TASHA menatap jengah sekumpulan orang di depannya. Hari itu adalah hari Minggu. Entah ada angin dari mana, para sahabatnya, Reno, Bian, Intan, dan Vira mengajak berkumpul di salah satu kafe yang baru saja dibuka.
Kafe itu menyediakan permainan UNO. Reno dan Bian dengan sigap langsung mengajak yang lainnya untuk memainkan permainan kartu itu. Tentunya dengan sebuah hukuman truth or dare untuk para pemain yang kalah.
Dan untuk kesekian kalinya, Tasha kembali kalah. Tasha memang payah dalam permainan ini. Setelah kekalahannya yang beruntun, Reno memberikan hukuman berupa dare, dengan dalih bahwa ia bosan mendengarkan kejujuran Tasha yang baginya sangat tidak asyik dan menarik.
"Oke! Gue harus apa?" tanya Tasha.
Reno yang mendengar persetujuan Tasha langsung menyunggingkan senyum. Bukan senyum biasa. Tasha tahu arti senyum itu. Senyum yang mengandung makna berbahaya.
"Lo tembak Ghaksa. Jadian sama dia," ujar Reno. Tasha terkejut. Tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa Reno akan memberikan tantangan segila itu.
"Ogah! Muka gue mau ditaruh di mana, Ren?" protes Tasha dengan nada mengiba. Bian, Intan, serta Vira yang melihat hanya bisa tertawa.
"Asyikin aja lah, Tas. Lumayan, nembak cowok cakep. Hukuman tetep hukuman. Lo harus mau nembak Ghaksa," ucap Reno sambil tertawa. Tasha menatap teman-temannya dengan jengah. Lalu ia terpaksa mengangguk dengan pasrah. Mencoba mengikhlaskan dan mempersiapkan diri untuk mempermalukan dirinya di depan Ghaksa esok hari.
* * *
Dan hari ini adalah hari yang sangat tidak ditunggu oleh Tasha. Cewek dengan tinggi 162 sentimeter itu tidak ingin bangkit dari tempat tidur dan ingin tetap bergelung di dalam selimut tebalnya. Ia tidak ingin masuk sekolah jika mengingat kejadian kemarin. Kejadian bodoh yang dilakukan olehnya, yang menghasilkan sebuah hukuman yang sangat tidak terduga. Dirinya harus menembak Ghaksa. Cowok yang tinggal kelas akibat kemalasannya.
Tasha memang tidak mengenal Ghaksa secara dekat. Tapi, ia tahu tentang Ghaksa. Cowok dengan kelakuan bengal yang selalu datang dengan seragam berantakan. Ditambah rambut yang sengaja dibuat acak-acakan serta sederet prestasi di ruang BK (Badan Konseling) yang membuat para guru geleng-geleng kepala. Hal itulah yang membuat Tasha tidak habis pikir dengan Reno, teman dekatnya, yang malah memberinya tantangan super menyebalkan.
Hari ini, Tasha sudah mempersiapkan mentalnya untuk ditolak oleh Ghaksa. Dipermalukan di depan umum. Tasha berdoa, semoga setelah ini, ia masih punya muka untuk datang ke sekolah. Setelah semua siap, Tasha menatap pantulan dirinya dari cermin yang ada di kamarnya. Penampilannya sudah cukup baik. Ia segera keluar dari kamarnya, menyapa ayahnya yang sudah berada di meja makan. Menyantap sepiring nasi goreng buatan bibinya.
"Iya, Yah," balas Tasha dan duduk di meja makan. Menikmati seporsi nasi goreng sebagai sarapan. Selesai makan, Tasha segera berpamitan kepada ayahnya. Meminta izin untuk berangkat sekolah.
"Ya, hati-hati, Ca," pesan ayahnya. Caca adalah panggilan kesayangan dari ayahnya untuk Tasha.
Tasha melangkahkan kakinya keluar dan berjalan menuju motor matic-nya. Selama perjalanan menuju sekolah, Tasha hanya berdoa supaya ia siap mental. Rasa-rasanya ia ingin untuk memutar arah kemudi ketika jaraknya dengan sekolah sudah dekat. Namun, ia tidak bisa cabut begitu saja.
"Eh, ada Tasha. Gimana, Tas? Udah siap belum lo?" sapa Reno yang tidak sengaja bertemu dengan Tasha di tempat parkir. Tasha mengumpat di dalam hatinya. Baru saja turun dari motor, ia sudah bertemu dengan Reno. Rasanya Tasha ingin menjambak rambut hitam Reno. Menumpahkan segala amarahnya kepada cowok bernama lengkap Reno Bagaskara itu.
* * *
Ketika jam istirahat berbunyi, Tasha berpikir untuk kabur dari Reno dan teman-temannya. Ia berjalan menuju keluar kelas dengan mengendap-endap. Tetapi, belum sampai lima langkah, tangannya sudah ditarik oleh seseorang. Dan saat Tasha berbalik, ia sudah melihat Reno.
"Mau ke mana lo? Kabur yaaa?"
"Nggak. Gue mau ke kamar mandi."
"Halah, alesan! Yok, buruan. Gue pengin lihat lo nggak jomblo lagi." Dengan seenak jidatnya, Reno menarik tangan Tasha. Diikuti oleh Bian, Intan, dan Vira yang hanya tertawa melihat ulah usil Reno.
Reno membawa Tasha menuju lapangan olahraga. Lapangan tampak cukup sepi, tetapi memang Ghaksa sering ada di sana ketika jam istirahat tiba. Cowok itu bermain futsal dengan beberapa teman kelasnya. Diakui Tasha, Ghaksa tampak begitu menawan, minus kelakuannya. "Sana lo samperin Ghaksa. Dia nggak gigit kok. Semangat ya!" ujar Reno dengan senyum menyebalkan. Sementara Tasha hanya bisa mendengus.
"Semangat, Neng Geulis. Akang di sini siap untuk menjadi sandaranmu kalau malu nanti," kata Bian yang disambut tawa Intan, Vira, dan juga Reno. Tiba-tiba Reno berteriak memanggil Ghaksa. Reno memang mengenal Ghaksa. Mereka berdua bersahabat dan entah apa yang ada di otak Reno sampai dengan tega menyuruh Tasha menembak Ghaksa yang terkenal bandel itu.
"Nih, Gha. Dia mau ngomong sama lo," ujar Reno dengan santai sambil menunjuk Tasha. Setelah itu, Reno meninggalkan Tasha dan Ghaksa berdua. Tasha tidak berani menatap Ghaksa. Sedangkan Ghaksa menatap Tasha dengan penuh tanda tanya.
"Lo mau ngomong apa? Buruan." Ghaksa bersuara.
"Gue... gue...."
"Apaan? Lo kenapa?"
"Mau nggak lo jadi pacar gue?" akhirnya Tasha mengucapkan kalimat itu dalam satu tarikan napas.
"Apa?"
"Gue mau lo jadi pacar gue."
"Gue nggak denger." Tasha kembali menggerutu dalam hatinya.
"Lo mau nggak jadi pacar gue?" teriak Tasha pada akhirnya karena kesal. Sampai ia tidak sadar bahwa ada beberapa siswa lain yang mengamati mereka. Tasha rasanya ingin pura-pura pingsan saja. Ia malu, belum lagi setelah ini Ghaksa akan menolaknya.
"Bukannya aku pacar kamu? Tapi makasih ya, aku suka surprise-nya. Maaf selama ini nyembunyiin hubungan kita," jawab Ghaksa santai. Bibir Tasha terbuka. Matanya membulat dengan takjub menatap sesosok makhluk di hadapannya. Belum hilang keterkejutannya, tiba-tiba Ghaksa mengacak rambut Tasha dengan gemas
Sejak kapan dia berpacaran dengan Ghaksa? Sejak kapan Ghaksa menjadi pacarnya? Sejak kapan statusnya berubah? Sejak kapan ia sudah tidak jomblo lagi?
Semua pikiran runyam itu bersarang di otak Tasha. Dan satu hal yang bisa Tasha tangkap, bahwa setelah ini, hidupnya tidak akan tenang lagi, karena ia akan berurusan dengan berandal sekolah. Pentolan sekolah yang memiliki segudang prestasi di ruang BK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing With The Bad Boy
Teen FictionTERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU | Dunia Natasha berguncang. Natasha tidak pernah mengira bahwa permainan UNO bisa mendatangkan musibah untuknya. Permainan yang awalnya ia kira menyenangkan, ternyata berubah menjadi kesengsaraan ketika ia kalah dan di...