Suara ketukan polpoin beradu dengan tepi meja masih terdengar. Pemuda itu, dalam balutan sewater hitamnya, kini tengah menatap selembar kertas kosong di hadapannya.
Ia duduk di sebuah kursi kayu di pojok studio. Suasana studio yang sangat sunyi, ditambah dengan lampu putih terang di bagian tengah. Hampir seluruh bagian pinggir ruangan itu dipenuhi oleh berbagai macam alat musik.
"Mulailah menulis, Zayn, keluarkan semua pikiranmu,"
Pemuda itu mengangkat kepalanya dari kertas, lalu menatap pria gemuk itu. "Ya, NB. Tenanglah sedikit," ia membalas singkat. Kembali hening menyelimuti ruangan studio itu.
Naughty Boy, yang duduk tidak begitu jauh darinya hanya tersenyum. "Tulislah apapun, Zayn. Kau sudah bebas sekarang, kau bisa mengeluarkan apa saja yang mau keluarkan. Biarlah aku yang menghadapi kecaman-kecaman fans mu itu,"
Zayn menggelengkan kepala. Berbagai hal berkecamuk dalam pikirannya sekarang. Ia bingung. Terlalu banyak yang ia ingin jelaskan pada dunia. Tapi ia juga sadar dengan kontrak yang mengikatnya.
2 April 2015
Baru beberapa hari sejak keluarnya dirinya itu dari boyband One Direction. Kini ia sudah duduk di ruangan studio NB, sementara ia tahu, kelima sahabatnya yang lain masih melanjutkan world tour mereka.
Kini ia akan menulis sebuah lagu. Entahlah, tiba-tiba ia merasa ingin menulis lagu. Mungkin untuk melepas rasa rindunya bermain dalam dunia musik.
Ruangan itu begitu tenang. Yang membuatnya, mengakui, bahwa ia toh rindu pada suara berisik yang ditimbulkan para fans yang biasanya selalu menunggu di depan jendela hotel mereka. Atau di tepi jalan, bersamaan dengan paparazi yang menghujani kilatan flash kamera.
Ia rindu pada teriakan directioners yang memenuhi telinganya setiap kali mereka konser hari itu. Dan teriakan mereka yang semakin keras ketika dirinya menyanyikan high notes di setiap lagu yang mereka bawakan.
Ia dapat merasakan ketika NB bangkit dari duduknya. Tampaknya ada seseorang menghubunginya. "Ya James? Aku mendengarkanmu. Apa? Oh ya tentu saja, semua bisa diatur," ia tampak menggenggam ponselnya di dekat telinga, beranjak keluar dari ruangan.
Meninggalkan Zayn sendirian.
Zayn selama ini selalu suka dengan kata sendiri. Bahkan sampai sekarang, meskipun ia benar-benar menghargai support semua fansnya, kadang Zayn butuh waktu untuk sendiri. Diam, merenung, mendengarkan musik, dan menggambar.
Ia kembali menatap kertas yang masih kosong itu. Lalu ia menengok ke kanan, ke arah ponselnya. Beberapa hari ini ia mematikan ponselnya. Membiarkan ribuan tweets dan pertanyaan yang ia yakin, akan membingungkan para fansnya.
Ia tahu bahwa para fansnya sudah menyerang Naughty Boy habis-habisan. Benar-benar gila. Tapi jangan salah, Modest! berani membayar mahal untuk itu. Bahkan menjanjikan ketenaran baru.
Yah, meskipun bukan ketenaran dalam bentuk yang positif sih. Tapi, tenar karena hal negatif masih lebih baik kan, daripada tidak tenar sama sekali?
Padahal, menurut Zayn, NB adalah seorang produser yang baik dan profesional. Tapi kecintaannya pada uang lah yang membuatnya akhirnya menerima tawaran Modest!
Akhirnya ia meraih benda itu. Membuka kembali aplikasi berwarna biru dengan logo burung putih. Sudah lama ia tidak membuka akunnya.
Notifikasinya penuh. Dengan tweets dari semua orang yang menanyakan bagaimana keadaannya, apa yang terjadi, kenapa ia memutuskan untuk pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Won't Mind [z.m]
Historia Corta"I'm not allowed to talk about it, but I gotta tell you." Always in our hearts, Zayn Malik. [indonesian]