Part 2

8 0 0
                                    

Tepat setelah bel masuk berbunyi, seorang guru terlihat menggandeng seorang murid yang kuyakini sebagai murid baru.


" anak-anak ini adalah murid pindahan salah satu sekolah unggulan di kota Bulukumba",jelas pak danu.

"namanya raka bumiadikara, kamu boleh duduk dibangku kosong yang ada di belakang".

"Baik pak,terima kasih" jawabnya dengan sopan.



Sepertinya dia anak yang baik, tapi pindahan dari kota dengan riwayat sekolah unggulan, sepertinya kepindahannya ke sekolah ini memiliki alasan yang cukup kuat mengingat ini adalah desa.
Dan setahuku, anak kota tidak bisa hidup di desa. Lebih tepatnya tidak bisa bertahan lama.


Bel tanda istirahat berbunyi. Semuanya segera menghambur keluar ruangan, ada yang ke perpustakaan dan ada juga yang pergi ke kantin untuk makan siang.
Kali ini aku lebih memilih berada dikelas. Aku sedang memeriksa absen untuk mengecek berapa murid yang tidak hadir hari ini, entah itu sakit, izin ataupun alfa. Rutinitas ku setiap hari sebagai ketua kelas.


"Mikayla,anak baru itu sering sekali memasukkan kepalanya ke dalam tas. Sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon genggamnya," lapor ifa. Cewe yang satu ini memang terkenal sebagai tukang ngadu, tapi aslinya dia baik kok.


"Kamu yakin ifa??" Tanyaku menyelidik. Aku belum yakin yang dikatakan ifa.


"Iya, coba kamu tanyakan saja sendiri", sambil menunjuk anak itu.


Lamat-lamat kuperhatikan memang dia terlihat sedang berbicara dengan seseorang, dengan kepala yang dimasukkan kedalam tas, mungkin agar pembicaraannya tidak didengar oleh murid yang lain. Pikirku, tetapi apakah anak ini tidak membaca peraturan sekolah apa. Di sini tertulis dengan jelas bahwa dilarang membawa telepon genggam ke sekolah. Ckckck...anak ini, murid baru sudah membangkang.
Tapi itu bukanlah masalah yang besar, toh bukan hanya dia ada banyak murid yang melanggar peraturan tersebut.


Ku hampiri dia saat kegiatan memasukkan kepalanya kedalam tas telah selesai.
Mungkin cukup berkenalan saja. Sepertinya dia belum memiliki teman di kelas ini.

"Mikayla diandra..." Aku tersenyum kecil Sambil mengulurkan tanganku.

"Raka bumiadikara..." Singkatnya, dan menyambut uluran tanganku. Tentunya dengan sedikit senyuman.

Hanya itu, dan akupun berlalu menuju tempat dudukku.
Rumor cepat sekali menyebar, ternyata.
Banyak murid dari kelas lain yang menanyakan tentang raka maksudnya anak baru itu.


"Mikayla..katanya di kelas kamu ada murid baru yah ???".

"Mikayla..anak baru dikelas kamu itu cewe atau cowo ??".

"Dengar-dengar dia pindahan dari kota yah?? Namanya raka kan??".

Ohhh...tidaaaakkkk.
Dari mana datangnya para reporter amatiran ini??
Mereka seperti paparazi saja.
Yang haus akan gosip dan berita.

"Jika kalian sebegitu penasarannya dengan anak baru ini, datang saja ke kelas", timpalku dengan nada suara yang kunaikkan satu oktaf.

Heran juga melihat murid-murid perempuan ini, aura ganjennya mendadak muncul.
Walau tidak semuanya yang seperti itu.
Ada beberapa murid yang bertanya padaku karena ingin tahu saja, termasuk murid laki-laki juga.

Raka bumiadikara..sepertinya kau sedang menjadi primadona sekolah ini.. Sepertinya.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 17, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DiaWhere stories live. Discover now