Cinta Yang Singkat Untuk Nuki Dan Tifani

41 4 0
                                    

"hari ini aku anterin pulang ya?" ujar Nuki kepada Tifani saat mereka sama-sama berjalan keluar kelas. Nuki dan Tifani adalah siswa kelas 1 di SMA Al-Azhar. Mereka pertama kali saling bertemu saat masa orientasi sekolah. Nuki langsung jatuh hati saat bertemu Tifani, ia adalah gadis manis berambut hitam yang panjang. Kulitnya putih, tatapan matanya sangat hangat, membuat Nuki selalu ingin memperhatikannya. Walaupun saat itu mereka belum saling kenal, tapi Nuki selalu menunggu Tifani lewat, hanya untuk dapat melihatnya. Bisa dibilang Nuki jatuh cinta kepada Tifani, dan ia ingin mengenal Tifani lebih dekat lagi. Saat sedang sendiri, Nuki selalu berdoa agar ia dipertemukan kembali oleh Tifani. Waktu masa orientasi yang hanya tiga hari tentu tidak cukup, Nuki ingin dapat melihat Tifani setiap hari. Nuki ingin Tifani jadi miliknya.
Ternyata doa Nuki didengar, ketika pengumuman pembagian kelas tiba. Namanya dan nama Tifani disebutkan dalam satu kelas, mereka ternyata sekelas. Betapa senangnya Nuki mendengar hal itu, harapannya selama ini terkabul. Nuki tidak membuang kesempatan, ia menyusun strategi untuk berkenalan dengan Tifani. Dari basa-basi menanyakan jadwal pelajaran, sampai selalu menanyakan tugas setiap hari. Sesungguhnya Nuki tahu benar tentang apa-apa saja tugas yang gurunya berikan, tapi ia sengaja pura-pura tidak tahu. suatu hari Nuki memberanikan diri meminta nomor telpon genggam Tifani,"Buat apa lo minta nomor gue?." Tanya Tifani. "buat sewaktu-waktu gue nanya tugas. Jadi gue bisa tanya sama elo." Jawab Nuki. Tifani pun dengan tidak ragu-ragu memberikannya, semenjak itu Nuki melancarkan usahanya mendekati Tifani. Ia selalu mengirimkan pesan singkat kepada Tifani hanya untuk berbasa basi menanyakan apakah dia sudah makan apa belum. Mereka pun jadi sering berkirim pesan singkat, hingga lama kelamaan mereka jadi dekat. Hari ini Nuki memberanikan diri menawarkan diri untuk mengantarkan Dahlia pulang. "boleh aja kalo Nuki gak keberatan." Jawab Tifani dengan nada suara yang lembut. Nuki tersenyum, "nggak kok."
Mereka berdua berjalan menuju parkiran motor, dimana motor Nuki berada. Pelan-pelan Tifani naik ke motor Nuki, jantung Nuki berdetak sangat cepat. Terutama saat tangan Tifani memegang pundaknya, Nuki seperti terbang. Dengan hati-hati Nuki mengendarai motornya hingga sampai di depan rumah Tifani. "kalo besok aku main ke rumah kamu boleh? Besok kan hari minggu." Tanya Nuki. "boleh kok kalo Nuki mau." Jawab Tifani dengan suara malu-malu. Nuki senang sekali. Keesokan harinya pukul 10 pagi Nuki sudah ada di teras rumah Tifani, Tifani duduk disebelahnya. Mereka saling memandang, raut polos dan malu-malu terukir di wajah mereka. "Nuki boleh ngomong serius gak sama Tifani?." Tanya Nuki dengan nada pelan. "boleh kok." Tifani menunduk. "sebenernya Nuki sayang sama Tifani, Nuki mau Tifani jadi pacar Nuki. Nuki mau jadi jalan pulang buat Tifani." Mereka sempat saling diam beberapa saat, lalu dengan wajah yang merah padam Tifani menggangguk. Jantung Nuki berdetak cepat, ia sangat bahagia mereka resmi berpacaran. Tifani memandang Nuki dan tersenyum, begitu juga Nuki. Tapi kemudian ibunya Tifani keluar. "Fani tolong belikan obat ibu dong, di agen depan sana." Ibunya Tifani memberikan sejumlah uang kepada Tifani. "iya bu." Lalu ibunya masuk. "Nuki anter ya." "iya", jawab Tifani. Nuki mengeluarkan sepeda motornya, seperti biasa Tifani naik dibelakangnya. Sepeda motor Nuki mulai bergerak meninggalkan rumah Tifani, dan Tifani sedikit menunjukan jalan kepada Nuki. Ia memang belum terlalu hafal daerah rumah Tifani.
Saat sudah pertengahan jalan, Nuki melihat ada sebuah kendaraan berat dengan roda besi besar. Beberapa tong-tong besar berwarna hitam berdiri disisi jalan, ternyata jalanan itu sedang diaspal. Jalanan itu terlihat sangat hitam, karena memang baru saja diaspal. Nuki ragu-ragu untuk lewat, tapi pikirnya pasti sudah selesai. Jika belum selesai pasti jalanan ini sudah ditutup, Nuki terus memacu sepeda motornya. Tetapi baru saja melewatinya beberapa meter, tiba-tiba Nuki merasa sepeda motornya berjalan semakin pelan. ketika Nuki melihat kebawah ternyata ban sepeda motornya meleleh diatas aspal, dan aspal itu masih sangat panas. Tidak lama kemudian Tifani juga menyadari hal itu, Tifani berteriak ketakutan membuat sepeda motor Nuki oleng. Nuki berusaha untuk menjaga keseimbangan motornya, dan mengarahkannya ketepian jalan. Namun semakin lama sepeda motornya bertambah pelan, dan sangat sulit mencapai sisi jalan dengan keadaan seperti ini. ditambah motornya oleng karena Tifani semakin panik, ia bergerak tidak karuan. Seperti mereka tidak akan mencapai tepian jalan, Nuki harus melakukan sesuatu. Atau mereka berdua akan terjatuh ke atas cairan aspal yang sangat panas, sangat mematikan..
Nuki mempunyai ide, mereka berdua harus melompat dari sepeda motornya agar sampai ke tepian jalan. Nuki tidak peduli jika sepeda motornya akan hancur, yang penting mereka selamat. Dalam suasana yang genting seperti ini ia harus berpikir cepat, dan Nuki sudah memutuskan bahwa mereka akan melompat. "Lompat Tifani!" ujar Nuki. Mendengar perintah itu, Tifani melompat secepat dan sejauh mungkin. Sayangnya ketika Tifani melompat Nuki belum sempat melompat, hingga akhirnya ia tertinggal di atas sepeda motornya. Nuki Terdorong oleh tendangan Tifani yang melompat dari sepeda motor, ia terhempas bersama sepeda motornya. Nuki melayang kebelakang, ia tidak tahu harus berbuat apa. Tangannya meraih-raih ke udara, tapi tidak ada satupun benda yang dapat ia jadikan pegangan. Nuki terjun bebas ke atas aspal yang panas dan masih mendidih, Nuki sempat berteriak tetapi kemudian suaranya hilang saat tubuhnya menghempas aspal dengan posisi tengkurap. Sedangkan Tifani berhasil meraih sisi jalan, ia terhempas ke tanah. Tangan, dan dengkulnya tergores, tapi dia masih hidup. Sedangkan diseberang sana, Nuki tengah tergelepar diatas aspal. Baju, dan kulitnya melepuh akibat aspal yang panas. Nuki merasakan rasa panas dan terbakar yang hebat di wajah, dada hingga kakinya. Ia tidak dapat menahan rasa perih saat kulit tubuhnya robek, menempel di permukaan aspal. Lengket bersama dagingnya...
Tubuh Nuki terus meronta-ronta, sebuah teriakan melengking yang terperangkap terdengar pelan. Tifani berteriak sekeras-kerasnya, dan membuat kaget seluruh pekerja yang mengaspal jalan itu. mereka berlarian menuju Tifani, meninggalkan makan siang mereka yang baru saja mereka buka. Mereka kaget melihat Tifani yang duduk di sisi jalan sambil menangis, tapi mereka lebih kaget lagi melihat tubuh Nuki di tengah aspal dengan sebagian tubunya tenggelam di cairan aspal yang masih panas. Sedangkan sepeda motor Nuki sudah ikut meleleh di atas aspal, beberapa bagiannya terbakar. Saat petugas sampai, Nuki sempat meronta beberapa kali sampai akhirnya Nuki diam. Nuki menghembuskan napasnya yang terakhir...
Para pekerja meminta bantuan petugas lain, akhirnya mereka membawa mobil derek beberapa jam kemudian. Saat cairan aspal sudah kering. Seluruh warga sudah berkumpul, mereka mengerubungi mayat Nuki yang hanya di tutupi koran. Mereka tidak dapat menariknya, karena sebagian tubuhnya menempel di permukaan aspal. Akhirnya mereka memutuskan menariknya dengan mobil derek, saat semua tali sudah diikatkan di tubuh Nuki. Mereka mulai menariknya, sedangkan Tifani hanya memperhatikannya dari jauh. Begitu mayat Nuki ditarik, suara robek dan gemeretak tulang patah terdengar keras. Mayat Nuki tertarik perlahan-lahan, tapi sayang sebagiannya masih menempel dipermukaan aspal. Darahnya mengalir deras saat mayat Nuki robek menjadi dua bagian, sebagian tertarik mobil derek. Bagian yang lain menempel dipermukaan aspal. Mayat Nuki tertarik dengan kondisi bagian depan yang rusak, hanya ada darah merah dan serpihan-serpihan daging dan organ dalam Nuki yang tertinggal. Sedangkan kulit wajah hingga kakinya tertinggal di aspal, darah mengalir deras dari mayat Nuki. Membasahi jalanan. Orang-orang yang menyaksikan bergidik ngeri, beberapa diantara mereka muntah-muntah. Mayat Nuki kemudian dimasukan ke dalam kantung mayat dan dibawa pergi dari sana. Sedangkan bagian yang tertinggal dibiarkan saja, akhirnya setelah dilakukan perundingan. Para petugas memutskan untuk menutup kembali tubuh Nuki yang tertinggal dengan aspal, hingga akhirnya tubuh Nuki tertutup kembali. Seorang petugas menyesal lupa meletakan tanda dilarang lewat karena ia sudah sangat lapar, dan ingin makan siang.
Jalan itu adalah jalan yang selalu dilewati Tifani untuk pulang ke rumahnya, kini Nuki tertinggal di jalan itu. setiap kali melewati jalan itu Tifani selalu teringat dengan Nuki, ia kini benar-benar jadi jalan pulang untuk Tifani.

-The End.

Love Is Too Short For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang