Dua: Vespa dan Alarm

27.8K 2.6K 359
                                    

            Terkadang, Vespa mikir. Iya, mikir. Mikir panjang. Entah sejak kapan Nata begitu bernafsu membullynya. Padahal Vespa nggak punya apa-apa. Nggak ada hal yang bisa menguntungkan Nata darinya. Nata nggak akan dapat apa-apa meski membully-nya siang malam, tembus pagi lagi. Begitu terus, bertahun-tahun Nata selalu begitu. Nggak bosan, apa? Nggak tahu, tanya aja ke jelly kotak-kotak putih itu! Vespa nggak tahu rasanya membully. Masih punya kemauan untuk hidup saja sudah untung!

Ah, iya...! Satu hal lagi. Vespa juga benci wajahnya sendiri terkadang. Wajahnya manis banget, mirip mendiang ibunya. Vespa nggak benci wajah ibu kandungnya, kok! Dia malah bangga. Tapi kayaknya ini jadi masalah. Dia sering disalahpahami orang. Sering dianggap cewek. Mungkin gara-gara bulu matanya yang lentik. Atau gara-gara lesung pipit di bawah bibirnya saat tersenyum. Iya, di bawah bibir, bukan di pipi. Meski pada akhirnya Vespa dan Nata tumbuh bareng, namun lebih dari itu pertumbuhan Vespa seolah lebih lambat dari Nata. Karena itulah Vespa menjadi bulan-bulanan adiknya. Nata terus tumbuh, lalu menyusulnya, menyamai tingginya, lalu mendahuluinya. Badan Nata jadi seksi begitu, sedangkan Vespa? Boro-boro seksi! Badannya kurus dan kering nggak berisi gini.

"Vespa mana?" Tiba-tiba sebuah suara muncul di luar. Vespa celingukan. Itu suara Billy. Teman satu-satunya yang Vespa punya.

"Di dalem, lagi jahit baju..."

Sialan! Tuh, tuh.. dengar jawaban Nata! Vespa berdiri dari kasurnya dan melangkah cepat ke luar. Di luar Billy tersenyum sambil melambai. Billy satu-satunya teman yang bisa nerima ke-gloomy-an Vespa. Teman yang lain sih langsung menjauh saat bareng Vespa. Mereka canggung, serba salah, dan akhirnya memilih pergi. Jujur, Vespa malah bersyukur. Sangat. Karena... berinteraksi dengan orang dan sok ramah itu ibaratnya... eng.. saat kita kebelet pipis, tapi kita lagi di atas panggung dan lagi nyanyi. Serba salah. Mau pipis dulu kan panggungnya gimana, mau nahan pipis kan juga susah. Intinya gitu, deh!

Tapi berteman sama Billy itu beda. Billy nggak pernah canggung saat ngobrol bareng Vespa. Billy itu tipe ceria. Jadi, Vespa bisa jadi pendengar kalau Billy lagi nyerocos. Serasi, kan? Jadi Vespa nggak perlu ikutan sok akrab menanggapi gitu! Billy juga bukan teman yang ada pas butuh doang, tapi lebih dari itu. Billy itu selalu ada kalau Vespa lagi butuh. Dia juga aneh. Dia sudah sidang skripsi, tapi anehnya dia belum daftar wisuda. Aneh, kan? Billy nunggu apa, sih?

"Udah jadi bajunya?" Billy menaikkan alisnya saat melihat Vespa mondar-mandir dengan boxer dan kaos oblong rumahannya.

"Baju apaan??" Vespa dengar kok tadi Nata bilang apa, tapi dia sok nggak peduli.

"Aku tahu itu cuma bercandaan si Nata aja! Cuma lagi pengen godain kamu. Lagi sibuk?"

"Baru aja bikin bab dua. Teoriku lemah..."

"Udah nemu bukunya?"

Vespa menggeleng lemah. Sama lemahnya dengan teori skripsi Vespa. Billy tersenyum.

"Aku udah cari di toko buku, di lapak buku bekas, nggak ada..."

"Ke perpus daerah gimana?"

Wajah pias Vespa terangkat. Billy balas menatapnya. Dalam beberapa detik mereka saling pandang. Kayak orang yang lagi kasmaran, saling menatap dengan backsound lagu-lagu india. Nggak ada yang membuka suara, hingga Billy tersenyum. Lebar banget.

"Mau coba ke sana? Aku bawa motor, kok!"

Vespa mengerjap. Iya. Ide bagus. Harus segera selesai. Perpus daerah. Vespa melirik jam dinding. Oke, nggak ada salahnya kalau keluar! Sekalian refreshing gitu biar nggak salah paham! Lagian, Nata hari ini libur. Bete banget di rumah. Nanti juga dia bakalan merepet nggak jelas ke Vespa. Yang minta anterin ke sini, lah... minta bantuan ini, lah... kan Vespa males banget harus menjadi babu elegan Nata.

Sungkem Sama Masmu!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang