Buku 1-5

7.5K 63 1
                                    

Buku 01

SEKALI_SEKALI terdengar petir bersabung di udara.

Setiap kali suaranya menggelegar memenuhi lereng Gunung Merapi. Hujan diluar se-akan2 tercurah dari langit.

Agung Sedayu masih duduk menggigil diatas amben bambu. Wajahnya menjadi kian pucat. Udara sangat dingin dan suasana sangat mencemaskan.

" Aku akan berangkat " tiba2 terdengar suara kakaknya,Untara dengan nada rendah.

Agung Sedayu mengangkat wajahnya yang pucat. Dengan suara gemetar ia berkata" Jangan, jangan kakang berangkat sekarang" "Tak ada waktu" sahut kakaknya "sisa2 laskar Arya Penangsang yang tidak mau melihat kenyataan menjadi gila dan liar. Aku harus menghubungi paman Widura di Sangkal Putung. Kalau tidak, korban akan berjatuhan. Anak2 Paman Widura akan mati tanpa arti. Serangan itu akan datang demikian tiba- tiba".

" Tidakkah ada orang lain yang dapat menyampaikan berita itu? Potong adiknya.

" Tak ada orang lain " sahut kakaknya.

" Tetapi.... " bibir Sedayu gemetar.

" Aku harus pergi " Untara segera bangkit. Tetapi tangan adiknya cepat2 menggapai kainnya.

" Jangan,jangan " adiknya berteriak "aku takut" Untara menarik nafas panjang. Katanya " kau hanya akan berada di rumah ini sendirian malam nanti. Besok kau pergi ke Banyu Asri. Kau akan tinggal disana sampai aku pulang".

" Aku takut,justru malam ini " sahut adiknya " bagaimana kalau laskar yang liar itu datang kemari " " Mereka tak akan datang kemari " jawab kakaknya " aku tahu pasti. Mereka akan menyergap Paman Widura. Karena itu aku harus pergi" " Tidak - tidak " mata Sedayu mulai basah. Dan akhirnya dari matanya itu melelehkan air mata.

Sekali lagi Untara menarik nafas panjang-panjang. tanpa sesadarnya ia terlempar kembali, duduk disamping adiknya.

Hatinya menjadi bingung. Ia tidak dapat berpangku tangan terhadap laskar Widura yang sedang terancam bahaya. Tetapi adiknya benar2 penakut. Anak yang telah mendekati usia 18 tahun itu sama sekali menggantungkan dirinya kepada orang lain. Sepeninggal ayahnya beberapa tahun yang lampau dan ibunya yang baru beberapa bulan, maka anak itu hamper tidak pernah berpisah darinya. Apalagi didalam kekalutan keadaan seperti saat itu. Sehingga dengan demikian Untara merasa seakan2 memelihara anak bayi.

" Sedayu" katanya kemudian "umurmu telah hampir 18 tahun. Dalam usia itu Adipati Pajang yang dahulu bernama mas Karebet, telah menggemparkan Demak, dan sekarang dalam usia yang muda pula, Sutawijaya berhasil melawang Penangsang yang perkasa " "Aku bukan mereka" jawab Sedayu Untara mengeleng-gelengkan kepalanya, katanya "setidaktidaknya kau harus malu kepada dirimu sendiri" "Tetapi aku takut" Sedayu tidak menghiraukan kata-kata kakaknya.

Kembali Untara termenung. Adalah salahnya sendiri, apabila pada masa kanak-kanaknya adiknya itu terlalu dilindunginya. Kenakalan kawan-kawannya pasti akan dihadapinya. Karena itulah maka Sedayu terlalu tergantung padanya. Dan sampai masa dewasanya, ia tidak mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Meskipun adiknya itu selangkah dua langkah diajarnya juga cara-cara membela diri dan didalam latihan-latihan dapat juga menunjukkan kelincahan dan ketangkasan, namun kelincahan dan ketangkasannya itu terbatas dibelakang dinding-dinding rumahnya. Hatinya terlalu kecil untuk berhadapan dengan dunia. Terasa betapa kerdil jiwanya. Apalagi setelah didengar oleh Agung Sedayu, betapa laskar Penangsang yang sedang berputus asa itu berkeliaran dilereng gunung Merapi.

Untara kini benar-benar kebingungan. Ia menjadi gelisah, sedang waktu merambat terus kepusat malam. Dan hujan masih saja memukul atap-atap rumah dan dedaunan.

Tiba-tiba Untara mengangkat wajahnya, gumamnya "Bagaimana kalau kau ikut". Namun terasa hatinya sendiri beragu. Kalau ada bahaya diperjalanan dan adiknya itu kena cidera, maka seluruh sanak keluarganya, terutama paman dan bibinya di Banyu Asri akan menyalahkannya.

Api di Bukit MenorehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang