Part 2

32 2 0
                                    

Masih bingung soal Jose, aku memutuskan untuk mengabaikannya. Biarlah waktu yang akan menjawab semua. Dan waktu pun berlalu begitu cepatnya.

Bel sekolah bernyanyi dengan riangnya, membangkitkan semangat siswa-siswi untuk segera meninggalkan kelas yang sudah terasa seperti penjara paling mengerikan itu. Aku sendiri tidak terburu-buru untuk meninggalkan kelas, aku masih akan menunggu Nindya, Sintia, dan Jihan untuk pergi ke tempat les bersama-sama. Ah, itu dia mereka. Aku segera mengisyaratkan mereka agar segera ke gerbang sekolah dan ke tempat les.

Kupikir setelah aku keluar dari gerbang sekolah, aku akan berjalan dengan santai kemudian dengan mulus sampai di tempat les. Dugaan bodoh itu sangat salah, di depan gerbang ada Vanny dan Melda, teman sesama berandalan juga, dan alumni SMP yang sama denganku. Matilah aku, pokoknya jangan sampai mereka melihat wajahku! 

Hei! Tunggu! Kenapa Nindya malah mendekati dua orang itu!? Aku berusaha untuk berpikir positif, barangkali hanya mengobrol hal sepele. Tapi...

"Nya, sini deh!" panggil Nindya. Sebenarnya kalau bisa sekarang aku sudah harus lari menyusul Sintia dan Jihan yang sudah lebih dulu berjalan. Terlambat, sekarang aku harus berhadapan dengan dua orang yang daritadi aku berusaha untuk menghindari mereka.

"Ini ceweknya Jose itu, kan?" Nindya dengan santainya malah menunjukku. OH TIDAK, ini malapetaka! Aku tahu maksud Nindya itu hanya bercanda saja, tapi dia terlalu ceplas-ceplos sehingga ini bisa jadi bencana. Vanny sudah menampakkan muka tak senangnya, begitu juga dengan Melda.

Melda berurusan denganku karena orang yang disukainya, Reno, yang dulu alumni SMP yang sama denganku juga, malah menyukaiku. Walaupun aku tidak suka pada Reno, dan menganggapnya hanya sebatas teman saja, kenapa Melda malah ingin melabrakku? Aku tidak mengerti sikap cewek-cewek berandalan seperti ini! Aku cuma bisa pasrah saja menerima semuanya.

"Sini dulu deh," Vanny memanggilku dengan nada ketus. Aku benar-benar tidak terselamatkan sekarang.

"Heh, lo gausah sok-sok gitu ya sama Jose! Mentang-mentang pinter lo bisa seenaknya!"

"Tau sih! Reno juga gausah lo rebut!"

"Aku enggak bermaksud seperti itu jadi kalian enggak usah sok tahu!!!" keberanian itu akhirnya muncul. Antara sadar atau tidak, terucap kata-kata itu dari mulutku. Sedikit lega juga melihat aku bisa seberani itu.

Vanny memicingkan matanya, kemudian menatapku lebih tajam daripada tadi. Duh, apakah keberanianku ini malah semakin memperberat masalah? Semoga saja tidak.

"Van, udah kasian. Lepasin aja, buang-buang waktu kita ngelabrak dia," ujar Melda pada Vanny. Akhirnya! Itu kata-kata yang paling kunanti setelah aku berusaha untuk tidak gentar dan takut menghadapi mereka. Setelah mereka hilang dari pandangan, segera kususul Jihan, Sintia, dan Nindya yang sepertinya sudah sangat jauh meninggalkanku.

-

Hari ini Idul Fitri, waktu yang sudah dinantikan oleh umat muslim sedunia, merayakan kemenangan mereka setelah berpuasa sebulan penuh. Kami sekeluarga mudik ke Surabaya, ke rumah nenek dan kakek. Melepas kerinduan setelah sudah lama tak bertemu.

Capek sekali setelah membantu membuat kue lebaran! Aku memutuskan untuk rebahan di sofa sambil memainkan handphone-ku. Sejak kemarin banyak sekali BBM ataupun mention di Twitter, bukan karena aku seorang artis, tapi karena memang mereka ingin bermaaf-maafan denganku.

Nananana... BB-ku berbunyi nyaring sekali, itu berarti ada BBM masuk. Setelah kucek, ternyata itu BBM dari orang yang sangat tidak terduga. Melda.

'Nya, maafin gue ya kalo gue punya salah.' cubit pipiku! Ini bukan mimpi, kan? Aku tertawa puas sambil bergumam dalam hati. Yang benar akan selalu menang, Kanya gitu, loh!

Bruk! Ups, aku terlalu senang sampai jatuh dari sofa. Untung lantai di dekat sofa dilapisi karpet, kalau tidak aku pasti sudah mengerang kesakitan dari tadi!

"Kenapa, Nya?" tanya Om Agus, adik kedua mamaku sambil memasang raut wajah heran.

"Enggak, Om. Kepo banget sih, hahaha," jawabku sambil kembali tertawa. Kulihat sekilas wajah Om Agus yang masih keheranan. Biarkan saja, aku masih mau menikmati kesenangan kecilku ini. Setelah membalas BBM Melda, aku melihat Recent Updates, siapa tahu ada yang pasang Personal Message lucu atau ganti Picture yang bagus jadi bisa ku-save.

Tapi yang ada di puncak RU-ku malah Vanny. PM-nya tertulis 'KTW' lengkap dengan simbol orang sedang marah. Tunggu, itu kan inisial namaku? Kanya Tania Windawati? Setelah Idul Fitri ini, dia masih marah padaku? Masa bodoh lah, aku tidak peduli. Yang penting Melda sudah minta maaf padaku.

Iseng kucek kontak Vanny, dan kulihat bagian Status-nya. Statusnya bukan lagi inisial nama Jose, 'J'. Tapi sudah diganti jadi available. Apa ini artinya Jose sudah putus dengan Vanny?

Langsung kucek kontak Jose, dan ternyata statusnya juga sudah available. Kesimpulanku benar, Jose sudah putus dengan Vanny. Tapi kenapa dia malah marah padaku? Sudahlah, tidak usah menanyakan hal yang sudah pernah kutanyakan! Buang waktu saja.

PING!!! Kurasa BB-ku bergetar, pasti ada BBM. Aku kaget, itu dari Jose.

'Ya?'

'Lagi ngapain?' dia mengajakku mengobrol? Tidak salah?

'Rebahan di sofa.'

'Oh :)' dia pasang emoticon smile! Rasanya ada sesuatu yang khusus.

'Btw kamu lebaran dimana?' sengaja kupancing dia, aku ingin tahu seberapa antusiasnya dia BBM-an denganku. Namanya memang seperti orang non-Muslim, tapi dia beragama Muslim, sama seperti Vanny, namanya memang seperti itu tapi dia Muslim.

'Di Makassar,' 

Dan jadilah, kami mengobrol seru sampai beberapa jam kemudian Jose pamit ingin men-charge BB-nya yang sudah habis baterai. Aku tak menyangka Jose bisa sebegitu mengasyikkannya, padahal di sekolah dia terlihat biasa saja. Rasanya dia tidak terlalu buruk, dan entah kenapa feeling-ku jadi lain.

*bersambung*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

5 month(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang