PART 5

253 25 1
                                    

"Selamat Pagi, semua." Sapa Ruby pada kami semua.

Seperti biasa, kami semua berkumpul di ruang klub. Hari ini, guru sedang mengadakan rapat. Yuhuu.. Ini adalah momen yang sangat kusenangi. Aku bukannya tidak suka belajar, tapi bidang study hari ini adalah semua yang kubenci. Seni budaya, Bahasa Inggris, serta Sejarah. Sepertinya, Dewi Fortuna sedang memihak padaku.

"Pagi, Ra." Sapa Rama

"Pagi" Balasku seraya tersenyum padanya.

Sepertinya hari ini semangatku tak akan pudar. Disapa sang pujaan hati memang obat pengobar semangat.

"Seperti yang kita ketahui bahwa hari ini guru sedang rapat. Sebenarnya, rapat mereka membahas tentang kutukan di kelas kita." Ucap Tari.

"Apa ada korban baru?" Tanyaku.

"Iya, apa yang terjadi?" Galih juga mengajukan pertanyaan.

Semuanya terlihat heran. Sepertinya pemikiran kita sama 'kenapa guru menggelar rapat?' Memang tidak aneh jika guru menggelar rapat tentang ini, tapi menurutku ini tiba-tiba sekali. Yang aku tahu, pihak sekolah akan menggelar rapat tentang kutukan setiap akhir semester jika orang yang seharusnya tak ada belum diketahui.

"Kalian semua tau Jaya kan?" Tanya Tari.

"Jaya? Wakilmu itu kan? Yang menyukaimu?" Ruby kembali bertanya.

"Iya, benar." Balas Tari denga raut wajah kecewa.

Kami semua mengangguk tanda mengenalnya. Saat awal memutuskan pengurus kelas, Tari memang mendapat suara terbanyak. Bagaimana tidak, saat di SMP dia sangat terkenal, kecerdasannya, ketegasannya, serta kedisiplinannya membuat kami semua memihaknya. Aku bahkan tak menyangka akan selalu bersama;serta bersahabat dengannya. Mengenai Jaya, ia menyukai Tari. Saat menyampaikan alasan mengapa ia mencalonkan dirinya menjadi pengurus kelas, dengan tampang polosnya, ia mengatakan 'Karena aku menyukai Tari, aku akan selalu mengikuti apa yang ia lakukan.' Sebenarnya Jaya juga sangat ingin bergabung dengan Klub kami, namun Tari tak menyetujuinya. Tari menganggap bahwa ia akan menjadi pengganggu di klubnya.

"Sebenarnya kemarin, aku menerima laporan dari Bu Sukma-Wali kelas kita bahwa, Jaya meninggal. Ia meninggal karena terjatuh dari balkon. Kepalanya mengalami cedera berat, tulang belakangnya juga patah. Aku minta maaf. Aku tidak memberitahu kalian karena aku juga sangat terkejut dengan hal itu. Aku bahkan tak sempat meminta maaf padanya atas perlakuanku selama ini. " ujar Tari sedih.

"Kita semua ngerti kok, Tar. Gimana kalo nanti kita semua bareng-bareng ke rumah Jaya? Sebagai ungkapan dukacita, sekaligus ngunjungin keluarganya lah." Usul Rama.

Duh.. udah ganteng, baik, pinter lagi. Makin klepek-klepek dah.

"Iya, setuju." Ucap kami serentak.

"Tar, sebenernya.. aku agak bingung. Pihak sekolah ngadain rapat tentang kutukan di bagian mananya? Seputar solusi? Penyebab? Atau apa?" Galih kembali membuka mulutnya.

"Sebenarnya, masih banyak petunjuk yang disembunyikan oleh pihak sekolah. Itu semua terbukti ketika aku mewawancarai Kepala Sekolah. Ada beberapa pertanyaan yang kuajukan, namun, beliau hanya menjawab sebagian. Beliau bilang, jika ia membeberkan banyak petunjuk, korban bisa bertambah banyak. Mengenai rapatnya, sepertinya sangat penting. Karena ternyata rapatnya diselenggarakan lebih cepat dari tahun-tahun biasanya" Jawab Tari.

"Seandainya saja kita bisa bertanya pada senior yang pernah berada di kelas kita." Ucapku kecewa.

Terlalu banyak teka-teki yang harus di pecahkan. Dengan hanya berbekal beberapa petunjuk yang ada, aku yakin tak bisa memecahkannya. Terlebih lagi para senior menutup mulutnya rapat-rapat. Bahkan, banyak dari mereka yang pindah akibat hal itu. Tentu saja mereka pindah setelah 'orang yang seharusnya tak ada' terungkap. Karena jika ia pindah sebelum hal itu terungkap, dapat dipastikan ia mati dalam perjalanannya. Memikirkan semuanya membuatku gila. Jika aku tahu seperti ini, aku tak akan bersekolah di sini. Eh-SMA Dharma kan satu-satunya sekolah di kota ini. Tunggu-apa kota ini sudah dikutuk?. Ah... sepertinya aku akan gila.

"Hmm.. baiklah, sepertinya kita bisa kembali ke kelas." Kata Tari

Satu per satu dari kami meninggalkan ruangan klub. Entah kenapa, aku malas ke kelas, lagipula rapat belum selesai. Mungkin akan lebih baik jika aku di sini.

"Ga balik ke kelas?" aku menoleh ke sumber suara tersebut.

"Eh-Rama, iya. Lagipula rapatnya kan belum selesai, aku lebih suka di sini." Jawabku padanya.

Aku menarik kursiku agar lebih dekat dengan jendela. Kulihat suasana di bawah sedang ramai. Anak basket sepertinya sedang berlatih. Melihatnya dari atas memang bagus sekali, ditambah lagi dengan terpaan angin, mungkin bebanku bisa berkurang sedikit. Aku memejamkan mataku menikmati terpaan angin.

Jreng(?)

Aku membuka mataku dan menoleh ke belakang. Kulihat Rama sedang memetik sebuah gitar. Ternyata Rama masih ada di sini. Aku tak ingin ia merasa terganggu, segera kupalingkan wajahku seperti semula dan kembali memejamkan mataku.

"Dia hanya dia di duniaku
Dia hanya dia di mataku
Dunia terasa telah menghilang
Tanpa ada dia di hidupku~"

Indah. Suaranya sangat indah. Hanya itu yang bisa mendeskripsikannya. Ini pertama kalinya aku mendengarkan Rama bernyanyi. Bukan hanya wajah serta sifatnya, sepertinya aku juga jatuh cinta pada suaranya. Jika saja kutukan itu musnah, sudah kupastikan, saat ini aku akan menembak Rama. Tapi karena kondisi yang sangat buruk, kurasa itu tak akan pernah terjadi.

--

3 Mei 2011

Hari ini, aku sangat bahagia. Berdua dengan Rama di ruang klub, mendengarkannya bernyanyi, dan mengantarku pulang ke rumah. Dan sebenarnya.. aku memotretnya diam-diam saat ia sedang bermain gitar xD.


VOMMENT PLEASE ;)

CURSE ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang