Chapter 2

2.9K 380 10
                                    

"Jimin?"

Yoongi dengan panik menepuk wajah Jimin, berusaha untuk mengingatkannya agar tetap sadar bagaimanapun caranya. Tapi sayang, usahanya tidak membuahkan hasil. Kedua pipi Jimin sangat dingin dan pucat, hal ini makin membuat Yoongi khawatir.

Ia sekarang sudah benar-benar bingung, bagaimana tidak? Ia sedari tadi mengikuti Jimin berjalan sampai ke tengah kota dan ia sama sekali tidak tahu lingkungan sekitar sini. Wajar saja, Yoongi tidak pernah keluar rumah jika tidak berkepentingan dan inilah hasilnya.

Tersesat.

Yoongi menolehkan kepalanya ke segala arah, mencari toko atau kafe yang masih buka. Setidaknya ia harus segera memberikan minuman atau makanan hangat untuk Jimin.

Matanya tidak dapat melihat keberadaan tempat yang ia maksud tadi, sungguh sial Yoongi hari ini. Ia memutuskan untuk berlari kecil dan mendekap Jimin lebih erat, berharap sesegera mungkin dapat menemukan tempat yang menyediakan 'kehangatan'.

Yoongi membulatkan matanya saat melihat seberkas cahaya lampu berwarna merah bertuliskan 'kafe' di ujung jalan yang sepi ini, ia dengan semangat berlari ke arah kafe itu sambil terus mendekap Jimin yang tak sadarkan diri di punggungnya.

Ia bernafas lega saat melihat seorang pelayan yang sedang membersihkan salah satu meja di kafe tersebut, pertanda bahwa tempat ini masih buka. Yoongi mendorong pintu kafe dan diiringi suara lonceng yang digantung tepat diatas pintu tersebut, berhasil menarik perhatian pelayan tadi.

"Selamat sore, tuan. Ada yang bisa aku bantu?" pelayan dengan jahitan benang bertuliskan 'Seokjin' di kemeja hitamnya menyambut kedatangan Yoongi dengan ramah. Yoongi tersenyum dan mengangguk.

"Tolong buatkan aku dua gelas coklat hangat dan carikan aku tempat yang nyaman."

"Baik, tuan. Tapi sepertinya lelaki di belakangmu sedang sakit, apa benar?" raut wajah Seokjin berubah menjadi cemas saat melihat Jimin yang sudah sangat pucat.

"Iya, temanku ini tidak tahan dengan suhu dingin." Yoongi tersenyum sedih ke arah pelayan tadi.

Seokjin mengangguk pelan, ia mengerti keadaan pelanggannya ini. Ia menuntun Yoongi ke sebuah sofa dan mempersilahkannya duduk.

"Kau bisa duduk disini, tuan."

"Baik," Yoongi melirik jahitan di sebelah kiri kemeja pelayan ini, penasaran dengan namanya. "Seokjin? Terima kasih." Yoongi kembali tersenyum.

"Kembali, tuan. Sekarang aku permisi dulu, biar aku buatkan pesananmu tadi." Seokjin membungkukkan badannya lalu meninggalkan kedua pelanggannya yang baru saja duduk.

Yoongi perlahan menurunkan Jimin dari punggungnya dan merebahkan lelaki itu di sofa. Ia menatap Jimin yang masih belum sadar dengan tatapan sendu, terbesit rasa bersalah karena ini semua akibat ulahnya sendiri. Jika saja Yoongi bersikap tenang sebelumnya, Jimin tidak akan seperti ini.

Ia duduk di lantai tanpa alas, tepat di samping wajah Jimin. Dengan perlahan, ia menyibak surai oranye yang menutupi mata Jimin. Yoongi benar-benar menyesal.

"Permisi, tuan. Ini pesanan anda." Suara Seokjin dan aroma coklat panas berhasil menarik perhatian Yoongi, ia menoleh ke arah Seokjin.

"Ah, ya, terima kasih."

"Aku taruh pesananmu di meja ini, tuan. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil aku. Jangan ragu-ragu."

"Tentu, tapi sebelumnya,"

"Ada apa, tuan?"

"Aku perlu air hangat dan handuk kecil."

"Baiklah, mohon tunggu."

Yoongi tersenyum, jarang sekali ada pelayan yang seramah dan sesopan Seokjin. Biasanya ia tidak pernah diperlakukan sebaik ini oleh orang lain, kecuali Jimin.

Ia menatap secangkir coklat panas di atas meja, ini adalah minuman kesukaannya. Dengan hati-hati, Yoongi mengambil cangkir tersebut dan sedikit meniupnya. Uap panas menyentuh permukaan wajahnya dan ia merasa sangat nyaman. Yoongi meminum coklat panasnya yang sedari tadi ia tatap, matanya berbinar.

'Sungguh, ini enak sekali.' batin Yoongi sambil menutup matanya, coklat panas memang yang terbaik saat kau sedang terkena efek salju.

Kegiatan meminum coklat Yoongi sedikit terganggu saat suara serak seorang lelaki berhasil ditangkap gendang telinganya,


"Yoongi-hyung.."

It's Cold Outside | YoonMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang