Untuk malam menjelang test, aku begitu gugup, serasa bayangan buruk selalu menggeriyang di kepalaku hingga aku tidak dapat tidur di dalam asrama School Halfkatheon. Aku gelisah dan aku harus bilang ini malam yang buruk walaupun teman dekatku Marrie selalu menceritakan yang baik di dalam test dari ahun ke tahun yang pernah ia dengar dari beberapa Halfblood sungguhan. Ia bercerita bahwa kelulusan test sangat di banggakan bagi para Halfbliod karena mendapatkan keluarga yang sesuai, mendapatkan sebuah julukkan yang sesuai seperti seseorang memanggilmu dengan sebutan nama belakang sesuai faksi, misalnya ; Joeyseidon, Mirandathena, Febrimes, Noelodit, Leepollo. Nama belakanglah sebagai penghargaan yang bernilai melebihi penghargaa n nob el. Semua orang senang mendengar cerita kebahagian tersebut dan bergemuruh ingin menjadi orang selanjutnya yang menjalani test, tapi aku merasa berbeda. Justru aku sangat takut akan suatu hal, entahlah mengapa. Mungkin aku takut mendapatkan faksi yang tidak sesuai dengan DiRiku walaupun itu tidak mungkin, karena setiap test akan mengetahui karakter dan karakter itulah yang akan menjadi petunjuk tempat. Aku merasa seperti tidak memiliki karakter Meski di tugaskan sebagai penanam bawang kebun School Halfkhateon, setiap Zero Halfblood juga memiliki tugas seperti penanam, membersihkan ruangan School HalfKhateon, membenarkan barang yang rusak, mengembala, pengiring music, tapi tugas se perti itu tidak menetap tidak seperti tugas para Halfblood d . Tugas yang di berikan untuk Zero Halfblood selalu bergantian dan akulah sa lah satunya yang hampir semua mengerjakan tugas tersebut. Secara tidak langsung tugas para Zero Halfblood itu adalah sebuah test harian. "Hei" aku mendengar sesuatu dari arah jendela, aku cukup terkejut dan menerawang wajah siapa di luar jendela sana dengan pandangan wajah gelap dan hanya terlihat warna rambut pirang terpantul cahaya bulan menjadikan sebagian rambut terlihat putih. Aku yang setengah berbaring di atas kasur kini berkesiap duduk bersandar pada kepala ranjang, lebih menyipitkan mata untuk memperjelas pengheliatan. Aku melihat dia mencongkel jendelaku hingga rusak dan aku benar benar tergidik kejut beranggapan kalau ada ninja tersesat ke dalam kamarku, aku-- pernah menonton serial ninja di salah satu channel tv. Sebenarnya Camphlfblood bukanlah sebuah markas kumuh tanpa barang barang modern ataupun teknologi, justru para DewaDewi yang pernah menyamar menjadi manusia dan turun ke bumi, membekali Camphalfblod barang untuk gunakan. Beruntung aku tidak berteriak karena ternyata ninja tersebut adalah Deon, teman seangkatanku dan ia tinggal di lantai bawah asrama School Halfkatheon. Deon ialah pria yang baik, selalu membelaku dalam keadaa n apapun tapi dia juga bersikap adil. Deon dan aku sudah berteman sejak pertama bertemu di sebuah Cef e taria bagi para Zero Halfblood yang di berinama CanteenHalf. "Ssstttss aku tidak mungkin membangunkan Zero Halfblood lainnya" . Deon panic aku akan berteriak"Kenapa kau di sini ?" suaraku nyaris membesar dan Deon segera mendekap mulutku sembari menggelengkann kepala, aku berbicara di dalam dekapan telapak tangannya. "Apa kau ingin aku mati kehabisan napas ?" mungkin itu te rdengar tidak jelas sebab Deon menyengrit namun beberapa saat kemudian ia menyadari sesuatu yang membuatku terus bicara di dekapannya. Ia melepaskannya. "Ummmp-maafkan aku" ia berdiri, menggaruk kepala belakang, kemudian bergerak ke kanan dan ke k n iri. Aku hanya memperhatikannya di atas ranjang sembari memeluk bantal. Aku malas memperta yakan masalahnya kecuali ia yang mulai menceritakan masalahnya. "Aku sangat gugup untuk menjalani test besok" akhirnya ia yang mulai. Aku begitu antusias mende ngarnya hingga dengan cepat aku meloncat ke bawah berdiri tepat di hadapannya. "Aku juga merasakan itu" . kataku membuat matanya menyorot menatapku tidak lama ia merundukkan kepalanya "Aku tidak begitu yakin mendapatkan julukan Deontemis atau Deo nrmes" Deon terlihat setengah frustasi dengan wajah murungnya itu, "Aku bahkan tidak tahu apa yang bisa kulakukan dan jujur aku tidak ingin masuk ke dalam julukkan Deonres (Keturunan Ares). Mungkin semua orang mengira aku pengecut karena setiap pria sangat menginginkan di panggil dengan julukkan nama belakang Ares. Aku sangat takut yang berbau petarungan, darah, luka-" aku melihat butiran keringat mundul dari dahinya kemudian meluncur ke bawah melewati pipi merahnya yang memanas. Aku meletakkan kedua tanganku menepi pada bahunya, "Pikiranku juga sama seperti itu, tapi test selalu menunjukkan identitas asli kita yang sesuai dengan kita dan tidak mungkin menjebak Zero Halfblood ke dalam faksi yang salah" suaraku di perhalus, semoga saja ini membantu mene nangkannya walaupun tidak berhasil menenangkan diriku sendiri Deon menarik napas panjang, tanpa kuduga ia menghembuskan napasnya tepat di samping telingaku begitu ia memelukku. Aku menepuk pundaknya sedikit kaku karena selama ini aku baru merasakan se buah pelukkan dan yang memelukku adalah seorang pria. Di dalam pelukkannya aku berpikir kalau Deon akan mendapat julukkan Deonrmes (Keturunan Hermes), dia sangat suka sekali mengembala walaupun sebenarnya ada tugas yang lebih ringan di School Halfkhateon, ia juga sosok pelindung yang setia meski secara keseluruhan dia selalu melindungiku ; ada dirinya aku tidak pernah tergelincir lantai licin, karena dirinya pun aku tidak teralu letih memiliki tugas yang menumpuk di School Halfkahteon. "Sudah berapa wa ktu yang kita habiskan untuk berpelukkan ?" ujarnya memecah lamunanku tentang dirinya. Aku terkesiap melepas pelukkan. "Kau harus istirahat" aku menepuknepuk bahunya, "Sebelum-" baru saja aku ingin berkata, muncullah suara langkah kaki yang mendekati kamar ini. Tapi aneh rasanya langkah kaki tersebut serasa tidak di dengar oleh Deon, justru ia menatap wajahku begitu itens sehingga nyaris tubuhku merasa terpaku melihat mata cokelatnya mengarah pada diriku. Namun, seketika ia tersadar akan suara langkahan kaki tersebut membuatku langsung merasa panic mendorong Deon pelan dan ia secara terburu buru berlari ke arah jendela yang ia rusaki. Aku tdak tahu bagaimana ia meloncat ke bawah, yang aku ingin tahu ialah kenapa ia menatapku seperti itu t adi. Tatapan yang hangat, begitu meresap ke dalam tubuhku seakan dadaku tatapannya merasa terbawa arus ingin maju beberapa langkah lalu terjun ke dalam tatapannya. Pintu kamar terbuka, aku tertangkap mata Herais sedang berdiri dia memasang wajah sedik it mencemaskan sesuatu ; 1. Aku cemas jika Deon belum benarbenar meloncat ke bawah, 2. Aku cemas Herais menanyakan soal jendela, 3, Aku cemas jika Herais akan menyelidik. "Xshena kenapa kau belum tidur ?" Tanya Herais terdengar lembut, aku sempat berp ikir kalau dia akan membentakku. "A- ku" aku tergagap dan sesekali menoleh kea rah jendela untuk memastikan Deon, dan sialnya *Brugh* suara hantaman besar, aku tergidik dan jantungku beraksi sangat cepat memompa adrenalin. Kepalaku beralih menghadap kea rah Herais, ia memicingkan matanya menatapku. "Kau tahu tadi siang aku makan kentang sangat banyak dan membuat perutku sakit ?" alasank u sembari memegangi perut, "kau yang memaksaku supaya aku terlihat berisi" tambahku supaya ia percaya apa yang kukatakan. "Suara yang begitu keras" ujar Herais menggelengkan kepala pelan
Itu buangan angina yang luar biasa, Herais" balasku. "Seperti angin yang menghantam pintu" katanya. Aku berseru, "Yeah yeah kau benar" sambil menunjuknunjuk ke arahnya. "Baiklah lain kali kau tidak perlu membuang angin sebesar itu di hadapanku" Herais melangkah maju mendekatiku, jujur saja langka hnya membuat jantungku berdegub begitu cepat. Aku menarik napas panjang dan menahannya begitu Herais mulai berhadapan denganku, Aku tidak berani menatap wajahnya, yang kulakukan hanyalah menatap wambut keriting merahnya sepanjang bahu. "Tidurlah, jangan s ampai melewatkan waktu yang berharga besok" setelah itu ia berbalik membuatku bernapas lega sampai akhirnya ia keluar menutup pintu. Aku tidak tahu bagaimana cara aku bisa terlelap dalam kepanikkan hingga sinar matahari menyorot wajahku dari jen dela yang terbuka rusak tersebut, aku berusaha untuk beradaptasi dengan suasana ini, suasana yang sangat menegangkan bagiku. Suara keramaian yang terdengar di luar kamarku terdengar menusuk jantungku, padahal itu suara para Zero Halfblood yang berbahagia d i hari test ini. Aku duduk melipat kaki bersila, merapihkan rambut memakai jemariku, mengusap wajahku dengan telapak tanganku dan aku memakai beberapa menit untuk menggeliat sebelum kakiku menginjak lantai yang dingin. "Xshena" Aku tergidik menda pati suara panggilan serta bayangan di lantai yang menunjukkan sosok dari arah jendela yang seakan nyaris menutupi cahaya matahari. Aku menolehnya dan lagilagi di jendelaku ada sosok Deon yang sedang berusaha menginjak lantai kamarku. Kali ini dia berbeda tidak seperti biasanya yang mengenakan pakaian identitas ; kaos putih, celana panjang cokelat, tidak rapih dari pembimbingnya yaitu Fahlo, sekarang Deon mengenakan tuxsedo hitam, sepatu yang mengkilap, serta rambut pirang kuningnya tersisir begitu rapih s eperti para manusia di bumi yang muncul di acara televise yang sesekali aku menontonnya di ruang Herais. Aku beridri menunggunya menghampiriku, "Bagaimana kau mendapatkan itu semua ?" tanyaku tentang apa yang ia kenakan sekarang. Ia melangkah mendekat i dan membalas. "Kurasa ini milik ayahku, ada yang mengirimnya, maksudku sebuah kitak kayu berukir berada di depan pintu dan aku melihat isinya adalah ini" ia berputar memamerkan pakaian yang ia kenakan itu
Aku memilah perkataanya, "Apa semua ? pintu Zero Halfblood mendapatkan kotak seperti itu tanyaku serius dan di balas dengan bahu yang terangkat dari Deon. Tanpa menunggu jawaban -o yang pasti dari Deon, aku bergegas berlari ke arah pintu diikuti oleh Deon di belakangku, dan pintu terbuka-leh Marrie yang juga sama rapihnya dengan Deon. Marri menggunakan dress panjang putih sangat bercahaya dan dia begitu mempesona, apalag sepatu kaca yang ia kenakan membuatku sangat iri, bening bagaikan Kristal. "Kenapa kau belum berpakaian, Xshena ?" Marrie memecah lamunanku tentang apa yang ia kenakan. Matanya beralih ke arah belakangku, "Hei kenapa kau ada di sini ?" Marrie tercengang melihat Deon. "Sttsss bisakah kau menutup mulutmu ?" bisik Deon bersuara geram. Marrie kembali menatapku, "Aaku tidak tahu" balasku merasa bingung. "Sepertinya kau sedang kebingungan memilih gaun dari dua belas kotak di depan pintumu" kata Marrie membutuhkan aku harus menyerna perkataannya. "Dua belas kotak ?" aku mengangkat alis sebelah, dan-"Dua belas kotak itu !" segeralah aku menggeser tubuh Marrie dari ambang pintu lantaran aku menepi melihat apa yang terjadi di depan pintu kamarku ada dua belas kotak kayu berukir bernamakan diriku, Xshena Ronan yang membuat para Zero Halfblood lainnya terceng ang melihat dua belas kotak yang mereka lewati berada di depan pintu kamarku. Aku sangat penasaran, tanpa berpikir panjang lagi aku mengangkat empat kotak sekaligus masuk ke dalam kamar sembari berlari. "Bisakah kalian membantuku ?" tanyaku supaya Deo n dan Marrie tidak hanya diam melihatnya. Dan aku melihat ketangkasan Deon mengangkat kotakkotak yang lainnya lalu di susuk oleh Marrie yang membawa satu per satu kotak dan di letakkan di atas ranjangku. Semua kotak sudah berada di dalam kamarku, ak u memandanginya dan merasa bingung dengan dua belas kotak tersebut. Siapa yang mengirimnya atau ini sebuah unsur kesalahan tapi apapun itu aku yang memiliki kedua belas kotak tersebut karena tercantum namaku, segeralah ku buka masingmasing kotaknya di ban tu oleh Deon dan Marrie. "Apa ada yang mendapatkan dua belas kotak seperti ini ?" tanyaku pada Deon lalu beralih pada Married an mereka membalas samasama dengan gelengan kepala. Isi dari kedua belas kotak tersebut adalah ;di Kotak pertama aku mendapati sebuah gaun berwarna biru terang berpaduan putih bercahaya
Kotak kedua aku mendapati make up berwarna terang dan aku suka lipstick berwarna merah muda yang jarang sekali aku memakainya karena polesan Herais yang mengatu r,-- Kotak ketiga sebuah tas perak bercampur warna ke emasan, Kotak ke empat sebuah pelengkap gaun berupa berukat untuk pinggang berwarna cokelat muda yang begitu terang sesuai dengan warna mataku.Kotak ke lima sebuah aksesoris untuk melengkapi hiasan dan seperti Kristal hitam.lengan dan leherku berwarna hitam Kotak ke enam sebuah bandu ungu muda bercampur merah marun yang menggoda--Kotak ke tujuh liontin untuk kalung bercahayakan warna orange dan abu Kotak ke delapan sebuah aksen pelengkap b erupa manik-- abu manik berwarna putih susu. Kotak ke Sembilan seperti sebuah gelang namun panjang berwarna hijau muda yang terang, Marrie mengatakan kalau itu adalah gelang untuk kaki.Kotak ke sepuluh sebuah tas berkulit Kristal berwarna merah perpaduan kun Kotak ke sebelas terang yang menyeimbangi warna gaun birunya dan aksen lainnya.Kota ing gelap dan biru sebuah pengikat rambut yang begitu indah berwarna silver berpaduan biru gelap dan ada akses yang menyerupai kilapan bagai kilat atau sebuah galaksi,k ke dua belas ialah sepatu kaca bening yang jernih, keindahannya melebihi sepatu yang digunakan oleh Marrie. "Astaga kau mendapati warnawarna yang banyak dan begitu indah" Marrie tampak memukau melihat semuanya, aku hanya dapat tersenyum melihat eks semua itu. presi dirinya yang terbelalak melihat "Baiklah aku akan berpenampilan dengan semua ini"kataku tersenyum lantaran mendorong mereka berdua untuk keluar dari kamarku supaya aku dapat focus dalam berpenampilan. Tapi payahnya Herais datang dan y ang pasti ia yang akan mengatur dandananku, kali ini aku harus berdisku si dengannya supaya tidak terlihat kacau. "Baiklah Herais" aku mendorong pelan tubuhnya, menggiringnya untuk duduk dan ia menatapku sedikit tajam. "Begini" aku menepuknepuk bahuny a sebelum aku berdiri tegap di hadapannya. "Aku" perlahan demi lahan, "Begini" ternyata aku gugup bicara padanya soal ini, aku takut membuatnya tersinggung atau semacamnya. "Kau sudah terlambat Xshena" kata Herais menegaskanku
Baiklah" ak u menahembuskan bersamaan dengan perkataanku, rik napas dalam dalam, ku "Kali ini aku tidak ingin terlihat kacau dan menyeramkan, aku memiliki dua belas kotak yang masingmasing isinya sebuah pelengkap dan dress" aku menunjukkan dua belas kotak tersebut yang bera da di belakang tubuh Herais, aku melihat dia juga tampak tercengang. "Aku hanya ingin terlihat istimewa dengan semua ini, dan aku mohon kau mendadaniku dengan benar jangan seperti biasanya". Herais menoleh tajam ke arahku "Jadi maksudmu aku tidak mel akukan yang benar ?" Herais menyela itu membuat mataku melotot tercengang dan jantungku berdegub seakan tahu kalau Herais tersinggung, "Dandanmu yang kubuat itu sebagai identitas dirimu yang kosong, supaya para Halfblood mengenal dirimu dan ciri khasmu" la njut Herais mengeras. "Oh Tuhan" aku menepuk dahi, "Bukan begitu maksudku, aku hanya ingin terlihat istimewa dari yang biasanya" balasku, "Mengertilah aku, Herais" yang bermohon padanya. Dia berdencap, "Ayo ki kakiku mengetukngetuk dengan wajah ta lakukan" keputusanya membuatku berseru riang. Aku mengahadap cermin dan Herais berada di belakangku, menyisir rambutku kemudian menguncirnya untuk mempermudah proses pemolesan make up, aku tersenyumsenyum memandang diriku di cermin, aku berharap di saat diriku datang ke acara test semua orang tercengang melihat penampilanku yang melebihi kata mempesona. Aku suka dress dari kotak pertama, aku suka sepatunya, aku suka tasnya, dan aku suka kalung ini, sangat indah dan semoga pantas aku yang menggunak annya. "Kau mungkin akan terlihat luar biasa di tengah aula" ujar Herais semakin membuatku nyengir, ia meraih make up yang berada di depanku-di meja rias. Ia memoles foundation pada area wajahku sambil berbicara, "Kau mengingatkan pada diriku sewaktu Zero Halfblood, aku mendapat kan aku masih dinyatakan pembimbing dari kuturunan Poseidon bernama Vannaseidon, ia berumur sekitar 32 tahun" "Apa dia menganggumkan ?" tanyaku. "Yeah aku menyukai dirinya hingga aku mem utuskan untuk menjadi seorang pem bimbing Zero Halfblood" ia selesai memoles foundation, dan sekarang ia mengambil make up yang lainnya. "Lalu sekarang dia berada di-" Herais langsung menyekat pertanyaanku Dia sakit" sementara ia terdiam untuk menaburkan bedak pada wajahku, "Dia melanggar aturan, para Halfblood tidak boleh turun ke Bumi demi kenyamanan mereka tapi dia m ia melarikan diri dengan cara mencuri remote control Magcarhalf a dan memba elanggar, wa Magcarhalf (sebuah mobil yang menghubungkan dunia Halfblood pada Bumi) tapi Dewa tida a k diam begitu saja, para Dewa menarik Vannaseidon kembali dan meng menghukumnya yang aku hanya tahu bahwa Magcarhalf a hukumnya entah bagaimana Dewa di hancurkan lalu b yang lebih pribadi" di buat Magcarhalf cerita Herais membuatku terlarut dalam lamunan hingga aku tidak menyadari hasil polesan make up jemari Herais. Oh Tidak, aku terkejut melihat diriku di cermin. Apa maksud Herais membuat wajahku tampak lebih gan as dan-aku sendiri merasa takut pada diriku sendiri. "Aku menggunakan WonderLash Mascara 30729 Black lebih tebal agar matamu terlihat tajam" Herais menambahkan mascara pada mataku, dan ini membuatku sangat kesal pada dirinya, aku mengibas tangannya y ang sedang memulas mascara di bulu mataku. "Hei" ia tersontak dan itu membuat polesan make up wajahku semakin buruk saja, Mascara tercoret dari ujung mata hingga pipi, aku mengusapnya dengan tangan berkali saja. Herais sangat ketekali dan semakin memparah raluan, ia membuat bibirku semakin merah bagai darah, membuat wajahk u semakin seram bagaikan hantu berdarah dingin gelap padahal make up yang berada di kotak , memakaikan eye shadow berwarna berisi make up tidak mendengar p berwarna terang. Oh Astaga Herais erkataanku. Dia mengacaukan semuanya. Aku bangkit membanting kursi, bergerak cepat ke arah dress biruku. "Hallo para Zero Halfblood bagaimana kabar kalian ?" aku mendengar suara Elexa-pembimbing senior dari lantai bawah yang kupikir mereka sudah berada di aula. Aku sangat terlambat, dan keterlambatan akan membuatku semakin kacau