Mendung tak berarti hujan, kurasa ungkapan ini ada benarnya. Sudah seminggu ini aku diberi harapan palsu oleh langit yang mendung itu, mendung terus tapi tak turun hujan. Yah aku di-PHP. Sayang yah, hanya langit yang memberi harapan, bukan seseorang. Hahaha, maklum aku belum pernah jatuh cinta sebelumnya, kecuali jatuh cinta pada hujan.
"Doorrrr!!!"
Seseorang dari belakang mengejutkanku. Aku menoleh dan kulihat wajah yang tak asing itu."Ngapain sihhh Wid?! Kalo jantung gue loncat kebawah gimana?"
"Yaelah dimana-mana itu loncat yah keatas, bukan kebawah. Lagian ngapain mentengin jendela?"
"Yah lagi nunggu hujan, udah seminggu mendung tapi gak hujan-hujan juga."
"Hahahaha, kasian yah keliatan banget."
"Keliatan apanya?"
"KELIATAN KOSONGNYAAA!! HUJAN KOK DITUNGGU? HAHAHHAHA!!"
Ledeknya dengan tawa yang menggelegar."Anjir, mentang-mentang udah ada Iwan, udah songong aje lo. Nggak inget sih siapa yang nemenin lo waktu masih kosong" celetukku kesal sambil memonyongkan bibir dan berkacak pinggang
"Udah deh.. udah.. maap ye."
Duh, aku hampir lupa. Aku Risky Amalya. Hampir semua orang memanggilku Kiky. Terkecuali ibu, ayah, dan Widy sahabat kecilku. Lia merupakan panggilan khusus darinya. Sebutan spesial dari orang spesial, katanya. Huekk..
"Eh Lia, lo tau gak bedanya gajah sama minuman?"
"Nggak, emangnya apa?"
"Kalo gajah dari jauh udah keliatan."
"Lah? Kalo minuman?"
"DARI TADI BELOM KELIATAN. gue haus Liaaaaa. Lo ga peka banget sih. Ambilin minum kek.. apa kek.."
"Kampret, ambil sendiri napa? Kayak orang baru aja."
"Lah emang gue orang baru."
"Eh nyet, yang ngajakin gue ngebolongin puasa waktu TK siapa? Yang buka kulkas semaunya siapa? Gue tabok nih ngeselin banget."
Aku pun membalas Widy dengan sengit. Aku memang dekat dengannya dari kecil, dari masa-masa aku masih mengenakan baju singlet dan celana dalam saat bermain. Orang tua kami juga dekat.
"Gadis... sini dulu dongg!"
Tiba-tiba terdengar teriak seorang wanita dari lantai bawah. Siapa lagi yang memanggilku dengan sebutan gadis kecuali ibu dan ayah? Ku rasa cuman mereka."Iya bu.. tunggu"
Widy mengekor dibelakangku.
"Ibu kenapa manggil?"
"Laper gak? Ini tadi ibu dari belanja, liat brownist ini, kayaknya enak. Dan lagi discount. Kasian Widy gak disuguhin apa-apa, sekalian buatin teh."
Ini nih kebiasaan emak-emak. Barang yang gak direncanain pun bakal dibeli kalau discount. Bahkan yang gak penting sekalipun.
"Tuh kan, bikin gue teh juga Liaa" Widy merengek.
"Ngerepotin banget." Keluhku sambil memutar bola mataku.
Aku mengalah dan membuatkannya secangkir teh. Tak lupa juga aku membuat segelas kopi hitam dicampur susu. Untuk siapa? Yah untukku lah. Aku sangat suka kopi hitam.
Tik. Tik. Tik
"Gadis, kamu dengar itu apa?"
"Hemm? Iya bu. Itu Hujaan yeyyyy" teriakku kegirangan. Aku sangat suka hujan.
"Kamu tau apa yang harus kita lakukan?"
"Apa bu?"
"JEMURAAAAAAANNN!!! CEPETAN BANTU IBU ANGKAT JEMURAAN" ibu teriak seperti Sparta.
Kami bertiga berlarian keluar memungut pakaian yang dijemur. Ini seru. aku yakin dan percaya pasti banyak dari kalian yang mengalami ini.
Oh iya, kalian tau kenapa aku sangat suka hujan?
Kata ibuku, aku lahir saat hujan.
Kelahiranku merupakan saat yang sangat ditunggu, kenapa? Karena ibu dan ayah sangat sulit memiliki anak. 3 tahun mereka menikah baru dikaruniai anak. Itu menjadi salah satu alasan kenapa aku suka hujan, karena bertepatan dengan kebahagiaan terbesar mereka.Kedua, kalian tau apa itu petrichor? Petrichor itu aroma tanah yang muncul saat hujan. Aku sangat suka aromanya.
Dan terakhir, bunyi hujan. Bunyi hujan membawa ketenangan untukku.
A.n.
Hai selamat menikmati cerita pertamaku di wattpad. Aku baru menulis, maaf kalau jelek.Ohiya di part ini masih perkenalan aja jadi belum ada konflik
Jangan lupa vomment yah hehe..
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophiles?
Teen FictionTik tik tik. Ini bukan tentang hujan yang jatuh rintik demi rintik. Bukan tentang aroma petrichor yang mengusik. Bukan tentang angin yang berhembus dan berbisik. Aku bukanlah Pluviophiles, si pencinta hujan. Hanya saja hujan yang menetes, juga memba...