First

939 39 11
                                    

Mereka berdua adalah kakak beradik. Dilahirkan dari rahim yang sama, rumah sakit yang sama, bahkan oleh dokter yang sama. Namun Rin, dicuri oleh seorang perempuan yang menginginkan anak. Karena itu dia memiliki marga Mikane.
Ibu tirinya sangat baik. Bahkan sangat mirip dengannya. Namun ketika Rin berumur 5 tahun, ia dikembalikan ke keluarga Kagamine. Karena rasa hormat keluarga Kagamine kepada keluarga Mikane, mereka membiarkan Rin memakai marga lamanya.
Dan, ia bertemu dengan kakaknya; Kagamine Len. Mereka sangat mirip. Baik warna mata, rambut, maupun tekstur wajah. Walaupun begitu, mereka tetap saling menerima persamaan yang ada di antara mereka, tanpa merasa risih, dan menjadi akrab-sangat. Hingga melewati batas.
Kagamine Len, 17 tahun. Mikane Rin, 15 tahun.
Kini mereka mulai dewasa. Mereka masing-masing menjadi idola di kelas mereka, baik secara fisik maupun pelajaran. Mereka bisa digambarkan sebagai sosok 'idaman'. Ah, kecuali tinggi badan mereka.
Mereka berdua kini berada di atas ranjang Len. Ya, salahkan Rin yang langsung kabur ke kamar kakaknya karena takut karena petir. Salahkan Rin juga, karena mengganggu tidur Len.
Tapi tolong, jangan salahkan Rin atas perasaan yang dimilikinya.
"Aku menyayangimu, Nii-san, " ucap Rin lembut sambil menenggelamkan wajahnya di dada kakaknya. Len mengelus pelan rambut belakang Rin. Memberikan perasaan nyaman kepada adik satu-satunya itu.
"Aku juga."
Rin menggeleng pelan. " Iie, maksudku bukan begitu. Aku menyayangimu... Lebih dari perasaan seorang imouto terhadap
aniki- nya. Yaah... Jika kau mengerti maksudku."
Len terdiam. Ia tak menyangka adiknya mempunyai perasaan seperti itu terhadapnya. Ia, ingin menerima perasaan adiknya itu. Tapi dia tahu; ini salah. Karena itu, dia tahu apa yang harus dilakukannya.
Membuat adiknya menghilangkan perasaannya. Membuat adiknya melupakan tentang cinta terhadap dirinya. Dan kalau perlu; sampai membuatnya membencinya.
"Keluar," perintah Len dengan nada suara yang tak bisa diartikan. Rin mengangkat wajahnya bingung. Ia menatap mata
anikinya dalam-dalam. Len hendak membuang mukanya; namun bila begitu, perasaan adiknya akan terus berlanjut karena merasa ia beri harapan.
Karena itu, dia membalas tatapan mata Rin. Tanpa keraguan. Ia mengulang perintahnya tadi, "Keluar, Rin."
"Eeh, nii-san?"
"Harus kuulang berapa kali sampai kau bisa mendengarnya? Kataku, keluar."
Rin berdiri dari tidurnya, ia lalu duduk. Ia menatap mata Len penuh keraguan. "Apa maksudmu, nii-san?"
"Tolong, jangan pernah berbicara denganku lagi."
Len menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut putihnya, lalu memutar tubuhnya membelakangi Rin. Ia sekarang tidak ingin menatap wajah adiknya; yang diketahuinya sedang menangis.
Benar saja, ia mendengar beberapa isakan tangis, lalu mendengar suara pintunya dibuka dan ditutup dengan lumayan keras. Sebelum Rin menutup pintu itu, ia membisikkan kata pelan di sela tangisnya,
"Oyasuminasai, Nii-san."

Rin kagamine X Len kagamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang