"Believe me Dev! She's talented, okay.. you think it's only in English but English is crucial in communication these days!" suara Mr. Lawson terdengar jelas dari luar ruangan bu Devina; manager personalia travel bureau milik Mr. Lawson.. mereka mungkin sedang memperdebatkan keputusan untuk mempekerjakanku. Sejak interview 1 minggu yang lalu, sudah 2 hari ini aku diminta bolak-balik menunggu keputusan mereka. Aku coba menilik apa sebenarnya requirement yang kurang untuk menjadi seorang tour guide disini? Memang aku bukan lulusan sekolah pariwisata tapi aku mengerti beberapa tempat wisata dan kelebihan Indonesia.. sisanya bisa kupelajari sembari jalan, toh para turis itu tidak akan menuntutku untuk menjelaskan berapa banyak buku yang dibaca oleh R. A. Kartini setiap jamnya. Mereka butuh sejarah secara singkat dan padat, sedikit lebih detail dan menyenangkan daripada selembar brosur.
"She's not good enough Ed! Everybody can speak English. If it's only what matter for you, people will easily get in and apply for this job." bu Devina memaksakan pendapatnya kepada atasannya - sudah lunglai tubuhku mendengar perdebatan dua orang terpelajar ini, belum lagi mendengar bisik karyawan tentang hal ini "Tidak pernah terjadi sebelumnya!" mereka bilang.
"She graduated with major secretary. She's got to be a secretary! the major reason why she applied for this job is because she knows she's not qualified enough as a secretary! she doesn't have much experience!" dia meninggikan suaranya membuat telingaku terbakar, seakan lulusan D3 Sekretaris tidak mampu mempelajari hal lain. Apa dia pikir aku ini bodoh? hanya mengerti tentang surat? ku bulatkan tekad untuk meninggalkan ruang tunggu itu, masih banyak pekerjaan diluar sana yang menungguku! entah sebagai seorang tour guide atau sebagai seorang sekretaris yang mumpuni, toh aku masih berumur 21 tahun.. tak sulit untukku mencari kerja dengan kemampuan dan keinginanku yang kuat.
Sebelum aku sempat meninggalkan ruangan Mr. Lawson sudah membuat keputusan terlebih dahulu, ia menunjukan dirinya sebagai pemilik tour bureau ini "If you do not want to accept her as a tour guide, I'll give her job as my secretary and I'll prove you were wrong!" suara berat pria Australia - Cina itu membuat seluruh staff diluar ruangan dan ibu Devina terdiam dan terkejut-kejut, bahkan aku... lututku seakan tak sanggup untuk menahan tubuh kecilku ini.
"Melisa, follow me!" Mr. Lawson keluar dari ruangan ibu Devina dengan ekspresi wajah yang terlihat tegang seperti habis menghadapi perundingan sengit dengan Kim Jong-Un (Pemimpin Korea Utara). Aku baru tiba dari Yogyakarta 2 minggu yang lalu dan sudah menjadi bahan perbincangan sengit bagi orang-orang ditempat ini, memalukan!
Aku tetap mengikuti Mr. Lawson yang diam tanpa bahasa, postur tubuhnya yang tinggi tegap dengan wajah campurannya itu membuat dia terlihat jauh lebih berwibawa dari Jet Li. Cara berpakaiannya memang sudah seperti bos-bos pada umumnya, pakai jas, jam tangan bermerk, sepatu mengkilap yang bahkan semut silau melihatnya.
"I'm hiring you to be my secretary." dia bilang saat kami menginjakan kaki kedalam lift. Sebelum aku sempat mengucapkan kata terima kasih, ia sudah menghalau niatku untuk melakukannya "With one condition!" lanjutnya.
"Would you tell me what is it, sir?" tanyaku setengah terbata "I'll tell you once we get in to my office." dia jawab.
--------------------------------------
Mr. Lawson sudah punya sekretaris tapi kenapa dia malah mau mempekerjakanku juga? aku bertanya-tanya, otakku sudah sesak dengan berjibun pertanyaan tapi aku memikirkan ibu dan Egi yang butuh aku sebagai pengganti Ayah.
"Write your full address over here! I'm going to send you some stuffs that you will need to learn. Remember Melisa, this is important for me!" dia menekankan sesuatu yang bahkan belum sama sekali ku mengerti, apa maksudnya penting untuknya? aku yang mencari kerja tapi malah dia yang terlihat kelimpungan; menulis beberapa list panjang dalam journalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOROBUDUR
Teen FictionBukan hanya cinta yang ia cari, terlalu naif jika ia hanya memikirkan perasaan. Melisa bukan hanya tentang cinta, dia tentang kepercayaan dan Pradipta seperti jarak antara Jakarta dan Yogyakarta.