Bab 1 : The Proposal (Bagian 2)

2.8K 199 32
                                    

Hingga satu minggu setelah pertemuan pertama, Fathan masih terus menjemput Disha. Yang berarti terus bertemu denganku. Kami tidak banyak mengobrol, hanya menimpali topik apa pun yang dibawa Disha.

"Kakak gue suka sama lo."

Ucapan Disha itu membuatku mengalihkan pandangan dari layar laptopnya. Tugas Bahasa Inggris yang baru kukerjakan sebagian, langsung terlupakan. Hanya tinggal kami berdua di dalam kelas. Masih ada sisa waktu tigapuluh menit sebelum waktunya kelas dikunci. Langit di luar pun mulai berwarna jingga.

"Masa lo nggak nyadar?" tanya Disha.

Aku menggeleng. "Nggak mungkin, Dis. Gue...."

"Mobil gue selesai diservis dua hari yang lalu, tapi Fathan tetep ngotot mau jemput," sela Disha. "Alasannya hemat BBM, biar gue nggak capek, terus mempererat tali persaudaraan. Bah, alasan terakhir ini yang bikin gue curiga. Dan ternyata, dugaan gue bener. Dia suka curi-curi pandang ke lo. Mau PDKT tapi nggak tahu gimana caranya. Bikin gue geregetan aja."

"Disha, kakak lo...."

"Suka sama lo, Ellyana Nadira," sela Disha lagi. "Setelah ditinggal nikah mantannya tahun lalu, ini pertama kalinya Fathan kelihatan tertarik lagi sama cewek lain. Lo harusnya merasa tersanjung dong, jangan sibuk mengelak. Disukain sama cowok keren macem kakak gue itu prestasi, lho."

Aku tidak bisa merespons. Terlalu terkejut mendengar penuturan Disha. Fathan ditinggalkan?

"Memang kakak lo umur berapa? Kok bisa ditinggal nikah?" tanyaku.

"24 tahun Desember besok," jawab Disha. "Mantannya itu cewek mata duitan. Dia ninggalin Fathan buat nikah sama cowok lain dari tempat kerja barunya, lebih tua dan yah ... lebih kaya."

Aku mengerutkan kening. "Lebih kaya dari keluarga lo?"

Mengangguk, Disha tetap sibuk dengan ponselnya. Mengirim pesan entah pada siapa.

"Fathan nggak patah hati berlebihan. Dia tetep kerja. Tetep nyebelin juga. Tapi dia nggak pernah kelihatan jalan sama cewek lagi. Nggak kelihatan tertarik juga buat pacaran lagi, sampai...."

Disha menatapku, senyumnya tersungging lebar.

"Gue tahu lo baik, pinter, juga nggak jelek...."

"Heh!" protesku.

"Umur kalian cuma beda enam tahun kok. Masih wajar. Bagus malah, cewek harus cari cowok yang lebih tua. Nyokap gue selalu bilang gitu. Jadi, gue merestui kalian," kata Disha.

Aku menggelengkan kepala. Memutuskan untuk kembali mengerjakan tugasku. Biar saja Disha sibuk dengan khayalannya.

"Disha?"

Panggilan itu membuatku mendongak. Ada Roni di pintu kelas. Roni adalah salah satu teman seangkatan kami, hanya saja dari jurusan berbeda. Kami di jurusan Teknik Sipil, sedangkan Roni di Teknik Industri. Aku mengenalnya karena dia sering mengajak Disha pergi, yang biasanya selalu berakhir dengan penolakan.

"Hai, Ron," sapa Disha. Sahabatku itu bangkit berdiri, lalu menghampiri Roni.

"Bener lo yang tadi SMS gue?" tanya Roni ragu.

Kedua mataku terbelalak. Sementara kulihat Disha mengangguk.

"El, gue balik sama Roni ya. Nanti laptopnya lo titip ke Fathan aja. See you, El-el!"

"Dis! Disha!!!" teriakku sia-sia. Disha sudah melenggang pergi bersama Roni. Meninggalkanku yang terduduk bingung di belakangnya. Aku berani bersumpah aku melihat Disha terkikik.

Take Me for Granted (Eternity #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang