masih berleha - leha menunggu subuh.

Dan Reyna, disertai muka yang masih merah, baru mampu melangkahkan kaki keluar cafe empat jam setelah kejadian—urgh—kejadian ITU terjadi. Perjalanan menuju hotel seakan sedekat rumah miliknya dengan pasar pagi di depan kompleks perumahannya, walaupun pada kenyataannya memakan waktu hampir tiga puluh menit. Mungkin terasa cepat karena Reyna menolak untuk melihat muka siapapun dan berjalan cepat tanpa henti.

Dengan paranoid dan was - was (siapa tau pelaku kejadian di cafe tadi berkeliaran di lobby hotel), anak IPS itu langsung berlari kecil memasuki lift yang—puji Tuhan—kebetulan sedang terbuka.

Bahkan di dalam lift pun kakinya tidak mau diam, apalagi saat ingatan tentang ciuman tadi siang lewat mendadak di pikirannya.

Shit, stop thinking about that kiss, Reyna.

Gadis tersebut akhirnya sampai pada lantai yang ia tempati, dan dengan lunglai menuju kamar yang ditempatinya. Untung saja ia berbagi kamar dengan Sagita—yang notabene adalah sahabatnya sejak kelas sepuluh—dan bukan dengan orang yang ia tidak kenal.

Bukannya menyambut Reyna dengan hangat saat si anak IPS tersebut bermuka kusut, namun yang keluar dari mulut Sagita adalah:

"Okay, what did you just do?"

Yang ditanyai hanya bisa mengeluarkan ekspresi seperti rusa yang hendak ditembak oleh pemburu.

Siap kabur.

Perbedaannya dengan rusa adalah Reyna terlalu lelah untuk keluar dari ruangan yang rasa-rasanya seperti perangkap.

Sementara itu, mata anak IPA yang sekamar hotel dengan Reyna itu sudah menghakimi dan menuduhnya habis - habisan; kalau Reyna mencoba untuk menghindar atau mengelak dengan mengalihkan pembicaraan, hanya akan membawa masalah lain saja. Tapi tidak ada salahnya untuk dicoba.

"Kenapa elo bisa langsung nanya begitu? Kayak gue baru aja melakukan kejahatan besar," elak Reyna, walaupun apa yang baru saja dilaluinya memang merupakan kejahatan. Dia korban kejahatan! Mencuri ciuman pertama seseorang itu kejahatan, 'kan? "Gue inosen, kok."

Sagita hanya membalas dengan ekspresi 'gue tau elo bohong abis'.

Reyna mengeluh dalam hati, kenapa dulu dia bisa kenal dan berteman dengan Sagita? Anak IPA itu belakangan lebih sering bercengkerama (anjir, gara gara ciuman laknat itu bahasa milik Reyna jadi seperti ini) dengan sesama anak IPA, tapi memang Sagita supel— tidak seperti Reyna —dari sananya, sehingga siapapun bisa luluh oleh karisma miliknya. Akan tetapi, supel maupun tidak, Sagita tetap selalu bertindak layaknya kakak yang selalu peduli pada Reyna; walaupun kadang Reyna berkelakuan kurang ajar.

Reyna merasa tidak pantas menjalin persahabatan dengan anak IPA tersebut, dia hanya butiran pasir di pinggir pantai sementara Sagita berada di level yang berbeda.

Oke, dia jadi puitis begini pasti gara - gara kejadian tadi siang juga. Pokoknya semua yang salah hari ini terjadi karena kejadian tadi siang.

Kalau dia ingat - ingat lagi, Reyna masih takjub akan insiden yang membuatnya bisa berkenalan dengan Sagita. Secara, Reyna sejujurnya tidak kenal banyak anak IPA, mengingat dia lebih suka nongkrong di kelas dan hanya sesekali berkelana ke kantin. Di kelas pun kerjaannya hanya berangan-angan tentang Pandu dan dalam kesempatan tertentu ia isi dengan belajar, belajar, belajar. Gadis itu lebih sering menitip untuk dibelikan makanan atau minuman lewat Laksmana, yang notabene memang social butterfly dan tidak memiliki masalah berpapasan dengan puluhan orang.

Nodus Tallens (girlxgirl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang