Kawan, Hukuman

12 1 0
                                    

Bogor, 12 Agustus 2010

Kantin mulai sepi, tidak riuh seperti tadi tapi mengapa dadaku masih sesak? Rasanya aneh belum pernah aku merasakan hal ini.

Tett... teett...
"Pelajaran Mate ya?" Ujar Fedi selang lima detik setelah bel berbunyi.
Seketika wajah kami murung. Pelajaran ini sangat tidak kami sukai. Aku beranjak dari kursi.

"Mau kemana kau?" Tanya Fandi seraya menyeruput mie tidak mempedulikan bel tadi.

"Apa kau mau ikut pelajaran?" Sambung Fikri.

Tentu saja aku tidak akan masuk kelas. Toh tiga hari lalu aku tidak absen saat pelajaran ini. Jadi jika sekarang aku tidak mengikuti pelajaran ini, tidak masalah kan?

"Aku mau tidur di UKS" aku berjalan perlahan agar langkahku tak terdengar oleh penghuni sekolah. Ternyata mereka mengikutiku. Fandy berjalan seraya fokus dengan gadgetnya. Memainkan games favoritnya.

Bruughh...
Fandy terjatuh setelah menabrak tihang. Kami semua terpingkal melihat kejadian ini. Seketika kami mengunci mulut kami menahan tawa. Baru tersadar kami berjalan di belakang ruang guru. Kami harus ekstra hati-hati sedikit saja kami riuh, pasti disuruh masuk kelas.

"Meong... meoong" Fikri menirukan suara kucing. Anak ini memang banyak akal jika sudah makan.

"Oh hanya kucing" Gumam seorang guru dari dalam ruang guru.

"Fiuh... sampe UKS juga" Fedi lemasnya

"Lanjut games"

"Lain kali hati-hati dong Fan. Kalau tadi ketahuan kan gawat"

"Iya.. iyaa" sahut Fandy tanpa memalingkan wajahnya dari games.

Fino, Fikri, Fedi bergegas mencari tempat yang nyaman untuk merebahkan diri. Sedang Fandy hanya menyender tembok saja sudah cukup, toh dia tidak tidur. Melanjutkan gamesnya. Sementara aku yang sudah diposisi nyaman belum juga dapat memejamkan mata ini. Suasana alam telah mendukung untuk tidur, angin berhembus ringan, tenang, damai.

Krekk... pintu UKS terbuka

"Sedang apa kalian? Ini kan jam pelajaran kok kalian masih disini?" Seseorang membuat jantungku hampir copot. Aku pikir guru yang datang.

"Memangnya kenapa? Kami mau di UKS, kantin bukan urusanmu juga kan?"

Gadis pemilik mata indah itu tak membalas perkataanku. Dia bergegas pergi.

"Mungkin dia sadar ini bukan urusannya" gumamku di dalam hati

"Itu gadis yang kemarin kita tertawakan? Yang jatuh di perpustakaan kan?" Tanya makhluk yang tidak tidur selain aku.

"Bagaimana kalau dia bilang ke guru kita ada disini? Dia mau balas dendam?" Sambungnya

Benar juga apa yang dikatakan Fandy. Sesegera mungkin aku membangunkan Fino, Fikri dan Fedi.

"Ada apa ini?" Fino bertanya seraya mengucek-ngucek matanya.

"Kita pindah saja dari sini, kantin atau mushola gitu?" Ujarku

"Memangnya kenapa? Disini kan bisa tidur enak, empuk lagi" sahut Fikri.

Mereka masih bermalas-malasan. Enggan untuk beranjak dari ranjang empuk ini.

"Fachri, Fino, Fikri, Fedi, Fandy!" Seseorang yang kukenali suaranya mengabsen kami satu-satu. Mata kami bulat sempurna, bibir kami terbuka. Betapa kagetnya saat Pak Agus guru Matematika menyergap kami. Fino yang masih mengumpulkan nyawa tertegun. Kami hanya bisa terdiam.

"Sudah Bapak peringatkan untuk tidak bolos lagi saat jam pelajaran bapak, tapi kalian masih saja berulah! Bapak akan kasih kalian hukuman."

"Tapi pak"

JIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang