Warning:
-this fic is including the Islamic content
-full of description
-alur gaje, diksi payah (?), ooc maybe, typo diusahakan tidak ada, dll.
-based on the true storyEnjoy this one, minna-san.. ;)
~~*Cinta dan Butuh*~~
Sakura's POV
Sasuke Uchiha adalah kekasihku, dia bilang aku istimewa bagi dirinya, akulah penyemangatnya saat ia jatuh.
Ia banyak menggumamkan cinta padaku. Aku pendengar baik bagi dirinya, tak pernah sekalipun mencelanya. Meski ia seringkali bertindak egois padaku, tapi aku selalu memaafkannya. Diapun merasa nyaman di sisiku, terbukti dari setiap ucapannya yang tak bisa sekalipun berbohong padaku. Meski ia tahu apa yang diucapkannya itu akan melukai hatiku, ia akan tetap memilih jujur, dan itu hanya dilakukannya padaku.
Aku paham sekali bagaimana sifat seorang Sasuke Uchiha. Aku selalu memperhatikannya dan setulus hati menyayanginya. Dan mungkin sebagai balasan atas setiap tetes cintaku padanya, iapun berjanji akan menjadi pendamping hidupku untuk selamanya.
Indah bukan kisah cintaku? Meski tak sempurna namun berakhir bahagia. Bukankah kisah seperti itu yang kita semua harapkan?
Sayangnya, kisahku tak sedekat itu dengan happy ending. Semua yang barusan kuceritakan adalah awalnya, dan belum mencapai endingnya, bahkan belum menyentuh konfliknya. Karena ceritaku baru saja dimulai, ketika Sasuke Uchiha, kekasihku, mengatakan bahwa ia ingin kembali ke cinta lamanya.
~~^^~~
Bagaimana jika kekasihmu tiba-tiba saja berkata seperti ini: "Maaf, aku sudah membohongimu. Kemarin aku pergi bersama mantan kekasihku. Maaf, aku sudah melukai hatimu. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, dan aku tidak bisa tidak jujur padamu. Sungguh aku mencintaimu, tapi akupun belum bisa melupakannya. Sakura, kumohon beritahu aku apa yang harus kulakukan?".
Apa reaksimu? Terkejut? Menangis di tempat? Atau bahkan pingsan di tempat? Yang pasti kau tak mungkin bereaksi bahagia mendapati orang yang kaucintai mengatakan hal itu.
Menyakitkan, bukan? Kuharap siapapun takkan pernah mengalami hal semacam itu. Meski sayangnya, aku terlanjur merasakannya.
Mau tahu expresiku kala mendengar Sasuke-ku mengatakan hal itu? Tengoklah orang yang baru saja divonis terkena kanker. Terkejut dan menangis seketika. Dan mungkin mengambil jalan pintas -bunuh diri- agar bisa segera bebas dari tanggungan derita. Namun yang terakhir itu hanya bagi mereka yang lemah imannya.
Aku shock, tingkat akut. Bagaimana bisa kaubertanya padaku apa yang harus kaulakukan, sedangkan pilihan yang kauberikan adalah tetap bersamaku dengan terus dihinggapi bayang-bayang cintanya, atau memilih bersamanya dan berusaha melupakanku? Kenapa kauberikan aku pilihan yang sesulit ini, Sasuke?
Hari-hari berikutnya kau hidup di antara bayanganku dan dirinya. Jika di pagi hari aku menemuimu, maka sore harinya kau menemuinya. Aku berpikir keras, Sasuke. Aku sadar kita tak bisa selamanya dalam kondisi seperti ini. Kaumencintainya namun tak sanggup melepaskanku. Itu yang akhirnya mengantarkanku pada suatu kesimpulan.
Di satu sisi, akulah kekasihmu. Akulah gadis yang akhir-akhir ini mengisi hidupmu. Sedangkan dia hanya mantan kekasihmu. Mantan kekasih yang kauklaim masih kaucintai.
Dalam hal ini, aku lebih berhak atas dirimu karena kau tak berhak meninggalkanku hanya karena alasan egois seperti itu. Namun di sisi lain aku berpikir, mungkinkah ini permainan takdir? Mungkinkah pada akhirnya Tuhan menghendaki mereka untuk bersama dan menjadikanku hanya sebagai batu loncatan mereka? Kalau begitu, bukankah sebagai batu loncatan aku seharusnya lebih tahu diri? Dan bila dalam hal ini aku lebih berhak mengalah.
Karena pada dasarnya kau dan dia saling mencintai. Dan rasamu untuk dapat bersamanya lebih besar daripada rasamu untuk mempertahankanku.
Bukankah alangkah baiknya jika aku memberi kalian jalan untuk berbahagia meski dengan melukai hatiku?
Sungguh berat untukku mengambil keputusan antara bertahan dan menyerah. Aku ingin sekali menyerah. Seandainya Tuhan tak menganugrahiku sifat keras kepala, sudah pasti menyerah akan menjadi perkara yang mudah. Sayangnya itu hanya 'seandainya', karena pada faktanya adalah sebaliknya.
Akhirnya kuputuskan untuk menemui 'dia', dalam rangka membuktikan hipotesaku atas ketulusannya, dan penguat keputusan yang akan kuambil nantinya.
Dan apa yang kau bayangkan dariku yang menemui wanita yang dicintai kekasihku? Apa kau membayangkan aku mendampratnya di muka umum? Atau memakinya dengan sinis tapi pelan? Atau membawa teman untuk membullynya? Minimal memberikan sebuah tamparan sebagai ganjaran baginya.
Ah, sungguh aku ingin melakukan semua itu. Sayangnya, itu bukan sifatku. Yang bisa kulakukan adalah mengajaknya makan bersama, aku yang traktir, dan menanyakan secara baik-baik padanya tentang perasaannya pada kekasihku. Huh, sebegitulah naifnya diriku.
Maka percayalah pada pepatah berikut ini: jika kaumenghadapi masalah dengan cara yang baik dan kepala dingin, maka yakinlah semua itu akan berakhir dengan baik pula.
Aku telah membuktikannya sendiri. Dengan santun dan lembut aku mengajak 'dia' berbicara, menawarinya berteman, tak menghakiminya meski keberadaannya mengusik kisah asmaraku, dan dengan itu aku bisa mengambil keputusan.
Aku yang begitu bukan karena mencari simpati, bukan pula karena ingin dipuji. Bukan karena aku tak memiliki emosi, karena di dalam sini, rasanya sesak sekali. Sudah kukatakan, bukan? Seandainya aku bisa, ingin sekali rasanya memakinya di depan umum dengan kata-kata kasar yang rasanya mudah saja untuk merangkainya, atau menampar wajahnya yang putih mulus nan ayu itu, agar ia tahu seberapa sakit hatinya aku. Namun itu bujan sifatku, dan kau tahu sendiri seberapa susahnya menjadi seseorang yang bukan dirimu. Lebih tepatnya dalam hal ini, aku tak bisa, dan tak sanggup bersikap sekejam itu.
Maka simaklah. Inilah hipotesa dan keputusanku:
Antara Sasuke Uchiha dan Hinata Hyuuga, mantan kekasihnya, ada cinta lama yang bersemi kembali. Antara Sasuke Uchiha dan Haruno Sakura, aku, ada kesenjangan yang tak bisa kami tutupi.
Antara Sasuke dan Hinata, mereka dua sejoli yang nampak serasi. Sasuke yang datar dan Hinata yang tenang. Jiwa keibuan yang dimiliki Hinata nampaknya mampu menghangatkan hati Sasuke, membuatnya merasa nyaman di sisi Hinata. Hinata juga adalah wanita yang baik hati. Berkali-kali ia berkata padaku maaf, dan ia akan menyerah. Ia sendiri sadar posisinya. Namun berkali-kali pula aku -dengan sangat anehnya- terus memintanya untuk tidak menyerah dan terus berharap. Karena aku yakin, Sasuke lebih menginginkannya dibanding aku. Meskipun di sebagian besar hatiku, aku berusaha menyangkalnya.
Penyebab putusnya Hinata dan Sasuke dulu adalah karena Hinata tak mampu menentang ayahnya yang menjodohkannya dengan pria lain. Namun kini, setelah ia bertemu kembali dengan Sasuke dan saling menguatkan cinta mereka lagi, Hinata punya keyakinan bahwa ia pasti bisa memberi pengertian pada ayahnya tentang rasa cintanya pada pemuda lain.
Antara aku, Sasuke dan Hinata, akulah kuda hitamnya. Akulah underdognya. Karena aku mencintai Sasuke yang saling mencintai dengan Hinata. Yang menguatkanku hanya posisiku yang sebagai pacar sah Sasuke.
Secara yuridis, akulah yang lebih berhak. Itupun jika bisa dikatakan begitu. Karena sekali lagi pada dasarnya, aku lebih nampak sebagai batu loncatan dalam kisah cinta mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Butuh
أدب الهواةIni kisahku, Haruno Sakura, dengan kekasihku Uchiha Sasuke. Kisah kami baru saja dimulai ketika Sasuke mengatakan padaku bahwa ia ingin kembali kepada cinta lamanya.. /OS/AU/SasuSaku slight SasuHina/based on the true story