#2

14.1K 637 154
                                    

The Weeknd - Cant Feel My Face

Dua,

Teresia berlari kearah salah satu staf. Keringat mulai mengalir dari dahi hingga ke pipi. Makeup yang ia pakaipun sedikit meluntur. Tere tak peduli lagi dengan penampilannya, yang ia tekad kan adalah mencari Marvin. Ia berusaha berbicara namun nafas sudah keburu sesak, "Marvin Garr----, entah apa yang membuat lidah Tere kelu saat ingin melanjutkan nama belakang anaknya itu.

Staf perempuan didepan nya nampak sadar kalau Tere butuh air. Ia menyodorkan sebotol air minum beserta pipa. "Thank you.." ujar Tere mengisap habis isi botol.

"Anda sedang mencari...Marvin Garrixten?" tanya staf berkulit hitam itu dengan lembut. Tere mengangguk khawatir, "Iya, apa kau melihatnya?"

"Seorang staf bilang kalau anak itu pergi ketoilet saat aku mengabsen. Dan...ia tidak pergi sendirian kesana." Gedung Flock serasa ingin diguncang oleh Teresia. Ini masalah besar,teriak Tere dalam hati.

"Anda bisa menggunakan lift ujung un---

"Thanks." Tere beringsut menuju lift ujung. Meninggalkan staf kulit hitam itu dengan kepala menggeleng pelan.

***

Marvin memiringkan kepala, "Kenapa uncle mirip sekali denganku? Mmm, mom benar, setiap orang punya kembaran rupanya!"

Percikan air ledeng mulai berisik saat Alex memutar kran, sang bodyguard juga merasa kelelahan setelah berlari dikerumunan beautifull people-nya Vanessa Wang. Sesekali, Alex terkekeh melihat bos-nya berinteraki dengan anak kecil yang pintar seperti Marvin.

"Aku juga tidak tahu. Sebentar, boleh aku tau namamu dulu?" Martin berjongkok dan memberi jarak yang cukup dekat untuk menatap dalam-dalam Marvin yang sedang mengunyah permen.

"Marvin Garrixten, panggil saja Marvin. Sekarang, boleh aku tau nama uncle? "

Tak ada yang salah dengan kejujuran Marvin. Yang ada malah membuat Martin penasaran dari tadi. "Bahkan nama nya hampir mirip denganmu, bos. " seru Alex masih mencuci muka.

"Weird. Oh--ya, nama uncle Martin Garrixten. Panggil saja Martin. " jawab Martin bersuara lucu.

Pupil mata Marvin membulat besar. "Martin? Dan aku Marvin? Kita juga punya nama belakang Garrixten? That's sound cute!"

Martin tertawa renyah. Kemudian merangkul Marvin mendekat. Anak itu tersenyum culas bersama kedua mata yang terus menatap daddy-nya alias Martin.

"Marvin, one question for you, parents name?"

Tangan kanan anak itu menyentuh bahu Martin. Ia nampak tertarik pada hiasan diatas jaket bercorak bunga mawar hitam yang ia kenakan. "Teresia Gravelyn. I just have one parent that I called mommy. "

Deg.

Teresia,batin Martin meledak bak bom atom Hiroshima. Semua bayangan tentang masa lalunya berkeliaran kesana kemari memenuhi setiap saraf otak. Seperti api disiram bensin, memori pria itu berkobar-kobar panas ketika suara gletak-gletuk high-heels bergema disetiap sudut toilet. Marvin terjatuh dalam dekapan Martin, memeluk daddynya erat, "I'm afraid. " bisik anak itu layaknya sengatan listrik ditelinga Martin.

"There's no one can hurt you, my boy. " balas Martin gemetar. Ia antara binggung harus menerima kenyataan atau malah sebaliknya.

Seseorang membuka pintu,

Detik itu baik Martin dan Marvin memejamkan mata mereka,

"Oh ayolah kalian pergi, aku ingin membersihkan toilet. " seru wanita dengan logo office girl dengan kesal.

a.n

Hope you'll enjoyed,kay kay kay? ;)


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Where My Daddy,Mommy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang