[2] KEGELISAHAN

56 2 0
                                    

Lagi-lagi aku terbangun dari tidur singkatku. Saat membuka kedua kelopak mataku dialah yang pertama kali aku lihat. I Made Adhyastha, lelaki yang sampai saat ini masih berstatus menjadi kekasihku. Apa aku salah? Belum ada kata putus diantara kita berarti dia masih menjadi kekasihku.

Dengan senyuman miris aku melihat fotonya yang terpajang didinding kamarku. Hari ini tepat satu tahun dia meninggalkan aku. Hari ini aku berniat untuk berkunjung ke rumah Made. Dengan sedikit bersemangat aku bergegas untuk membersihkan tubuhku. Aku memilih dress yang diberikan Made untuk aku pakai hari ini. Berdandan secantik mungkin agar tidak terlihat seperti wanita yang putus asa.

Saat aku sampai dirumahnya tidak seorangpun yang membukakan aku pintu. Aku bertanya kepada tetangganya, ternyata penghuni rumah sudah pindah ke Bali enam bulan yang lalu. Tubuhku terasa bergetar seakan-akan tenaga yang aku miliki hilang untuk menahan keseimbangan tubuhku. Apakan keluarganya marah kepadaku dan tidak ingin bertemu dengan aku lagi? Aku bahkan tidak melihat dia untuk terakhir kalinya.

Setelah mengumpulkan tenaga lagi aku berusaha untuk bergegas pulang. Kembali menenangkan hati dan fikiranku. Meredam amarah dan rasa bersalahku. Aku memang pantas untuk menjadi orang yang disalahkan atas kematian Made. Karena aku dia pergi dan tidak akan pernah kembali untuk selamanya.

Kepalaku pusing, berusah untuk mencari jalan yang terbaik dan bisa menemui keluarganya, tetapi aku tidak bisa meninggalkan kuliahku di Jakarta. Ya Tuhan, beri aku petunjukMu untuk bisa menyampaikan maafku kepada keluarganya. Semakin lama kepalaku semakin terasa berat dan mataku mulai mengantuk.

~TingTong~

Suara bel yang memaksa aku untuk bangkit dan bergegas membukakan pintu. "Siapa?" ucapku agak keras sebelum membukakan pintu namun tidak ada jawaban dari luar sana. Aku membuka pintu dengan hati-hati, ternyata orang tuanya Made. Ya Tuhan terimakasih engkau telah mempertemukan aku dengan orang tuanya. Aku segera membuka pintu selebar mungkin dan mempersilakan kedua orang tua Made untuk masuk kerumahku.

Tidak seperti yang aku bayangkan, tiba-tiba ibunya Made menampar pipiku. Tubuhku seakan dilempar ke jurang yang sangat dalam. Orang yang selama ini bersikap baik kepadaku dengan wajah penuh kemarahan menampar pipiku dengan sangat kencang. Ternyata aku sudah membuat mereka sangat marah dan kecewa.

"Kamu telah menyebabkan anakku meninggal! Wanita tidak tahu terimakasih! Dikasih hati malah minta jantung, dasar wanita sialan! Kembalikan anakku!!!" Teriak wanita itu didepan wajahku. Kakiku sudah tidak kuat lagi menopang tubuhku. Posisiku sudah berlutut didepan wanita itu.

"Maafin Callista tante, Callista tidak tahu kalau akan seperti ini. Callista juga sangat kehilangan Made. Andaikan nyawa bisa ditukar, lebih baik Callista yang mati tante." Ucapku dengan isakan. Aku memohon dan meminta maaf sambil menangis dihadapan kedua orang tua Made tetapi mereka pergi begitu saja tanpa menghiraukan aku. Kaki ku sudah tidak sanggup untuk berdiri dan mengejar mereka.

"Om! Tante! Maafin Callista, tolong maafin Callista tante!!" Seketika aku bangun dengan keringat dan nafas yang tidak beraturan, seperti habis di kejar oleh hantu. Apa tadi Cuma mimpi? Atau akan menjadi kenyataan? Apakah orang tua Made sangat marah kepada ku? Ya Tuhan, aku harap semua ini tidak menjadi kenyataan. Aku tidak sanggup menerima kenyataan seperti itu.

Menangis, hanya menangis sendirian. Tidak ada yang bisa aku ajak untuk berbagi kesedihan dan tidak ada yang bisa menenangkan aku dari rasa takut ini. Hanya seorang diri didalam kegelapan malam yang sangat menakutkan. Ditambah lagi suara hujan dan petir yang menambah ketegangan. Ya Tuhan, aku harap Made datang menemaniku malam ini agar aku tidak terlalu takut untuk menghadapi malam ini. Aku memejamkan mata dan terus berdoa.

Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang membelai rambutku. Seketika tubuhku membeku, apakah itu Made atau orang lain? Tapi siapa? Aku beranikan diri dengan perlahan membuka kedua mataku. Mataku terbelalak dan tubuhku menegang mengetahui siapa yang membelai rambutku. Dia sedang tiduran tepat disampingku dengan senyuman yang membuat aku mulai tenang.

"Made..." lirihku sambil menatap matanya. Tidak terlihat kesedihan dan rasa marah dibola matanya. Bahkan aku merasa tenang saat menatap matanya.

"Tidurlah, aku akan menjagamu," ucapnya sambil tersenyum. Dia memelukku dan membelai rambutku, membuat aku semakin tenang dan melupakan rasa takutku. Sangat nyaman rasanya berada dipelukan Made.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai, bagaimana kelanjutan ceritanya? yuk vote ceritaku maka aku akan menyelesaikannya. Dengan bantuan semangat dari kalian akan berpengaruh terhadap motivasiku untuk menyelesaikan ceritaku ini ^^ Thanks before ~

IF YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang