Part 2

47 1 0
                                    

"Jadi, lo pindah karena kerjaan bokap?" Tanyaku sambil menyuapkan gado-gado ke dalam mulut. Arsya hanya mengangguk dan menyeruput minumannya. Sudah 5 menit kami mengobrol, ternyata anaknya asik dan ya mempesona seperti kemarin~

"Oh ya, betewe kenapa tadi lo manggil gue Dika, Nai?"

"Uhuk uhuk!"

Aku berhenti minum dan menepuk-nepuk dada, Arsya kelihatan merasa bersalah dan berusaha menolong. Ia mengelus pelan punggungku. Aku diam, merasa tatapan mataku meredup mendengar namanya di sebut lagi. Bongkahan air mata sudah mulai keluar! Sialan! Gak boleh ini! Masa nangis di depan orang yang lo baru kenal, gak lucu lo Nai!

"Nai, lo nangis?" Tanyanya sambil memandangiku heran.

Aku menggeleng. Lalu terkekeh. Arsya semakin heran. Lagi-lagi aku tertawa palsu.

"Hahaha, kenapa sih lo gak pake kacamata?" Aku menoleh dan mendorong sedikit bahunya, sekedar bercanda dan meringankan suasana.

"Dari dulu memang kalau sekolah pake soft lens. Cuma kalau dirumah sama pergi aja gue pakai kacamata. Emang gue mirip sama seseorang ya?" Arsya menjawab sambil tersenyum kepadaku. Omaga, omaga itu senyumnyaa! Duh diem kek jangan dagdigdug kenapaa wadooh!

Aku membayar makan kepada ibu kantin, traktir Arsya sedikit gak apalah hehehe demi lo sya gue mau nraktir. Tanya sama Nanda apa iya sebulan sekali gue mau nraktir dia? Haha.

"Yaaa..." Aku terdiam dan menunduk. Aku bingung harus jawab apa. Dika, Dika dan Dika. "Mirip kok! Sama "sahabat" gue pas SMP, sya! Hehe" Aku menekankan pada kata sahabat. Senyum sumringah-palsuku-lebar gak ya?

Lagi-lagi ia hanya mengangguk lalu berjalan ke kelas. Kalau aku perhatikan lagi.. Arsya tinggi banget! Rambutnya masih sama seperti kemarin, gaya berjalannya tegap, badannya juga sedang. Dia.. cool..

Nanda sedang berdiri di depan pintu kelas, aku yakin dia lagi nyariin aku. Biasa, artis~ Nih ya taruhan yuk begitu Nanda kupanggil dan menengok pasti mulutnya bakal membuka lebar, lalu menarikku, dan menginterogasi. Yuk kita lihat cupilkannya.

"Nanda!!"

HIyaaa dia nengok, daaan... tuh kaan nganga. Ekspresinya sangat terkejut dan gak percaya. Auranya berubah jadi mengerikan... 1..2...3..

"ANINDYA PUTRI NAIAKA HERIYANTO!!!"

"Ya, wahai tuan putri Rania Nanda?" Ish, senyum kemenangan tumbuh di bibirku. Dengan langkah yang jumbo ia segera menghampiri dengan wajah yang membunuh lalu menarikku dengan paksa. Ketika menengok ke Arsya entah kenapa wajahnya berubah menjadi manis dan tersenyum tulus.

"Gue pinjem dulu ya, Naianya."

Arsya hanya menjawab ya dan duduk di kursi panjang dekat situ. Nanda langsung menarik-menyeret tepatnya-agak jauh. Masih dengan tatapan tajamnya, ia melepaskan pegangan dan melipat tangannya di depan dada. Aku hanya menatapnya malas.

"Ha?" Tanyaku sambil menmutar bola mata.

"Itu siapa? Jangan bilang itu anak cowok yg ketemu sama lo kemaren? Yang gue puji-puji di perjalanan pulang? Terus kenapa dia bisa di sini? Kenapa bisa bareng lo? Kenapa dia bisa akrab sama lo? Kenapa dia pake seragam SMA Yastamaaaa?!"

Lalu, Nanda ngos-ngosan. Aku masih menatapnya malas sambil nguap malah.

"Anak baru, kebetulan kali?" Jawabku sambil menaruh dagu di pembatas balkon sekolah. Nanda berdiri di sebelahku dan menatap langit biru yang cerah. Tsaah hebat bahasaku hehehe.

"Sama dia aja, Nai." Ucapnya tanpa menengok.

"Enggak ah. Anak baru. Emang cakep. Tapi.."

"Tapi apa Nai? Belum puas juga empat tahun yang lalu? Gue yang ngeliat aja capek, Nai. Gak selamanya kan lo gini? Lo sebagai orang yang udah gue anggep keluarga sendiri, gak bakal gue biarin begitu aja. Masa seenak hati dia ngehancurin hidup lo? Gue gak mau liat lo sakit hati lagi Nai! Kok lo suka banget sih nyakitin hati sendiri?"

Salvation For My Own RiskWhere stories live. Discover now