prolog

43 4 3
                                    

Aku bisa merasakan angin musim gugur menerpaku. Dari kejauhan aku melihat ayahku tersenyum sambil membawa keranjang piknik. Di bawah pohon rindang di halaman belakang rumahku kami menghabiskan waktu bersama. Tertawa bersama,hanya saja kali ini kami hanya berdua,meskipun tidak ada kehadiran ibuku di sana,tapi kami tetap bahagia. Tidak ada tangisan ataupun penyesalan hanya ada waktu yang kami lalui bersama. Di bawah pohon ini untuk sekian lamanya kami tersenyum bersama lagi,untuk sekian kalinya terlihat tawa di sini,untuk selamanya aku berharap akan terus seperti ini. Untuk selamanya aku ingin seperti ini. Kehangatan keluarga,aku rasa aku bisa merasakannya. Kami melalui semuanya bersama seperti dulu,kami terlihat bahagia,kami menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Ayahku melempar daun padaku dan aku pun membalasnya dan saat kami bermain kejar-kejaran, ayahku menangkapku dan menggelitiku. Saat itu kami tertawa bersama hingga rasanya rahangku akan copot karena semua tawa ini. Hari-hari itu tidak akan pernah aku lupakan.

Aku terbangun dari tidurku yang lelap,aku mengulaskan senyum tipis. Meskipun hanya mimpi,namun aku percaya itu semua akan terulang kembali suatu saat nanti. Akan tetapi semua itu terasa seperti dongeng hanya hanya saja dongeng yang sangat tidak mungkin untuk terwujud.

Ibuku selalu bilang bahwa dongeng itu adalah hal yang indah meskipun dongeng itu pengantar tidur tapi dalam tidur itulah kau bahagia,meskipun terasa singkat dan akan ada kekecewaan setidaknya itu lebih baik daripada mimpi buruk yang berlangsung lama dan membuat luka yang dalam.

Seperti itulah hidupku sekarang. Saat tertidur aku selalu berada dalam dongeng indah yang aku percaya akan terwujud ,namun aku tidak yakin dengan hal itu karena itu hanya dongeng dan berlaku saat aku berada dalam mimpi indahku dan saat terbangun semua kembali seperti semula kehidupan yang ku jalani ini seperti mimpi buruk yang berkepanjangan dan meninggalkan luka yang mendalam.

Dalam mimpiku mungkin aku tertawa hingga rahangku hendak lepas hanya saja dalam dunia nyata aku bahkan tidak pernah merasakan kebahagiaan lagi dan untuk selamanya.

Tertawa?setelah sekian lama bahkan aku sudah lupa caranya,atau bagaimana rasanya. Terakhir kali aku ingat tawa itu menghilang di balik pintu yang tertutup rapat di malam salju pertama turun. Setelah itu, hanya ada tangisan, penyesalan, rasa sakit dan tentunya perasaan kehilangan.

Brand New EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang