Part 1

157K 5.6K 69
                                    

**

Nafasku semakin memberat, bibirku bergetar merasakan perih luar biasa diperutku. ini bukan pertama kalinya dan ini juga tidak seberapa dari apa yang pernah aku rasakan sebelumnya.

Tapi tetap saja ini menyakitkan.

Aku bergegas bangkit, peluh membasahi sekujur tubuhku yang terasa makin mendingin saat menyentuh lantai.

Aku meringis, masih memeluk perutku yang makin terasa menyakitkan saat meraih kotak obat diatas meja.

Aku selalu bertanya tanya, kenapa aku hidup dikota yang tidak pernah tidur ini dengan menyedihkan.

Aku bahkan tidak bisa menikmati hasil jerih payahku untuk membayar apartement yang bahkan tidak memiliki penghangat ruangan ini.

Dan, jam berapa sekarang?

Aku terduduk diatas lantai yang menyengat kulitku, bersandar pada dinding menggenggam beberapa obat yang tidak lagi asing dimataku.

Brengsek!

Sekarang pukul 6, kelaparan, kedinginan dan sendirian.

Apalagi yang lebih menyedihkan dari kesakitan dan seorang diri?

**

Angin berhembus pelan, membuatku segera merapatkan mantel lusuh yang membalut tubuhku tanpa menghentikan langkahku menuju tempatku bekerja beberapa tahun terakhir ini.

"Amoura?"
Aku menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya tersenyum lembut kearahku.

Dia adalah Bibi Lucy, salah satu orang yang bekerja di Restaurant sebagai pengawas dapur dan satu satunya Orang yang mau berbicara padaku tanpa tatapan dan raut wajah tidak sukanya.

Aneh memang saat kau dibenci oleh orang sekitarmu tanpa pernah melakukan apapun.

"Bibi Lucy?"

"Iya Amoura, aku dari toko sebrang untuk membeli beberapa Roti. Ayo, kau belum sarapan bukan?"
Aku hanya mampu tersenyum kecut melihat betapa baiknya Bibi Lucy padaku walaupun aku bukan putri atau keponakannya.

Jika aku diberikan kesempatan aku benar benar ingin membatu Bibi Lucy suatu saat nanti meskipun aku tahu mengganti uang yang ia keluarkan untukku saja sangat sulit kulakukan.

"Ini, kau harus menghabiskannya sebelum jam bekerja dimulai, kau boleh menyimpan sisanya untuk dibawa pulang."

"Tidak usah Bibi ini saja sudah cukup."
Aku kembali meletakkan bungkusan itu namun Bibi Lucy berusaha keras agar aku menyimpannya untuk nanti.

"Kalau kau sudah selesai bergegaslah."

"Ya, Bibi. Terimakasih!"
Bibi Lucy tersenyum sebelum memasuki ruang ganti meninggalku untuk menghabiskan sepotong roti ditanganku.

Lihat?

Aku benar benar tidak berkutik karna kebaikan wanita paruh baya itu. Entah sampi kapan aku akan terus bergantung pada kebaikan Bibi Lucy.

***

Aku tersenyum pada pelanggan setia yang sudah kukenali dengan baik sebelum berbalik pada Sarah yang seperti biasa menatapku dengan tatapan tidak suka yang bahkan tidak berniat ia sembunyikan.

"Antar ini kemeja No 17."

"Okey."
Sahutku yang lebih mirip dengan gumaman, cukup muak berbicara dengan orang yang tidak menyukaimu secara terang terangan.

Aku bergegas mengangkat nampan diatas Pantry dan membawanya kemeja dimana seorang Pria duduk membelakangiku.

"Selamat menikmati, Tuan."
Gumamku nyaris berbisik, entah dia mendengarnya atau tidak aku tidak peduli, setelah meletakkan kopi dan entah apa diatas meja aku berbalik berniat kembali sebelum suara berat itu memenuhi indra pendengaranku.

"Siapa namamu?"

"Kau berbicara padaku?"
Sahutku lagi lagi nyaris berbisik saat berbalik untuk memastikan dan sialnya aku baru menyadari bahwa pria ini sialan tampan hingga membuat seisi Restouran mencuri curi bahkan terang terangan menatapnya.

"Siapa namamu?"
Aku mengerutkan keningku samar bahkan tanpa sadar aku menatap mata sebening kristal dan sebiru lautan itu dengan lekat lekat. Entah aku mendapat keberanian dari mana menatap pria asing tanpa memerah karna malu aku bahkan lupa kapan terakhir kali merona karna pria.

"Amoura."
Aku berkedip sekali dan menyadari bahwa kedua mata yang sempat membuatku tertegun menatapku dengan tajam bahkan rahangnya mulai terlihat mengeras entah karna apa aku tidak tahu.

"Ada yang bisa aku bantu, Tuan?"
Tanyaku lagi dan lagi nyaris berbisik, dia mengangkat tangan kirinya yang menandakan bahwa aku harus pergi sekarang juga.

"Baiklah selamat menikmati. "
Aku bergegas meninggalkan meja tersebut dan melanjutlan pekerjaanku. Baru saja aku meletakkan nampan berisi piring kotor aku merasakan seseorang menarik lenganku dengan kasar.

"Ada apa?"
Tanyaku dengan kening berkerut saat mendapati Sarah dan Rebeca menatapku dengan tajam dan penuh kebencian.

"Apa yang kalian bicarakan?"

"Ka-lian?"
Lipatan dikeningku makin bertambah mendengar pertanyaan mereka yang aku rasa cukup terdengar aneh.

'Kalian' siapa yang sebenarnya mereka maksud?

"Kau dan Revan."

"Re-van?"

"God! Kau benar benar bodoh atau apa? Yang aku maksud adalah Revan yang baru saja bicara padamu!"
Kerutan dikeningku perlahan menghilang mendengar ucapan mereka, ternyata itu karna orang yang bernama Revan.

"Apa kau tuli Amoura?"

"Tidak. Dia hanya bertanya namaku."
Mereka menatapku lega bercampur tidak puas aku benar benar bingung apa yang mereka inginkan dariku.

"Kau yakin hanya itu?"

"Ya."

"Yasudah, bekerja sana!"
Aku mendengus melihat mereka berjalan meninggalku setelah sempat melemparkan tatapan sinis dan merendahkannya padaku.

Mereka beru saja memerintahku disaat mereka juga tidak sedang melakukan apa apa. Aku benar benar berharap Manager Stev melihatnya.

***

Aku melambaikan tanganku pada Bibi Lucy sebelum meninggalkan Restaurant. Udara yang makin dingin membuatku makin mengeratkan mantel hangat satu satunya yang aku miliki. Aku menghela nafasku mengingat aku butuh membutuhkan waktu yang lama utntuk sampai ke Apartemenku.

Aku benar benar lelah dan ingin mengistirahatkan tubuhku dan aku sangat lapar. Beruntung karna Bibi Lucy memberiku Roti yang cukup untuk malam ini.

"Josh kemari!"
Aku semakin menundukkan kepalaku saat beberapa orang berlalu lalang, saling berkejaran ataupun tertawa disekitarku.

Gedung Apartemen sederhanaku mulai terlihat, dan jalan yang selalu aku lalui masih ramai seperti biasa hingga aku semakin mempercepat langkahku, menaiki tangga dengan sedikit tergesah dan bergegas menuju pintu Apartemenku.

Sebaiknya aku mandi.

Meskipun menggunakan air dingin dimalam hari memanglah bukan h yang bagus, tapi aku harus melakukannya agar sesuatu yang lengket ditubuhku menghilang dan aku bisa beristirahat dengan tenang.

Aku menghela nafasku, meringkuk memeluk tubuhku disofa lusuh disudut kamarku setelah menghabiskan sebungkus roti dari Bibi Lucy.

Menatap tirai yang sedang bergerak pelan, menari bersama angin dingin yang berhembus pelan dan membelai kulitku.

Aku kedinginan tapi aku sama sekali tidak berniat untuk menutup jendela dan meringkuk dibalik selimut tipisku.

Ini jauh lebih baik saat menikmati keheningan yang seolah ingin membunuhku secara perlahan.

Bosan?

Aku memang membosankan.

**

Jangan lupa Vomment.
Maaf Typo

Siera

**

Amoura [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang