Part 3

16 0 0
                                    

Ini wajah hari yang aku rindukan, tapi semuanya pupus ketika aku menganut pemahaman yang lain. Jajaran pinta bukan sekedarangan. Aku hinggap! Tapi mencoba lepas. Aku terombang-ambing laksana perahu pada lautan. Jika aku bisa memilih, aku akan memutukan urat nadi logika dan hatiku agar aku bisa memilih logika kali ini, tidak lagi logika yang tersandung  hati. Skeptis memang. Tapi aku lelah.

Lapangan utama, 11 orang dari kelas Dygta memenuhi lapangan utama termasuk Dygta sendiri sedang bermain futsal. Aku memperhatikan dari lantai 3 . ini memang jadwal olahraga kelasnya dan hanya pada waktu inilah aku bisa memperhatikannya secara leluasa tanpa ada yang menyadari dengan jelas.

Ditengah pengoperan bola, kaki Dygta terselengkat dan jatuh dengan posisi terlentang, kepalanya terbentur lapangan utama-bukan lapangan futsal- yang notabennya kasar dan keras. Aku refleks teriak dan berlari ke bawah. Sudah tidak peduli makhluk di sekolah ini sadar bahwa Xila mengkhawatirkan Dygta. Aku ingin melihat kondisinya langsung, ingin membantunya, memeluknya, membersihkan lukanya. Tolong, aku ingin membantumu.. aku cemas, aku khawatir.

Meleset! Saat aku sampai di TKP, Dygta telah di bopong oleh teman-temannya dan sebagian besar anak perempuan yang sekelas dengan Dygta ada di antara orang-orang khawatir itu. Aku kalah telak! Aku  tidak berguna.

UKS telah sepi karena memang bel pergantian pelajaran baru saja usai, lagi pula suster UKS sudah membersihkan luka-luka Dygta. Aku memberanikan diri masuk untuk melihatnya Dygta terbaring dengan perban di kepalanya dan luka di beberapa bagian tubuhnya. Aku tahu rasa iba ku berlebihan terhadapnya kini, aku sedang khawatir. Aku hanya berdiri satu meter dari ranjangnya, aku masih canggung.

“  Xila..”

“ Apa?” Aku mulai mendekat.

“ Kenapa Ke sini?”

“ Aku tadi liat kamu jatoh..”

“ Terus ngapain kamu kesini?”

“ Mmmh... aku kha-wa-tir.”

“ Ya nggak usah sampe ke sini. Ini lagi jam pelajaran!lagian udah ada temen-temen aku!.”

“ Oh, jadi aku nggak boleh ke sini buat sekedar tau keadaan kamu?”

“ Aku seneng kamu khawatir. Perhatiin aku kayak gini..” Dygta tersenyum.

“ Ah yaudahlah, aku balik aja!” Teriris lagi.

“ Belajar yang bener ya Xil, makasih udah ke sini.” Senyum itu.. Aku harap dia baik-baik saja. Aku segera meninggalkan ruang UKS dan bergegas ke kelasku dengan serpihan tanda tanya yang tidak akan pernah mau dihadapkan pada jawaban pasti.

Apa salahnya aku khawatir?

Apa aku nggak boleh tahu urusanmu?

Apa harus temenmu yang selalu jadi malaikat penolongmu?

Aku mau aku ada untuk kamu.

*****

TerselubungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang