Chapter 8

95 9 6
                                    

Vote and commentnya ya yang udah baca:))

******

Normal Pov

"Vano, kamu masih ikut bakset rupanya"

"Iya pak. Basket hobi saya dari dulu. Jadi gak mungkin saya ninggalin gitu aja. Apalagi saya kan waktu SMP jadi kapten basket pak"

"Haha.. ya sudah. Kamu latihan lagi ya"

"Baik pak".

Latihan basket telah dimulai. Tanpa Vano duga, ternyata pelatih Emerald Basketball adalah teman dekat pelatih basket Vano di SMP dulu. Pak Tyo namanya.

Hari ini, hanya berupa latihan ringan. Pak Tyo yang sudah mengenali Vano, menyuruhnya untuk menjadi ketua selama latihan.

Lapangan bagian selatan digunakan untuk latihan basket putra. Sedangkan lapangan sebelah utara digunakan untuk tempat latihan basket putri.

"Hai Shel" sapa Claren saat ia mengambil minuman di dalam tas yang terletak di dekat Sheila.

"Hai Ren" Sheila balas menyapa seraya melihatnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Mm.. kamu suka ya sama Vano?" pertanyaan Sheila membuat Claren tersedak.

"Kalo kamu suka sih, ambil ambil aja. Gue mah sebenernya gak suka suka banget sama si Vano. Cuma ya gue terima aja waktu itu, soalnya gak mungkin banget gue nolak tembakannya si ketua OSIS" lanjutnya membuat Claren semakin terbatuk-batuk.

"Lo gak papa kan? gue terlalu frontal ya tadi? Haha! Mana gue peduli!" Ucap Sheila yang langsung beranjak dari tempat duduknya.

'Jadi bener selama ini dugaanku. Sheila hanya bermain-main. Kalau begini ceritanya kasian Vano dong. Tapi gak mungkin juga aku ceritain ke Vano tentang Sheila. Aku harus gimana ini?'

*******

Latihan hari ini telah usai. Pak Gio, pelatih basket putri memerintahkan untuk segera pulang, mengingat hari sudah semakin gelap dan langit sudah memberi tanda-tanda akan turun hujan.

"Ren, lo masih di sekolah kan?" Terdengar suara seseorang di seberang telepon.

"Iyalah broo.. baru selesai latihan. Ada apa'an emangnya?"

"Gimana kalo gue aja yang jemput? Sekalian gue mau ke rumah tante gue. Kan lewat depan sekolah tuh"

"Emang searah sama rumahku"

"Ya kalo kaga searah ngapain juga gue mau repot-repot nganterin lo pulang"

"Yaudin boleh deh. Aku tunggu yaak"

Tuut.

Claren segera melepas sepatu basketnya dan menggantinya dengan sandal jepit. Tak lupa ia mengambil bola basketnya lalu memasukkannya ke dalam tas plastik. Ia sedikit mendongak untuk memastikan sebentar lagi langit akan benar-benar melepaskan jutaan air yang akan membasahi bumi.

"Nak Claren, ada temennya nunggu di depan gerbang" suara wanita itu sedikit mengagetkannya.

"Eh iya bu terimakasih. Saya permisi dulu ya" jawabnya ramah, lalu berlari menuju gerbang.

******

kriiiiingg.. kriiinggg

Ponsel Claren berbunyi. Segera ia mengambil ponselnya di saku celana yang ia kenakan setelah latihan basket tadi. Sekarang, ia berada di dalam mobil bersama Devi.

Setelah memencet tombol berwarna hijau...

"Hati-hati ya sayang kamu di jalan. Makasih banget udah mau anterin aku pulang"

"Iya sama-sama. Kamu juga buruan masuk. Bentar lagi hujan lho. Aku duluan ya. Selamat malam"

"Malam sayang"

Deg!

Terdengar suara yang sangat ia kenal di seberang telepon.

Suara dua orang yang sangat ia kenal.

Suara Sheila dan Vano.

'Jadi, Vano nganter Sheila pulang? Kenapa Sheila masih terus ngedeketin Vano? Katanya dia gak suka sama Vano? Kok Sheila gitu sih? Sekarang udah mau hujan. Nanti kalo Vano kehujanan cuma gara-gara nganterin Sheila gimana? Kalo Vano pilek gimana?"

Berbagai pertanyaan langsung datang menghampiri pikiran Claren. Entah darimana Sheila bisa mendapatkan nomernya, itu bukan pertanyaan utamanya.

"Kenapa Ren? Siapa yang telepon?" Tanya Devi seolah-olah mengerti perubahan mimik wajah sahabatnya.

"Bukan siapa-siapa. Salah sambung kayaknya"

"Yakin?"

"Seratus persen yakin" jawab Claren seratus persen bohong.

******

Sebelum tidur, ia segera menyiapkan beberapa pelajaran yang akan dibawanya besok. Sedikit bimbang memang. Sampai-sampai ia tak bisa konsentrasi karena kejadian-kejadian yang ia alami hari ini.

'Apa aku harus beritahu Vano?'

'Ah gamungkin bisa. Aku bukan siapa-siapanya. Pasti Vano akan lebih percaya pada Sheila daripada sama aku.'

'Tapi, kalo Vano tidak tahu kebenarannya, kasian dong dia. Bagaimanapun juga, Vano adalah orang yang aku suka'

'Ahhh.. pusing pusing pusing'

Jam dinding menunjukkan pukul 12 malam. Suhu kamarnya semakin dingin. Tapi tetap saja ia tak bisa tidur. Hingga satu pertanyaan terbesit di benaknya.

'Sekarang aku repot-repot memikirkannya. Apa ia mau repot-repot memikirkanku?'

********

Pagi ini, aku berangkat bersama Devi. Karena peraturan di sekolah tidak boleh membawa kendaraan sendiri, jadinya Devi memarkirkan motornya di tempat parkir yang memang sudah disediakan oleh warga setempat. Haha.. pintar sekali mereka mencari keuntungan.

Hari ini aku berencana untuk memberitahu Vano. Entah ia mendengarkan atau tidak, pokoknya aku harus memberitahunya.

Aku berlari menuju kelas. Kuharap Vano sudah ada di sana. Devi yang melihatku hanya geleng geleng kepala. Karena memang, ia belum aku kasih tau yang sebenarnya.

Ya! Harapanku terkabul. Vano sedang duduk sambil memainkan gadget nya.

"Emm.. Van.. Vano" ucapku sedikit terbata-bata

"Apa?" Ia langsung mengalihkan pandangannya dari layar gadget.

"Claren, kau tau tidak? besok aku akan merayakan anniversary dengan Sheila yang ke tujuh. Enaknya aku memberinya hadiah apa ya?"

Deg!

"Ka.. kalian akan anniv ya? Waah aku turut bahagia ya. Sebaiknya, ka.. kau membelikannya bunga, cokelat, atau boneka"

'Loh, kenapa jadi ia yang bercerita?'

"Wahh iya ya. Kau pintar juga. Aku akan membelikannya boneka dan cokelat saja." "Oya, kau tadi mau bicara apa?"

'Vano, Sheila hanya bermain-main denganmu. Tinggalkan dia. Kemarin saat kau latihan basket, ia bicara padaku sejujurnya. Dia tidak benar-benar mencintaimu. Dia hanya mencari popularitas dengan pacaran denganmu. Kau harus percaya Vano!'

"Tidak jadi. Aku lupa tadi mau bicara apa" jawabku berusaha menahan semua kalimat yang sebenarnya ingin aku keluarkan.

"Oh, lain kali kalau kau ingat langsung bicarakan padaku ya. Maaf tadi sudah menyelamu dan membuatmu lupa"

"Ya, tidak apa"

********

hey yang sudah baca jangan lupa vommentnya ya. Walau yang baca cuma sedikit, tapi aku tetep semangat buat nuangin ide di cerita ini:v


It's My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang