"Yoongi-hyung.."
Dengan sigap, lelaki yang namanya baru saja disebut menolehkan wajahnya ke arah sumber suara tadi. Akhirnya, Jimin terbangun.
Yoongi segera mendekati Jimin dan meletakkan telapak tangannya di dahi Jimin, masih terasa dingin. Ia langsung saja memanggil Seokjin untuk segera menghampirinya.
"Oi, Seokjin! Dimana air hangat dan handuk yang aku minta tadi?"
"Maaf, tuan! Akan segera aku antar! Aku tadi sedang menghangatkan airnya!" sahut Seokjin dari balik pintu dapur kafe tersebut, raut wajahnya berubah menjadi senang saat melihat Jimin yang sudah sadar.
Yoongi menggelengkan kepalanya, pelayan itu sangat sopan. Ia mengagumi kesabaran Seokjin dalam melayaninya.
"Seokjin siapa, hyung? Kita sekarang dimana? Apa yang terjadi kepadaku?"
"Hei, hei, bertanyalah satu persatu."
Lelaki bersurai mint itu tertawa kecil akibat mendapati Jimin yang sedang kebingungan, menolehkan wajahnya ke segala arah untuk menginspeksi lingkungan sekitarnya yang asing.
"Kita sedang berada di sebuah kafe dan Seokjin adalah pelayan kafe ini. Ia sangat baik dan ramah, kau tahu?"
Jimin hanya menganggukkan kepalanya dengan polos, ia benar-benar kebingungan.
"Kau tampak bingung, Jim. Apa perlu aku ceritakan apa yang telah terjadi?"
"Ceritakan, hyung."
"Kau tadi sore hendak membelikanku makanan, jadi kau berjalan sendirian ke toko swalayan tanpa menggunakan jaket tebal, benar?"
Jimin menganggukkan kepalanya, lagi.
"Aku mengikutimu sejak saat kau keluar dari apartemen kita, tapi kau malah mengarah ke pusat kota. Aku awalnya takut jika kita akan tersesat, tetapi aku terus mengikutimu."
Yoongi berhenti sejenak untuk mengusap rambut Jimin, tersenyum kecil karena lelaki itu sangat serius mendengarkan ceritanya.
"Lalu tiba-tiba saja kau terjatuh, hampir jatuh lebih tepatnya. Aku segera menangkapmu dan aku baru sadar kau tidak memakai jaket tebal."
Jimin menepuk dahinya sendiri,
"Oh! Aku juga baru ingat!"
"Nah, kau pun pingsan. Kau tak ingat penyakitmu bisa kambuh saat udara sedang dingin?"
Jimin memalingkan wajahnya dari tatapan Yoongi. Ia merasa telah membebani Yoongi.
Lelaki bersurai oranye itu memiliki penyakit yang selalu kembali setiap tahun, hipotermia. Saat suhu tubuhnya turun, Jimin tahu si 'tamu setia' akan berjumpa dengannya.
"Maaf, hyung. Aku hanya ingin membelikanmu makanan agar amarahmu reda, tapi malah merepotkanmu." Jimin mengusap pucuk kepalanya, lagi-lagi merasa bersalah.
Yoongi menggelengkan kepalanya, "Sudah, tidak perlu dipikirkan. Lebih baik istirahat dahulu, tubuhmu masih terasa dingin."
Lelaki yang satunya menurut, kembali memejamkan matanya yang lelah.
"Permisi, tuan. Maaf mengganggu."
Yoongi menoleh dan mendapati si pelayan dengan handuk kecil dan sebuah baskom, ia pun menaruhnya di atas meja.
"Silahkan." Seokjin tersenyum dan langsung meninggalkan Yoongi.
Yoongi mengambil handuk kecil itu dan merendamnya ke dalam air hangat yang ada di baskom.
'Air ini terasa nyaman sekali.' gumamnya sembari tersenyum. Setelah dirasa cukup, ia memeras handuk itu untuk mengeluarkan air yang berlebih. Dengan perlahan, Yoongi menempelkan handuk basah tersebut pada dahi Jimin yang dingin.
Lelaki bersurai oranye itu menutup kedua matanya saat merasakan kehangatan mulai menjalar di area wajahnya. Sudut bibirnya yang pucat terangkat, merangkai sebuah senyuman kecil yang tak kalah hangat.
"Bagaimana?" tanya Yoongi yang sekarang mengusap hidung Jimin yang merah muda akibat perubahan suhu.
"Aku suka." Jimin terkekeh lalu menatap Yoongi.
Yang sedang ditatap hanya mendengung, ia meraih jemari kecil milik Jimin dan menenggelamkannya ke dalam baskom. Ia membasuh tangannya yang masih dingin sambil memperhatikan raut wajah Jimin, hampir tertidur.
"Hyung, apa kau lelah?"
"Tidak."
"Sudah, istirahat dahulu. Jangan sampai kau sakit."
"Ssh, jangan khawatirkan aku."
"Tapi-"
"Diam."
Jimin menggembungkan pipinya. Yoongi masih saja menyebalkan seperti biasa.
"Oh ya, aku tadi memesan coklat panas. Minumlah." Yoongi meraih cangkir di atas meja dan mendekatkannya ke bibir Jimin.
"Terima kasih, hyung."
Jimin meminum coklat panas itu dengan senang, ia merasakan cairan tersebut menghangatkan perutnya.
Yoongi tersenyum sembari menatap Jimin. Ia bersyukur lelaki itu tidak apa-apa. Tak ada lagi rasa cemas maupun khawatir.
Di luar sana memang dingin dan menusuk, tetapi Yoongi tak perlu pakaian serba tebal untuk tetap merasa hangat,
Ia punya Jimin, begitu pun sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Cold Outside | YoonMin
Fanfiction"Kita ini bagaikan salju, indah tetapi sangat dingin."