JAM pelajaran terakhir hari ini usai. Bel sekolah berbunyi menandakan bahwa waktunya para siswa berkemas dan pulang ke rumah. Dengan penuh semangat, Tasha dan teman-temannya memasukkan buku yang berserakkan di meja ke dalam tas masing-masing. Tidak lupa sebagian dari mereka menggunakan jaket atau sweter sebagai pelindung tubuh. Setelah selesai berdoa dan guru keluar, Tasha memilih untuk duduk terlebih dahulu. Menunggu Intan yang hari ini mendapatkan jatah piket.
"Tas, lo ditunggu sama Ghaksa, tuh. Beruntung banget sih lo, Tas. Duh, bikin iri," kata Vira yang tadi sudah di luar dan kembali masuk ke kelas untuk memberi kabar pada Tasha. Tasha memilih untuk tetap cuek. Tapi, matanya mengintip ke depan kelas, melirik ke arah Ghaksa. Cowok itu tampak bersender pada salah satu pilar tembok depan kelasnya. Tasha tidak munafik, dengan gaya seperti itu saja Ghaksa sudah memancarkan aura tampannya.
"Udah yok, pulang." Intan selesai dengan tugasnya, lalu mengajak Tasha untuk menuju parkiran bersama. Tasha sendiri pura-pura tidak tahu dengan keberadaan Ghaksa. Sampai akhirnya cowok itu memanggil namanya.
"Natasha," panggilnya. Tasha yang mendengar namanya disebut secara lengkap langsung menghentikan langkah. Ia menyuruh Intan untuk ke tempat parkir terlebih dahulu.
"Kita bareng ke parkiran," ucap Ghaksa sambil menghampiri gadis itu. Tasha tidak bisa melawan Ghaksa karena tidak jauh dari tempatnya berdiri ada Alfa—mantan kekasihnya. Tasha sangat membenci Alfa. Cowok itu memutuskan hubungan mereka dengan alasan sudah tidak cocok. Tapi tidak sampai dua minggu, Alfa sudah jadian dengan Raras. Anak sekolah lain yang merupakan sahabat Alfa.
Tasha sadar diri jika dibandingkan dengan Raras ia tidak ada apa-apanya. Namun, sekarang Tasha mempunyai Ghaksa yang setidaknya bisa dilihatkan pada Alfa bahwa ia bisa mendapatkan cowok yang lebih tampan dari mantannya itu. Terlebih lagi, ia ingin mengirim sinyal kepada mantannya itu bahwa ia sudah move on. Ya, Tasha memang sudah sepenuhnya move on dari Alfa. Baginya, tidak ada gunanya memikirkan cowok seperti Alfa.
* * *
Ghaksa menarik pergelangan tangan Tasha untuk berjalan lebih cepat. Sesampainya di pelataran parkir kelas sepuluh, Ghaksa melepaskan genggaman tangannya. Di sekolah mereka pelataran parkir kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas memang terpisah. Dan jarak antar tempat parkir itu cukup jauh.
"Gha," panggil Tasha ketika mereka sudah berada di dekat motor Ghaksa. Cowok itu sudah duduk di atas motor besarnya dan menggunakan helm.
"Apa?" balasnya sembari membuka sedikit kaca helm full face-nya.
"Gue nggak bisa bareng. Gue bawa motor," kata Tasha kepada Ghaksa. Bukannya menjawab, cowok itu malah melepaskan helm.
"Memang gue bilang mau nganterin lo pulang? Kan gue bilang ke parkiran bareng."
Tasha dongkol setengah mati. Ia tidak menyangka kalau Ghaksa akan berkata demikian.
"Gue bercanda, Tas. Naik ke atas motor gue. Gue anterin ke parkiran tempat motor lo."
Tasha naik ke atas motor cowok itu. Ini kali pertama Tasha naik motor besar seperti ini. Tangan Tasha memegang bahu Ghaksa sebegai tumpuan. Setelah berhasil duduk di atas jok motor, ia memegang tas Ghaksa sebagai pegangan agar tidak jatuh. Dan, di hari ini dia kembali menjadi perhatian.
Banyak yang menatapnya saat ia keluar dari parkiran. Namun, ia berusaha cuek. Sesampainya di pelataran tempat motornya diparkirkan, Tasha segera turun. Ia membiarkan Ghaksa begitu saja. Gadis itu berjalan menuju sepeda motornya berada. Setelah menggunakan helm ia melajukan mesin motor.
Selama perjalanan pulang, Tasha merasakan seseorang mengikutinya. Sampai akhirnya tiba di perempatan lampu merah, ia berhenti dan mengamati spion, mencari tahu siapa yang sejak tadi mengikutinya. Namun tiba-tiba seseorang menepuk bahu Tasha.
"Hah? Ngapain lo?" tanyanya pada Ghaksa yang berhenti tepat di sampingnya. "Balik lewat sini juga?" tanya Tasha lagi saat Ghaksa tidak kunjung menjawab.
"Gue ngikutin lo. Mastiin kalau lo sampai rumah dengan selamat."
Sekarang Tasha memang pacar Ghaksa. Tapi Tasha sadar kalau mereka pacaran bukan karena rasa saling suka atau cinta. Dan Tasha pikir mungkin itu memang biasa dilakukan oleh Ghaksa. Secara, Ghaksa pasti mantannya banyak. Tasha sudah bisa menduga bahwa Ghaksa pasti expert dalam hal seperti itu.
Dan Tasha tidak mau menjadi salah satu korban Ghaksa. Ia tidak mau termakan gombalan serta modus cowok itu. Ia tidak mau terbawa perasaan pada Ghaksa Andromeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing With The Bad Boy
Teen FictionTERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU | Dunia Natasha berguncang. Natasha tidak pernah mengira bahwa permainan UNO bisa mendatangkan musibah untuknya. Permainan yang awalnya ia kira menyenangkan, ternyata berubah menjadi kesengsaraan ketika ia kalah dan di...