Hingga sampai pada suatu titik, di mana sudut pandangku berubah. Aku memiliki posisi sekarang. Lebih tepatnya memegang posisi penting di kehidupan seseorang. Menjadi orang yang berada di barisan terdepan, di balik gelak tawanya, serta di sampingnya dalam keadaan apapun.
Begitu pula ia, satu tempat yang berdebu di sudut diriku, kini diisi oleh kehadirannya. Sinar Sore. Ya, dia adalah orang yang aku ceritakan sedari tadi.Ia bukanlah pribadi yang akan memikat semua orang dalam sekejap. Bukan pula yang nomor satu dalam segala bidang. Tidak masalah. Aku sama sekali tidak keberatan. Justru yang membuatku merasa, ia adalah orang yang tepat adalah, saat ia mau menerimaku dan semua kekuranganku. Sampai terkadang, aku sering salah memanggil orang lain dengan menyebut namanya. Wajar saja. Ia memang orang yang sering kupanggil setiap hari.
Pertemanan kita memang semakin hari semakin membaik. Lagipula, apa yang dihasilkan dua orang yang saling melengkapi selain kebahagiaan? Tetapi, tanpa kami sadari, benteng besar sudah meringkuk kami berdua. Menghadang kehidupan sosial di luar dinding. Aku hanya mengenalnya. Ia hanya mengenalku. Kami terlalu sibuk bersama, lupa bahwa hidup tidak hanya diisi oleh segelintir orang.
Ia lagi ia lagi, aku lagi aku lagi. Kami terlalu menggantungkan harapan di atas pundak masing-masing. Mengukir mimpi dalam-dalam. Ekspetasiku terlalu tinggi, berharap dia akan tetap tinggal dan akan terus menemani.Aku egois menyeretnya dalam lingkaranku, membisikkan kata jangan pergi jangan pergi jangan pergi. Aku menggenggam tangannya erat, terlalu erat hingga menyakiti kami berdua. Aku mengira, tidak ada yang bisa menggantikan posisiku di kehidupannya. Tetapi nyatanya aku salah.
Aku Angin Malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mabuk
Short StorySenyum kecil tersirat di bibirku. Tanganku gemetar memegangi botol kaca. Bau alkohol menyeruak dari mulutku. Aku mencoba memejamkan mata, membiarkan diriku larut dalam halusinasi sendiri. Membiarkan lenganmu mendekapku hangat. Aku ingin terus seper...