Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi setelah aku mengunjungi makam Ayahku di Toronto.
Lama sekali aku tidak mengunjungi Toronto, mungkin sudah tiga tahun lamanya. Tiga tahun lamanya aku meninggalkan wilayah penuh sejuta kenangan ini, bersama Ayah juga Justin.
Justin. Telah tiga tahun pula aku telah mengantunggkan hubungan kami yang bisa dibilang terlarang. ya, hubungan yang terlarang. Aku mengingat semuanya, saat pertama kali ia menyatakan cinta padaku, saat kami merasakan ciuman pertama kami, sampai pula saat ia mencintai gadis selain aku.Aku ingat itu, aku ingat semuanya.
"Selena, kau perlu tahu aku mencintaimu. Sangat."
Aku ingat itu, kalimat yang selalu ia ucapkan semenit sebelun aku terlelap di pangkuannya. Saat ia mengecup keningku lama dan menuturkan kata-kata yang sangat manis, lantas kami menatap satu sama lain dan kami tersenyum ikhlas.
Manis sekali membayangkanya. sampai-sampai sesuatu yang basah keluar melalui sudut mataku. Aku bergegas mengusapnya dan kembali tersenyum pilu menginggat bahwa aku masih sangat mencintainya.
Mencintai Justin tentunya.
Bagaimana awalnya aku lupa. Sekarang, mobilku terparkir tepat di sebuah taman di sekitar danau. Tempat yang biasa aku dan Justin menghabiskan waktu dengan bercerita dan berbagi kecupan hangat.
Aku berjalan mendekati danau dengan hiasan matahari hampir terbenam di ujung sana. Sisa-sisa sinarnya menerpa wajahku menjadikanku merasakan kehangatan ditambah dengan kenanganku bersama Justin yang telah hilang terbawa angin.
Aku yakin sekarang ia baik-baik saja bersama Alyssa. Berbagi tawa dan cerita di ruang milik Justin yang selalu aku rindukan. Mereka pasti bahagia, dan mungkin sudah menikah aku yakin itu.
Aku menghirup udara sebisa mungkin walau rasanya sesak sekali. Aku masih dalam perjuanganku untuk menerima kenyataan pahit ini, kenyataan bahwa Justin benar-benar bukan milikku lagi.
Ini bukan yang aku mau. Aku tidak pernah mengharapkan sampai seperti ini. Aku sakit disini untuk mencintai Justin. Namun, aku percaya bahwa takdir itu menunggu dan ada.
Jika Tuhan memberikan Justin padaku, pasti kami akan bertemu lagi, menjalin hubungan yang lebih baik lagi dan aku akan menganggap bahwa Justin adalah anugrah yang manis yang di berikan Tuhan padaku.
"Selena," Aku mendengar seseorang memanggilku lembut, hampir tidak bersuara.
Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggilku. Tiba-tiba saja tubuhku kelu, bibirku bergetar, jantungku seperti direnggut seketika.
Justin, orang yang aku cintai berada di hadapanku sekarang.
Ia berbeda. Ia bersama seorang suster duduk dengan kursi roda. Ia tersenyum memandangku, wajahnya pucat namun tetap terlihat tampan dan menawan sama seperti tiga tahun yang lalu.
"oh hei, apakabar, Justin?" Aku terjongkok dihadapanya menyembunyikan perasaan rindu setengah matiku melalui senyuman.
Ia mengusap pipiku perlahan. Bola mata dengan manik bak lelehan karamel dan emasnya itu menelusuri wajahku. Permukaan tanganya halus dan hangat sama seperti tiga tahun lalu.
"Aku benar-benar merindukanmu, Selena" ia meraih tubuhku dan memelukku erat.
Aku juga memeluknya, melepas rindu yang selama ini telah ku pendam dalam-dalam. Aku mencium aroma khasnya, membuatku meringis kesakitan.
Mengingat bahwa ia bukan lagi milikku dan aku bukan lagi miliknya. Sakit sekali hatiku, seperti ribuan pisau menancap didalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Angel ( Jelena fanfic)
FanfictionAku kembali untuknya, hanya untuk melihat senyumnya yang membuatku candu. Dia memang berbeda dari tiga tahun yang lalu. Tiga tahun yang lalu ia tersenyum karenaku dan sekarang ia tersenyum karena wanita lain. Jujur, aku masih sangat mencintainya...