Malam tiba dengan cepat suara burung bercicitan menandakan gelap akan datang
Angin dingin menyeruak masuk ke
lubang hidungku membawa bau anyir khas menyan yang dibakar.Sebuah suara membangunkanku dari lamunan dan berbisik
"Saatnya kembali menari ruka",
Tiba-tiba sesosok kepala menyundul keluar dari jendela luar kamarku
"Yak.. Kau mengagetkanku apa yang sedang kau lakukan disini",
"Aku ingin menemuimu" ujar kenta
"Ada apa? tak biasanya kau ke rumah panggung kami di jam segini bukankah saatnya para lelaki untuk tabur abu dibawah kenapa kau kesini?"
"Aku hanya ingin melihatmu. Wah kau benar-benar cantik dengan pakaian itu pantas saja para dewa dewata ingin selalu dekat denganmu"
"Yak.. Apa yang kau lakukan cepat pergi sebelum amakku menemukan dan memukulimu"
"Iya cantik,
Wah kau benar-benar berhasil mengusirku sekarang Sampai jumpa di depan tugu bale. Bye"Aku melihatnya turun dari pohon sukun depan kamarku berangsur- angsur hingga ia pergi sambil terus melambaikan tangan kepadaku.
Dan akhirnya ia hilang di telan kegelapan malam. Tak terasa ujung bibirku tertarik dan menyunggingkan sebuah senyum.
Kenta
kenta seorang pemukul tapias. Tapias adalah salah satu alat musik pukul berbentuk seperti rebana dengan renda warna hijau di sekelilingnya alat musik ini dibuat dari kayu pohon mahoni tua.
Salah satu alat musik di kelompok musik pacuang selain bugong dan slut. Bugong sendiri merupakan alat musik pukul seperti bedug yang berdiameter 40 cm dibunyikan dengan duduk karena alat ini sangat berat, dan slut yang merupakan alat musik tiup khas pulau bonggo yang terbuat dari pohon bambu yang panjangnya 25 cm mirip suling tetapi hanya memiliki 2 lubang selain tempat meniup dan tempat keluanya suara.
Di musik pacuang ada sekitar tiga orang pemegang tapias empat orang memegang bugong dan satu orang memegang slut.
***
Malam semakin larut. Matahari telah lama menghilang dan digantikan oleh sinar rembulan yang tampak bersinar, bintang-bintang bertebaran, suara jangkrik tak ketinggalan menyapa bersahut-sahutan.
Inilah saatnya, aku harus siap menghadapi malam yang panjang ini sekali lagi.
"Ruka... Kau sudah siap?"
"Iye Amak sudah, sebentar lagi awak turun"
"Jangan lupa pakai mahkota bunga yang amak letakkan di kasurmu"
"Iye Amak",
Aku berkaca sekali lagi, tak ada celah kali ini semua siap termasuk baju putih yang aku kenakan sekarang, dan tak lupa mahkota bunga yang dibuat amak khusus untukku yang aku kenakan saat ini hingga esok. Rambutku juga tidak kusut dan telah aku urai rapi.
Aku segera bergegas turun dari kamarku segera menuju pintu depan rumah dan menutupnya aku ambil sandal dengan tergesa-gesa menyusul amak yang telah lama menungguku diluar.
Tugu bale malam ini sangat ramai, para pemusik pacuang telah siap ditempatnya, mereka semua terlihat tampan dengan sarung warna hitam selutut bertelanjang setengah badan dan kepala mereka diikat oleh tali dari anyama rotan yang sama dengan yang aku gunakan untuk mengikat bajuku di pinggang.
Tak ketinggalan kenta pun disana dengan senyum lebar dan lambaian tangannya yang mengarah padaku.
Aku membalasnya dengan senyum simpul karena tak ingin terlihat oleh amak.Para lelaki telah siap memulai proses dari rangkaian saribu ini, mereka telah menyelesaikan penaburan abu binatang persembahan (biasanya babi) ditempat pemijakan penari dan meletakkan sesajen. Tak lupa juga mereka telah menyelesaikan pembakaran seluruh menyan.
Prosesi pun dimulai para lelaki segera duduk membentuk sebuah lingkaran besar yang ditengahnya duduk kepala suku kami bapak Toro Manginpasak dan semua reng-reng dimulai dari tingkat putri yang paling luar hingga tingkat dewi yang paling dekat dengan bapak Toro sebagai pusat.
Para wanita yang lain bersiap menari bersama diluar lingkaran termasuk amakku yang tak ketinggalan untuk ikut menari walau harus dibantu oleh kayu penyangga badannya.
Para pemusik juva telah bersiap di luar lingkaran para penari.Tabuhan bonggo memulai rangkaian acara. Lantunan dari beberapa kali tabuhan bonggo membuat bulu kudukku mulai berdiri, kami semua para reng-reng mengangkat tangan dengan lembut dan mulai membacakan beberapa mantra pemanggilan roh secara pelan dan membiarkan tubuh kami terbuai oleh alunan musik pacuang.
Nak ateee.... Ga nak ateeee... Gak nak ateee... Bersihkan hati tuk bantu... Orang...
Salam.... Salam... Salam....
Ku untukmu....Lantunan nyanyian keras khas kepala suku kami membuat hatiku semakin berdebar. Ragaku serasa terbang ke langit, tanpa sadar ragawiku mulai menari mengikuti alunan musik pacuang yang lembut.
Langkahku menapak beriringan, badanku berputar-putar, rambutku berkibar-kibar terkena angin malam.
Tanpa terasa mataku mulai tertutup lalu terlihat cahaya putih dan terdengar sayup-sayup suara yang sangat indah dan suara itu membuatku seperti terhipnotis untuk mengikutinya...
Part 2 selesai
Gajenya berlanjut ya maaf baru pemula
Vote and comment diperlukan sebagai penambah semangat
Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hilang
FantasySuara itu kembali Dengan menghamburkan gema yang berulang-ulang Kenapa aku kemari dewa Kemana semua orang Bukankah ini hutan pulau kami Tapi kenapa jalan dan suara malamnya berbeda Tapi indah Keindahan yang pastinya ciptaan sang dewa Aku harus t...