X

238 20 2
                                    

Kaffa men-dribble bola basketnya. Ia kini sedang berada di lapangan basket di depan pekarangan rumahnya. Nampak sosok sahabat dekatnya sejak kelas 10, Alvaro Maheswara, tengah duduk dibawah ring basket.

"udah dulu, sih, Kaf, mainnya. Gue capek."

"yaelah, lebay banget mentang – mentang libur," Kaffa langsung mengambil tempat di sebelah Varo.

"oh, iya. Lo udah liat kelas kita di website sekolah?" Tanya Varo

Kaffa hanya menggelengkan kepalanya, "paling juga kita beda kelas, kan? Sekelas mulu sama lo dari kelas 10 bosen," balas Kaffa cuek.

Nampak Varo ingin membalasnya namun terhenti karena teringat sesuatu, "oh, gitu. Sebenarnya gue pengen ngasih tau lo sesuatu, sih. Tapi kayaknya lo lagi gak berkenan, ya?" ujar Varo dibuat – buat.

Sontak, Kaffa langsung menoleh dengan pandangan seribu tanda Tanya melayang diatas kepalanya.

"jadi, gue sama lo masuk kelas unggulan," ucap Varo dalam sekali hembusan napas.

"Buset! Kok bisa?!" Kaffa kaget bukan main, pasalnya, mereka bisa dikategorikan sebagai anak yang menonjol di eksul disbanding akademik. Pasti akan menjadi suatu beban bagi mereka nantinya berada di kumpulan orang – orang yang rajin.

Varo mengangkat bahunya, seakan dapat membaca pikiran Kaffa, ia melanjutkan dengan santai "kata Elita, sahabatnya si ehem – ehem, ada dua orang pindah, mereka anak unggulan. Dan parahnya lagi, nama kita yang berada dibawah nama mereka jadi naik buat mengisi bangku kosongnya,"

Kaffa hanya mengangguk pasrah, ia kembali berdiri dan men-dribble bola basketnya lagi.

Lagi – lagi, seperti bisa membaca tingkah laku sahabatnya itu, Varo berkata, "pasti gak akan terasa berat kok, kan, lo sekelas sama Violetta."

"Hah?! Violetta?! Anjrit, serius lo?!" Kaffa melempar bolanya kesembarang arah saking semangatnya. Naas nya, bola itu mendarat di tempat yang salah.

"buat apa sih, gue bo—Dugh," Kaffa berlari panik menghampiri sahabatnya, terlihat darah mengucur dari kedua lubang hidungnya.

"ah, anjir, sakit. Gila ya lo!" omel Varo sembari menahan sakit.

"eh, aduh, sorry Var, gue bener-bener excited," lanjut varo ketika tangannya terulur memberi handuk yang langsung diterima oleh Varo.

"yaudah. Tanggung jawab nih!" tuntut Varo yang dibalas hanya dengan kekehan Kaffa.

"lo tau gak sih, kata-kata lo itu, sounds like we're gay, you know?"

"gaduli, yang penting gue gamau ketampanan gue berkurang gara-gara bola basket lo yang sialan itu," balas Varo sinis sementara Kaffa hanya bisa nyengir dan membuat simbol peace di tangannya.

🔺 🔻


"lima hari lagi masuk, gue jadi gak sabar gini, Var,"

Kini mereka sedang menonton kingsman di home theater keluarga Kaffa. Ya, Varo sedang menginap dirumahnya. Hal rutin yang sering mereka lakukan secara bergantian jika sedang libur atau tidak ada tugas. Sementara, kedua orang tua Kaffa sedang berlibur, jadilah mereka disini hanya bersama dengan Bi Minah.

"whatever," balas Varo sekenanya. Ia memang tidak suka jika diajak berbicara ketika menonton.

"kira - kira, gue bisa deket gak, sama dia? gue tertarik sih, lebih tepatnya, penasaran. Kok bisa ya dia gapernah pacaran selama ini? gimana cara gue biar bisa deket sama dia?"

"uuu, kapten basket kebanggaan Pelita Nusa tunduk sama seorang cewek, guys."

"cih, gue minta saran, bukan cemoohan, Alvaro Mahesa."

Varo menghadap kekiri, menatap Kaffa. Tak dihiraukannya lagi film Kingsman yang sedari tadi mereka tonton. Ralat, hanya dirinya yang menonton, sedari tadi Kaffa uring-uringan tentang Violetta.

"gini, ya, Kaf, be yourself aja. 95% diri lo, 5% nya, yaa, jaim dikit, lah," ujar Varo sembari menimang-nimang dagunya.

"maksud gue, cara deket sama dia nya gimana? Lo tau sendiri lah, siapa sih yang gak berusaha deketin dia? Cuma lo doang yang nggak," balas Kaffa lesu.

"change yourself, maybe?" ujar Varo agak ragu.

"lah, somplak, tadi katanya be yourself aja," protes Kaffa geregetan.

"ya maksud gue, rubah dikit, kan kita masuk kelas unggulan, ganti image lo gitu dimata dia. From the Emotional Basketball Captain, to the Calm and Heart Warming Kaffa," balasan Varo dihadiahi tatapan 'maksud-lo-apa-gue-gak-ngerti' dan sejujurnya, ia agak geli dengan embel-embel 'heart warming'.

"ya contohnya dengan cara minta diajarin pelajaran sama dia. Alasannya gampang, karena kita sama-sama mahluk goblok yang nyasar ditengah orang dengan IQ 500 keatas," balas Varo yang hanya dibalas dengan hembusan napas berat Kaffa.

'dasar lebay,' batin Kaffa.

🔺 🔻


A/n

Okay! Gue dateng lagi dengan cerita abal lain, tolong dimaklumi kalau gue memang buntu untuk melanjutkan cerita sebelah. Ampun, mba, mas.

TrespassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang