Tell Me Your Name

47 2 7
                                    

"Nama adalah doa, nama adalah sebuah harapan, nama adalah identitas, nama adalah cerita, tersirat sepucuk kisah dibalik untaian indah sebuah nama, karena pemberian nama adalah awal dari sebuah cerita."

- - - - - -

Gadis berambut blonde itu telah lama menunggu, di siupnya secangkir kopi yang ia pesan. Hujan sedang dengan derasnya di luar sana, sepertinya ia tidak punya pilihan lain selain menunggu.

Helai demi helai kertas telah ia pahami, netranya tidak teralihkan dari buku tebal yang berada di pangkuannya. Sepertinya kini gadis itu mulai bosan, orang yang ia nantikan tak kunjung menampakkan dirinya.

Pandangannya perlahan beralih ke gadis berambut coklat yang sedang membuka pintu kedai. Kini mereka sedang beradu kening, bibir kedua gadis itu mengembang seraya menggerakkan tangannya ke atas.

"Hey Jess!"

Keduanya terlihat seperti lama tak berjumpa, nyatanya mereka bertemu hampir setiap hari. Bertemu untuk membagi sejuta keluhan yang di alami sepanjang hari.

"Baiklah Kate, aku yang pertama untuk mendengarkanmu." Ucap gadis itu seraya mengeluarkan gulungan tembakau miliknya dari kotak. Nampaknya ia sudah tau melalui raut wajah Catherine yang sangat kesal.

* * * * *

Kini hujan mulai reda, keduanya meninggalkan kedai lalu menuju motor mereka masing-masing. Kate memakai jaket kulit hitamnya yang nampak serasi dengan motor hitam miliknya. Ukuran motor itu terlihat lebih besar darinya. Sedangkan Jess sudah siap di atas motornya lengkap dengan setelan merah yang ia kenakan, gadis itu menyukai warna yang terang. Jauh berbeda dengan Kate yang menyukai warna hitam putih.

"Ayo balapan! Siapa yang terakhir sampai adalah pecundang!" Teriak Kate dengan sangat antusias.

Keduanya melaju bersamaan, hingga tidak ada yang mengetahui siapa yang di depan dan siapa yang di belakang. Hiruk pikuk mesin motor yang sedang bekerja terdengar sangat keras. Mereka sudah sangat jauh dari jalan pepohonan yang sepi tempat kedai itu berada, lampu - lampu kota New York mulai terlihat. Perlahan mereka menurunkan kecepatan motornya.

"Wo ho! Aku bahkan tidak tahu siapa pemenangnya." Kate memasang raut wajah kelelahan tetapi masih ada kebahagiaan disana.

"Lain kali biarkan aku memilih kedainya, yang tadi itu sangatlah jauh." Sahut gadis di sebelahnya itu seraya membuka kaca helmnya.

"Ayo masuk!" Ajak Kate yang kini sedang berusaha menarik tangan Jess. "Tidak usah, aku buru-buru. Kau tau, terakhir kali aku mampir adikmu melempariku dengan bonekanya." Sahut Jess dengan wajah kesalnya.

"Yea, Addison." Kate memutar kedua matanya bersamaan, wajahnya sangat kesal membayangkan adik kecilnya itu.

"Allright, see you!"

Gadis itu melangkahkan kakinya menuju pintu rumah, ia mendengus kesal. "Bersiaplah menghadapi serbuan macan." Batinnya.

Yap, tepat saat Kate mendorong pintunya perlahan mencoba untuk mengintai keadaan di dalamnya. Sosok macan itu telah berdiri di ambang pintu.

"Catherine" perempuan paruh baya itu menyambut Kate dengan raut wajah khawatirnya. Kali ini ia terdengar berbeda, tak ada satu pun kata menjengkelkan yang keluar dari mulutnya. Suaranya terdengar sangat lembut seraya menarik pundak Kate masuk kedalam rumah.
"Dari mana saja kau Catherine Swan?!"
Saat ini suaranya mulai tegas, menampakkan raut wajahnya yang kesal. Tidak hanya itu, perempuan itu mulai mengeluarkan kata kata menjengkelkan, serbuan macan. Kate terkekeh mengingat akan sebutan yang ia berikan untuk ibunya sendiri. Karena perempuan itu tak berhentinya mengomel Kate berusaha mengabaikannya, ia berjalan melampaui ibunya lalu bersiap melangkahkan kaki ke anak tangga.
Langkahnya terhenti ketika mendengar nama laki - laki itu.

iT's YoUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang