II

98 3 0
                                    

Hari ini Albion terus menyenderkan kepala di meja dan merenungi kepahitan kisah cintanya. Penjelasan dari bu Fitri -guru Matematika yang cukup disegani di SMA Harvard- pun hanya melayang-layang di fikirannya.

"Albion coba kerjakan soal nomer 7 di papan tulis!"

Suara bu Fitri membuyarkan lamunannya.

"Saya bu?" tanyanya Albion memastikan.

"Iya, kamu, cepat Asimov!"

Albion pun menghadapi soal di depan sambil ingin menangis kalau saja dia orang yang cengeng. Tapi berhubung image-nya sebagai kapten basket, dia tetap tegar menghadapi soal di hadapannya.

"Hayo? Nggak bisa kan?" ujar bu Fitri. Albion manggut-manggut. "Makanya daritadi dengerin penjelasan Ibu dong. Ibu kan udah capek-capek ngejelasinnya... *blablabla*"

Albion hanya manggut-manggut karena tidak ada gunanya juga jika harus mendebati guru. Bisa semakin parah hukumannya.

Akhirnya setelah berbicara panjang. Bu Fitri menasehati Albion dan murid-murid XII IPA lain agar lebih memperhatikan guru karena sebentar lagi mereka akan menjalani ujian. Albion manggut lagi. Sebagai bonus, saat istirahat tiba, Albion harus membantu mengantar buku-buku ke ruang guru. Albion pasrah.

***

Di koridor Albion yang membawa buku-buku ke ruang guru memasang wajah sok kecenya. Barangkali ia bisa menarik perhatian.

Perhatian siapa?

'Bruk'

Bukannya menarik perhatian karena ke'kece'annya, sekarang ia jadi ditertawakan. Terjatuh tepat di depan ruang guru, sangat lucu.

"Ma... maaf," ujar seorang gadis yang baru saja menabraknya.

Gadis itu membantu membereskan buku yang terjatuh karena ulahnya. Albion mengumpulkan kesadarannya sementara orang-orang di koridor memperhatikannya.

"Sekali lagi maaf, Bi. Duluan ya,"

Albion masih terdiam dan menatap buku yang sudah tertata rapih di depannya. Ia membawa buku dan bangun kembali, berjalan masuk ke ruang guru. Ia masih mengumpulkan kesadarannya.

Baru saja ia ditabrak oleh seorang gadis yang membuatnya tertarik baru-baru ini dan gadis itu memanggilnya dengan 'Bi'.

"Aaaaaaa!" ia berteriak dan berjalan riang sementara guru-guru disana menatap ia sadis.

***

Hari ini Veranda merasa gelisah. Kemarin ia pergi ke dokter dan dokter menyuruhnya agar tidak terlalu keletihan. Sedangkan kurang dari seminggu lagi dia harus tampil dalam pameran seni untuk mempresentasikan sketsa karyanya. Gambaran seorang laki-laki tampan yang sudah lama ia kagumi.

Dokter belum mendiagnosa penyakitnya tapi dokter menyuruhnya untuk tetap waspada. Bahkan kemarin, Aaron adiknya sampai menjemputnya ke sekolah karena takut terjadi apa-apa. Padahal kan ia hanya pusing.

Memang hanya pusing sih, tapi pusingnya bisa kumat kapan saja. Seperti saat ini. Bu Nurhayanti menyuruhnya mengambil buku Sejarah di ruang guru dan tiba-tiba kepalanya menjadi sangat pusing sampai tiba-tiba..

'Bruk'

"Ma... maaf," hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut Veranda. Ia langsung merapihkan buku yang baru ia jatuhkan.

Setelah merapihkan semua buku, ia baru melirik orang yang ditabraknya barusan. Dengan samar-samar ia membaca nametag yang tertera di dada orang itu 'Albion Asimov'.

"Sekali lagi maaf, Bi. Duluan ya," ujar Veranda singkat langsung menuju meja bu Nurharyanti.

'Apa tidak salah memanggil orang itu dengan Bi?'

Idol Nante YobanaideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang