Kitsune no Yomeiri

556 36 0
                                    

"Kakek, mengapa hari ini hujan padahal matahari bersinar?"

"Peristiwa ini disebabkan oleh Kitsune no Yomeiri."

"Hee? Apa itu?"

"Pernikahan rubah. Apakah kau pernah mendengar cerita itu, Yoichi?"

"Belum. Beritahu aku, Kek!"

"Baiklah, Kakek akan menceritakannya."

Ketika hujan turun dengan derasnya, Sang Rubah menunggu seorang pria...

.

.

.

xxx

Hari yang gelap, hujan turun. Membuat orang-orang yang tadinya melakukan kegiatan mereka di luar berlari pulang. Membuat anak-anak kecil menggantung boneka teru teru bozu. Jalanan di luar sepi, yang tersisa hanya suara hujan. Di tengah hujan, seorang wanita muda berdiri di tengah-tengahnya, membawa payung.

Ia memandang ke arah hujan, menantikan sesuatu. Rambut pirang sepundaknya yang disemat penjepit rambut bunga plum sedikit basah karena terkena percikan air hujan.

Wanita muda itu menyenandungkan sebuah lagu dengan pelan, masih menatap hujan. Wajahnya yang cantik dapat dengan mudah membuat siapa saja yang melihatnya terpana. Jari-jarinya menengadah, menyentuh rintik hujan. Ia tersenyum simpul.

Terdengar suara langkah kaki dari belakangnya. Wanita itu menoleh, mendapati seorang laki-laki berjalan menghampirinya. "Nona, apa yang kau lakukan di tengah hujan seperti ini?" tanyanya. "Kau bisa masuk angin kalau terus-terusan di sini."

Wanita itu tersenyum. "Tidak apa-apa. Payungku sudah cukup untuk melindungiku," ucapnya.

"Ayo kita ke rumahku. Nona bisa berteduh di sana," kata si laki-laki, mengambil payung yang digenggam oleh wanita itu dan memayunginya, kemudian membimbingnya berjalan. Wanita muda itu tertegun sebentar, kemudian berjalan mengikuti laki-laki itu.

Pandangan matanya tidak berpindah dari si laki-laki.

xxx

Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah laki-laki itu. "Buatlah dirimu sendiri di rumah, Nona. Beritahu aku jika ada yang kau perlukan—tolong panggil aku Tatsukichi," ucap laki-laki itu. Wanita muda itu mengangguk.

"Namaku Sayo," katanya, sambil tersenyum. "Terima kasih, Tatsukichi."

Sayo duduk di ruang tengah, sementara Tatsukichi menyiapkan teh untuk diminum. Ia melihat-lihat ruang tengahnya sebentar, kemudian merapikan kimono dan menutup payungnya. Tatsukichi kembali dengan membawa senampan teh.

"Nona Sayo, kalau boleh tahu... Nona tinggal di mana?" tanyanya, meletakkan nampan di meja dan duduk bersila. Ia menyodorkan secangkir teh untuk Sayo.

"Tidak jauh dari sini," jawab Sayo singkat, meneguk tehnya.

Tatsukichi melihat ke luar jendela. "Akhir-akhir ini sering hujan di desa. Aku ingin tahu kenapa," gumamnya, menatap rintik hujan yang berjatuhan. Tangan kanannya menggenggam cangkir teh.

Sayo meletakkan kembali cangkir tehnya, kemudian tersenyum. "Tatsukichi, apakah kau menyukai hujan?" tanya Sayo. Senyumnya seperti menyihir Tatsukichi untuk terus memandanginya. Kedua pipi Tatsukichi memerah, kemudian ia mengalihkan pandangannya ke jendela sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Yah, bukannya aku tidak suka. Hanya saja... terkadang hujan yang terus menerus turun seperti ini akan menyusahkan, 'kan?" ucapnya. "Pada minggu pertama terjadi hujan, kami bersyukur dan menganggapnya pemberian dari dewa. Desa kami dulunya jarang turun hujan, karena itu para petani harus mengairi sawah mereka sendiri," jelasnya.

Kitsune no YomeiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang