Yo minna!
Ceritanya lagi rajin, makanya update-nya cepet :v
*Maafkan daku yang super duper males ini*
Anyway, here's chapter 4!
*Clap hands*
{Winry's POV}
"Apa makna keluarga bagimu?" Tanyanya.
Keluarga... makna keluarga...
Kata – katanya terngiang – ngiang di kepalaku. Terus berlanjut seperti gema yang tidak ada habisnya.
Benar juga, aku belum pernah memikirkannya.
Keluarga. Satu kata beribu makna.
Apa makna keluarga bagiku?
"Makna keluarga... bagiku?"
"Ya, makna keluarga bagimu."
Aku pun tertawa pahit.
"Apanya yang lucu?" Ed terheran – heran melihat sikapku.
Aku hanya menggeleng, dan berujar dengan muram:
"Keluarga itu seperti gelas, bisa kau isi dengan apa saja. Kegembiraan, kesedihan, pilihlah yang kau mau. Tapi mereka sangat rapuh, sekali kau menghilangkan kepercayaan mereka denganmu, atau membuat mereka kecewa, maka ikatan dengan keluargamu itu akan hancur. Seperti gelas yang terjatuh dan pecah berkeping - keping, tidak bisa disusun kembali tanpa membuat kita terluka."
Ia hanya diam saja mendengar jawabanku.
"Nah..., Ed...," gumamku tanpa mengalihkan pandanganku darinya, "sekarang giliranku yang ingin mendengar tanggapanmu. Apa makna keluarga bagimu?"
"Kau ingin mengetahui jawabanku?" Tanyanya.
"Ya."
Ia berpikir sesaat, lalu bergumam dengan pelan:
"Keluarga itu seperti fatamorgana, Seolah – olah hadir disaat kita membutuhkan, seolah – olah menawarkan bahu mereka ketika kita membutuhkan senderan. Tapi saat kita mendekati mereka, mengharapkan bantuan yang mereka berikan, mereka pun menghilang. Meninggalkan kita begitu saja dalam sekejap. Membuatku terkadang bertanya, apakah mereka hanya ilusi semata? Apakah sebenarnya 'ayahku' dan 'ibuku' itu tidak pernah ada?"
Aku terhenyak mendengar jawabannya.
Diam – diam kulirik Ed dari sudut mataku.
Berdirilah ia, tepat di hadapanku. Seorang anak yang berusia kurang lebih 15 tahun, rela melawan bahaya dan mempertaruhkan nyawanya demi sebongkah batu.
Ya, sebongkah batu.
Sebongkah batu yang terlahir dari kreasi jari – jemari milik seorang jenius yang berusia hampir enam abad.
Batu bertuah, karya Nicholas Flamel.
Batu yang konon katanya bisa menyembuhkan segala penyakit, membuatmu kaya – raya, bahkan membuatmu hidup abadi.
Dan yang paling spektakuler dari semuanya:
Menghidupkan kembali yang sudah tiada, siapapun atau apapun itu.
Dan karena alasan itulah dia kehilangan 'mereka'.
Sosok yang biasa kita panggil 'ayah' dan 'ibu'.
Karena alasan itulah, dia telah kehilangan tangan, kaki, dan adiknya sendiri.
Ya, Al sebenarnya sudah mati.
Lebih tepatnya, tubuh fananya – lah yang sudah tiada.
Entah bagaimana caranya, Ed berhasil menanamkan jiwa Al kedalam sebuah baju perang tua yang sudah tidak terpakai. Jadi Al bisa 'hidup' sampai sekarang. Walaupun terkadang orang salah mengenalinya sebagai Fullmetal Alchemist, dan membuat Ed jengkel.
Walaupun begitu, ia masih tetap mencari batu itu, dan berhasil melewati masa - masa kritisnya bertahun - tahun yang lalu.
Aku iri denganmu Ed.
Kapan aku bisa sekuat dirimu?...
Aku tenggelam dalam pikiranku sambil terus memandang lengan automailnya. Keheningan kembali meliputi kami berdua.
"Hey, Ed...," gumamku, berusaha memecahkan keheningan, "aku ingin bertanya padamu, tapi sebelumnya, aku ingin kau menyetujui permintaanku terlebih dahulu."
Dia menatapku dengan gugup, lalu mengangguk.
Oke Winry, tarik nafas dalam – dalam, ini tidak akan membunuhmu, tenang saja.
"Pertama, aku ingin kau berjanji kalau kau tidak akan memberitahukan hal ini kepada siapapun, termasuk nenek Pinako, Al, Riza, ataupun Kolonel Mustang. Dan, tidak ada alasan Ed, kumohon jangan bertanya padaku kenapa."
Ed, yang baru saja hendak membuka mulutnya, kembali menutupnya dengan sedikit tersinggung.
"Kedua, kalau terjadi sesuatu kepadaku, kumohon padamu, Ed, tolong jangan cari aku. Bawa nenek Pinako bersamamu dan Al, pergi sejauh mungkin yang kau bisa dari sini. Menyamarlah kalau perlu, jangan bicara kepada siapapun kecuali keadaannya sudah sangat terdesak. Tolong simpan pertanyaanmu untuk nanti Ed, biarkan aku menjelaskan semuanya terlebih dahulu."
Ed, untuk yang kedua kalinya, kembali mengatupkan mulutnya dengan amat sangat tersinggung.
"Ketiga...," nafasku mulai tercekat di tenggorokanku. Inilah bagian tersulitnya, "tolong jangan anggap aku bercanda ataupun bergurau, dan jangan tertawa. Aku menyampaikan seluruh hal ini bukan untuk ditertawakan, memang kedengarannya tidak masuk akal. Tapi, tolong percaya padaku."
Ed mengangguk. "Tentu saja aku pecaya padamu." Katanya.
"Bagaimana? Kau setuju?"
"Hanya tiga syarat? Tentu saja aku setuju, Win!"
Dia sama sekali tidak takut.
Rasanya aku ingin menangis lagi.
Apakah kau masih mau menerimaku? Memandangku dengan tatapan yang sama seperti dulu? Setelah kutunjukkan wujud asliku kepadamu?
"Baiklah kalau begitu, Ed. Tolong jawab pertanyaanku dengan jujur."
"Akan kulakukan, Winry." Tegasnya.
Kukepalkan tanganku, sudah terlambat untuk mundur sekarang!
"Ed, apa kau... percaya pada malaikat?"
Jeng jeng jeng jeng!~
Kita sudahi dulu (eakk bahasanya :v) EdWin moment sampai disini.
Selanjutnya apa yah? NaLu kah? MeliZabeth kah? YatoRi kah? Haru x Elie kah?
Hmmmm..., opsi pertama sepertinya bagus nih.
Oke! NaLu trash! Here i come! *cliche epic backsound*
See you soon! ~ 3 3
KAMU SEDANG MEMBACA
Wings of Destiny (Fairy Tail Crossover / 5 anime crossover)
RomanceKami memang terlihat seperti gadis gadis biasa, tertawa bersama teman, dan selalu tersenyum. Tapi tahukah kalian? Bahwa senyum kami ini palsu? Bahwa di balik rangkaian bulu bulu putih suci yang tertanam di pundak kami ini, terdapat rantai kelam masa...