Drug

421 44 6
                                    

Aku merapatkan mantelku sembari berjalan menuruni tangga rumahku. Awal September yang kurang bagus untukku. Aku menoleh kearah jendela besar disamping tangga, terdapat segelincir jejak air hujan disana membuatku merasa menjadi peran utama di sebuah film melankolis.
Seperti keadaan hatiku saat ini, perih yang tak kunjung mereda sejak tiga tahun yang lalu.

Hujan pertanda kesedihan bagiku. Keadaan langit yang gelap, suasana kota yang sepi, rintik-rintik hujan yang berkeroyokan menimbulkan suara ribut. Bisa dibilang aku membenci hujan. Sebenarnya bukan aku namun hatiku.

Itu semua tentang Justin. Hanya dia.

Memori diotakku kembali memutar secara cepat ke tiga tahun yang lalu. Disaat orang yang aku cintai menuturkan kata-kata membunuh ke dekat telingaku, sangat dekat waktu itu. Sepeti ratusan belati yang menancap tepat di jantungku, membuat bukan goresan lagi namun lubang luka yang sangat dalam.

"Aku bukan yang pantas untukmu. Kumohon jangan melakukan hal bodoh atau sekedar menangis setelah ini. Maafkan aku Selena, aku mencintai gadis lain."

Masih jelas sekali ucapanya di putaran film di otakku. Sangat menyayat lubang lukaku yang kian dalam. Bagaimana ia menyampaikan kata-kata bajingan itu kedekat telingaku tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Bagaimana ia dengan gampangnya memohon kepadaku untuk tidak melakukan hal bodoh atau sekedar menangis waktu itu. Bagaimana bibirnya mengatakan dengan mudahnya bahwa ia mencintai gadis lain.
Sungguh, membayangkan saja membuatku ingin menjerit dan berontak.

Waktu itu pula, aku tak dapat mengatakan sepatah katapun kecuali menangis, isakan kecil bedebah yang tak lagi tertahan olehku. Sampai ia mencium Keningku untuk terakhir kali dan membiarkanku sendiri di dekat danau biasa kami kunjungi. Membiarkan gadis yang sempat ia cintai menahan isaknya sendiri.

Dengan membayangkanya saja membuatku tak ingin kembali lagi padanya yang sempat menyia-yiakanku. Tapi hati menginginkan apa yang diinginkanya.

Aku kembali untuknya setelah mencoba untuk melupakan.

Aku sadar, sangat. Bahwa aku masih mencintainya. Semakin mencintainya.

"Selena, kemarilah! Kau selalu melamun, sayang. Ada petir pun kau tak peduli. Mommy telah menyiapkan roti bakar selai kacang yang kau suka."

Film yang masih berputar di memori masa laluku buyar begitu saja. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, hujan terlihat semakin lebat pagi ini. Seakan tahu bahwa aku tidak mempunyai niat untuk memulai hariku di Toronto.

Aku tersenyum kearah Mommy yang sedang sibuk menaruh dua tumpuk roti bakar selai kacang di atas piring untukku.

"Terima kasih, Mom." Kataku sembari menggigit tumpukan roti hangat milikku.
Menggigit satu potong roti saja terasa sangat sulit untukku.

" Kau sepertinya tidak baik-baik saja, Selena," Mommy menghentikan aktifitasnya membersihkan dapur, ia menghampiriku di meja makan.

"Mom, kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku dalam keadaan baik,Mom. Percayalah." Jawabku disertai kekehan kecil.

Kau benar, Mom. Aku sedang tidak baik-baik saja.
Namun aku tidak mungkin mengatakan kata-kata itu kepadanya. Sudah cukup banyak masalah yang Mommy alami sejauh ini. Pacar barunya yang tak kunjung memberi kabar, usaha butiknya yang kian menyusut, belum lagi terjadinya perampokan di cabang butiknya yang berada di Minnesota.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Angel ( Jelena fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang