She sits there in the corner
Remained silent ...
As if she is waiting for someone
Or something like miracle
Her turquoise eyes were large and round
Beautiful but emotionless
Like a marionette
An abandon puppet ...
Being left alone and forgotten
Paris, 1945
Sebuah kereta api terlihat memperlambat lajunya ketika kereta itu sampai di stasiun St. Lazare, Paris. Kepulan asap terlihat mengepul dari cerobong asap kereta api pertama yang datang pagi itu. Setelah kereta api itu berhenti, terlihat banyak orang yang keluar dari pintu-pintu kereta yang terbuka kemudian berjalan menuju pintu keluar stasiun.
Stasiun St. Lazare, Paris, pukul 9 pagi di bulan Agustus, musim panas dengan suhunya yang hangat, tampak sempurna bagi warga Paris untuk menikmati suasana kota. Terlebih setelah seluruh Perancis telah berhasil dibebaskan dari pendudukan Jerman dengan bantuan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat.
Tidak ada lagi tentara Jerman yang berkeliaran untuk berpatroli. Tidak ada lagi suasana mencekam ketika melewati stasiun atau tempat-tempat umum. Tidak ada lagi antrian panjang pemeriksaan kartu identitas oleh tentara Jerman. Seluruh Perancis kini telah menikmati kebebasannya.
Di salah satu gerbong kereta, terlihat seorang gadis dengan baju terusan berwarna cokelat tua yang membalut tubuhnya yang kurus. Dia terlihat berbeda dari orang-orang di stasiun itu yang berjalan dengan langkah percaya diri dan topi di kepala mereka.
Gadis itu satu-satunya orang di stasiun itu yang tidak memakai topi. Hingga rambut panjangnya yang berwarna madu, warna cokelat gelap dan pekat itu terlihat sedikit berantakan, seperti baru bangun dari tidur. Beberapa helai rambutnya tampak menjuntai di wajahnya.
Baju cokelat terusan berlengan pendek yang dia kenakan juga terlihat sedikit lebih besar dari ukuran tubuhnya yang memiliki tinggi 165 cm dengan berat hanya 45 kg.
Gadis itu terlihat kikuk, kaki kanannya turun dari gerbong kereta dengan langkah ragu-ragu, seolah dia tidak tahu sedang berada dimana dan kemana dia akan pergi. Dia menoleh ke kanan dan kiri, terlihat bingung hendak memilih jalan yang mana.
Dia mendekap perutnya dan mengambil nafas panjang sebelum akhirnya sepatu cokelat tua bersol 3 cm datar yang dia kenakan tampak melangkah ke arah kiri, arah yang dituju oleh orang-orang yang keluar dari gerbong kereta yang dia naiki.
Tanpa membawa tas, topi dan rambut yang berantakan membuat beberapa orang yang melewatinya di stasiun yang ramai itu melihat ke arahnya. Gadis itu hanya menunduk, mencoba memahami, wajar jika orang-orang itu menganggapnya gelandangan karena penampilannya yang sama sekali tidak menunjukkan penampilan seseorang yang bepergian.
Kedua matanya yang lebar dengan bulu mata berwarna madu yang lentik hanya bisa menunduk menatap lantai stasiun sambil sesekali melihat ke arah dinding di sepanjang lorong stasiun yang dia lalui, seolah mencari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN
Historical FictionTidak ada yang tahu siapa Emilie. Orang hanya tahu jika Emilie adalah gadis bertubuh kurus dan pendiam, yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang janda pemilik toko sabun bernama Nyonya Madeleine. Pada musim gugur 1945, putra tungga...