#2: The Beginning

13 1 0
                                    

Semenjak forum TBH hari itu, sikap Zoe semakin menurun dan terkesan aneh.

Bel istirahat yang berbunyi tidak lagi mengundang senyum Zoe menghampiri geng. Hari ini adalah hari ke 5 Zoe tidak menghampiri kami. Anak-anak berlagak tidak peduli padahal gue tahu semuanya peduli.

"Lo semua gak ada yang kangen Zoe?" Gue memecah topik.

"Kangen, sih, tapi ini untuk kebaikannya. Mungkin 5 hari ini dia lagi benerin diri." Balas Dex sambil menyeruput teh manisnya.

"Kalo di kelas, dia gimana, Bart?" Tanya Ery.

"Ya, gitu, sih, sering sendirian, kadang ngobrol sama Anisa, tapi kalo gue dengerin juga ngomongin PR doang." Ujar Bart.

Sosok Zoe yang selalu gembira dan utamanya, Hebring tidak lagi terlihat. Ia tidak pernah lagi muncul di group chat, jika muncul, minimal hanya ada butuh.

'Dap,dap,dap' bunyi derap langkah seseorang. Hari itu, jam istirahat sangat sepi, tidak seperti biasanya sampai-sampai langkah pun terdengar.

Gue menengok ke lorong depan, seseorang yang sedang ditunggu-tunggu berjalan pelan ke arah sini. Langkahnya terdengar ragu, tidak semeriah biasanya. Teman-teman hanya menatap dia dari kejauhan, Diva dan Gwen bangun untuk menyambutnya.

"Zoeeee! Maafin kita, ya.." Teriak Diva.

"Gak bermaksud menghakimin elo.." sambung Gwen.

"Gue yang harusnya minta maaf. Maaf, ya, gue gak pernah make otak gue. Mulai sekarang, gue akan memperbaiki semuanya." Senyum Zoe.

Senyum tersebut tidak lagi mempunyai arti. Ia sudah bisa berbohong sekarang.

***

Hari demi hari berlalu, ujian demi ujian sudah lewat, bulan memang bergerak dengan cepat.

Semua bergembira dan menyiratkan sedih karena mengetahui akan adanya perpisahan.

Gue menyiratkan sedih, karena dalam bulan-bulan terakhir ini, gue kehilangan seseorang yang dulu pernah bahagia. Zoe bukanlah Zoe yang dulu lagi. Ia tidak pernah sama. Sorot matanya tidak lagi tegas menunjukkan perasaannya, tawanya hanya datang untuk meramaikan saja, dan ia lebih banyak diam.

Hari ini, anak-anak berkumpul di rumah gue. Sekedar merayakan ulang tahun gue dengan kecil-kecilan.

"Gue beli makanan dulu, dah. Ada yabg mau ikut?" Gue menawarkan ajakkan.

"...."

"Jadi, gak ada yang temenin gue? Sip banget." Ujar gue.

"Yaudah, gue." Zoe mengacungkan tangan.

"Nah, tuh, cocok dah lo berdua." Ledek Gwen.

Gue segera mengeluarkan motor dari garasi dan pergi bersama Zoe. Hari itu adalah hari dimulainya cerita gue dan Zoe.

"Joy, cuma lo yang ngerti gue." Ucap Zoe seraya memeluk gue.

"Zoe?" Gue tersentak karena pelukkannya.

"Diri gue hampa, Joy. Gak ada lagi kesenangan, apalagi cinta. Pathetic." Keluh Zoe.

"Itu dari diri lo sendiri aja, Zoe. Oita semua baik-baik di sini."

"Hal di dunia ini gak pernah baik, Joy. Sadarlah." Ia menyenderkan kepalanya ke pundak gue.

"Terus lo maunya apa?" Gue bertanya.

"Gue sayang lo."

"Ngelantur lo ya!" Dengan spontan, motor gue berhentikan di trotoar.

"Serius. Cuma elo yang terima gue apa adanya, tanpa perubahan." Ia kembali menjelaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATELOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang