Pandangan Pertama

65 4 5
                                    

Yogya, 03 Juni 2015

Dert... dert... drerrtt...
Getaran handphone di meja memenggal aktivitasku yang tengah asyik merapikan kost-an.

" Assalamu'alaikum Wr. Wb. Hy Ri ap kbar? Udh UAS? " pesan singkat dari Fedi.

" Alhamdulillah baik, udh nih, kamu? O iya kamu & anak2 apa kabar? " kuketikkan balasannya.

" Udh jg :D liburan nie ke Bogor gak? Fandy, Fikri bae, Fino blm tw dech blm ngehubungin nich -_- " ketikan alay-nya belum berubah sejak lima tahun lalu.

" Gak bisa ke Bogor tahun ini :( maaf yoo" emoticon sedih mengiringi pesan balasanku.

"Yaelah dari tahun kemarin jg gak ke Bogor, sekalinya libur lebaran jg kamu mudik, anak2 kangeeeuuun nich "

Tak kuasa jariku menyentuh papan tombol handphone. Fedi benar, sudah dua tahun ini aku tidak bertemu mereka. Hanya media sosial-lah tempatku menemui mereka. Sedih sih, tapi mau bagaimana lagi? Masih banyak kerjaan disini. Semenjak membuka usaha resto bersama Sandy, teman kost-ku, aku menjadi mahasiswa sekaligus pengusaha kecil-kecilan. Sebenarnya alasanku tidak ke Bogor bukan hanya gara-gara kesibukan ini, tapi juga aku menghindar. Menghindar dari kenangan masa SMA. Menghindar dari rasa itu.

Brugh.... Aduuuuh....

" Hahaha " mulutku refleks menertawakan Sandy yang terjatuh.

" Parah bukannya ditolongin malah diketawain! " ujar Sandy tertatih.

Kata-kata itu, mengingatkanku pada kenangan di masa SMA, mengingatkanku pada dia. Tiba-tiba memory otakku memutar kenangan lima tahun silam.

Bogor, 07 Agustus 2010

" Bukannya ditolongin malah diketawain, parah banget nih Fachri " ujar Fandy menasihatiku yang tengah asyik menertawakan seseorang yang terjatuh.

Aku hanya terdiam membalas nasihat Fandy. Sebenarnya kalau bukan dia yang terjatuh, aku bisa saja menahan tawaku. Tapi, kali ini dia. Gadis yang kemarin menertawakan aku saat terjatuh di perpustakaan.
Kulihat perlahan Fino mendekati gadis itu dan menjulurkan tangan untuk membantunya bangkit. Namun, gadis itu tak membalas uluran tangan Fino.

" gadis aneh, ditolongin gak mau. Saat gadis-gadis lain berharap adegan seperti ini. Adegan Fino menjulurkan tangan membantu eh gadis ini menolaknya" gumamku dalam hati.

Jujur kuakui Fino memang paling tampan diantara kami berlima, kapten futsal pula, pujaan hati para gadis. Namun, aku bingung mengapa gadis itu menolak uluran tangan Fino. Sesaat gadis itu berjalan dihadapan kami. Wajahku memerah menahan tawa. Pandangannya menunduk.

" Mungkin efek menahan malu " ujarku dalam hati.

" Ahahahhaha " Tak dapat kutahan lagi tawa ini.

Ternyata sahabat-sahabatku juga tertawa. Kecuali dia. Fino.
Aku masih tertawa tapi hatiku tidak. Hatiku seolah memenggal tawaku. Entah mengapa ketika dia mendekat jantung ini berpacu cepat. Pandangan itu menyejukkan hati ini. Mata bulat dihiasi bulu mata yang lebat. Menyejukkan.

" Argh... kenapa jadi bahas pandangan itu " tukasku dalam hati.

Mata Fino belum juga lepas dari dia. Fino masih memperhatikannya, hingga siluet tubuh gadis itu hilang menuju kelas. Fino tampak berbeda.

" Fin kau lihat apa? Serius banget, awas tuh mata loncat " celetuk Fedi.

" Apaan sih Fed. Udah yuk ke kelas! "

Sepanjang jalan Fino terlihat bahagia. Mungkin kenal dengan gadis itu? Sedangkan aku terus bertanya pada hatiku. Pada diriku sendiri. Mengapa jantung ini berpacu cepat sekali? Seperti sedang berlari di lintasan. Mengapa pandangan dia menyejukkan?

JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang