"Mau kemana abis ini Mel?" bayangan Pradipta perlahan menghampiriku, baju biru langit favoritnya ia kenakan dengan rapi, seperti biasa. "Mau kebiru langit dan lautan, kehijau rerumputan, ke ketinggian pegunungan, mau bersatu dengan arah angin." jawabku, kecerdikan dia dalam menebak keinginanku yang berjejer seperti kartu domino tidak pernah gagal membuatku tersenyum.
"Okay, I'm ready to go!" senyum manis dibibir tipisnya seperti lukisan abstrak penuh warna, seperti tangan-tangan kecil membentuk garis wajahnya.
Dia tutup mataku perlahan, tak perlu waktu lama aku sudah bisa merasakan aroma khas tempat ini, aku tau dia membawaku kemana. Parangtritis. "Kamu mau biru langit dan lautan, kan?" dia melepaskan tangannya dari mataku perlahan.
"Pantai Sepanjang, indah ya? harusnya aku bawa kamu ke pantai Indrayanti, mereka bilang pantai itu beda tipislah dengan salah satu pantai di Lombok." Pradipta tidak perlu lagi menjelaskan tentang hal-hal itu, ini lebih indah dari apapun... hamparan pantai yang luas dari ujung ke ujung, memang pantas dinamai Pantai Sepanjang "Kukira ini Parangtritis." tukasku "Hah... sudah terlalu ramai, bukan? lebih baik disini... semuanya masih bersih dan sama-sama indah.." ia rangkul punggungku dengan hangat, sama seperti pertama kami bertemu 5 tahun yang lalu, tak ada yang berubah - kecuali waktu. "Mau tetap disini atau mau ke tempat lainnya?" tanyanya lembut "Tutup lagi matamu!" pintanya.
Desa Bejiharjo, ia membawaku kedesa itu "Perlu aku membawamu kesana?" ia menatap mataku lagi, kalau ketempat ini sudah 3 kali lebih kami kunjungi bersama untuk sekedar jalan menghabiskan waktu bersama walau dengan provider yang jarang-jarang. "Aku mau lihat hijaunya rumput bukan ke Goa." jawabku sembari tertawa kecil, dia tersenyum lebar melihat tawa sederhanaku tadi - dia selalu seperti itu.
Aku duduk dipinggir jalan untuk mengambil beberapa foto sawah yang mulai menguning, beberapa petani sibuk membuang hama-hama kecil pengganggu tanaman yang kelak akan menjadi pemberi makan mereka. "Aku akan selalu meminta lebih Pradipta, jangan terlalu sering memberiku semua yang kuminta." kutatap matanya dengan kesungguhan; kuharap ia tau dengan siapa dia sekarang, dia sedang tidak bersama putri-putri dalam dongeng tapi dia sedang duduk disebelah lintah yang siap menghabisi dia. "Urusanku cuma melakukan apa yang moodku mau" tawanya "Kalo itu menguntungkanmu ya kamu harus bersyukur sama Tuhan!" ia menjentikan jari tangannya - seperti menghantarkanku ketempat lainnya.
Borobudur.
"Astaga Tuhan!! belum sama sekali aku kerjakan slide presentasi ini!!!" aku terbangun dari tidurku tepat pukul 1 dini hari - untung aku masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk bangun, kalo tidak bisa dipecat aku. Mimpi yang singkat itu kujadikan materi utama tentang pariwisata di Indonesia, bukan hanya Yogyakarta yang menjadi acuan tapi beberapa tempat indah lainnya yang walau belum sempat kusinggahi sudah aku baca dan lihat keindahannya lewat buku dan beberapa koran nasional - tak salah kan mempromosikan negara sendiri walau hanya berdasar pada beberapa fakta dan foto dari media, media kan juga pusat informasi dan pendapat media juga vital.
Semua sudah aku kumpulkan, beberapa objek wisata di Yogyakarta memang lebih kutonjolkan untuk mengurangi kelemahanku di beberapa bahasan objek lainnya dan aku harap Mr. Lawson akan mudah memahami dan menyajikannya dengan sempurna. Aku tidak memberikan judul spesifik untuk presentasi ini, karena kupikir beliau akan dengan cepat memikirkan judul yang tepat untuk ini.
Selesai kukerjakan presentasi ini tepat pukul 2.30 pagi, malas lah aku kalau harus melanjutkan tidurku nanti yang ada aku malah kelewat pulas dan lupa menyerahkan "tugas" dadakan ini.
Aku ketuk pintu kamar Mr. Lawson perlahan, harusnya dia sudah bangun walau masih jam 5 pagi; aku sengaja datang lebih awal agar ia bisa mempelajari materi ini terlebih dahulu dan kalau-kalau ada kritik yang harus dia sampaikan. "Good morning, sir!" sapaku dengan senyum. Mr. Lawson sudah terlihat rapi seperti biasa, semua pakaiannya necis dari ujung kaki ke ujung kepala tapi ada satu hal yang baru aku perhatikan; semua setelan jasnya berwarna sama dari hari kehari - jas hitam dan kemeja putih. "Please do come in!" dia mempersilahkan ku masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOROBUDUR
Teen FictionBukan hanya cinta yang ia cari, terlalu naif jika ia hanya memikirkan perasaan. Melisa bukan hanya tentang cinta, dia tentang kepercayaan dan Pradipta seperti jarak antara Jakarta dan Yogyakarta.