Teng teng.
Bunyi bel pulang memang menjadi bunyi yang paling menyenangkan bagi semua murid. Begitu pula denganku, aku segera merapikan barang-barangku saat guru mata pelajaran yang mengajar di jam terakhir keluar dari kelas. Aku masih memiliki perasaan tidak enak walau jam sekolah sudah selesai. Selesai merapikan barang-barangku, aku segera keluar kelas dan berjalan menuju halaman depan sekolah yang lebih mirip dengan taman depan sebuah istana.
Luas banget! Ada lapangan basket, futsal, dan voli.
Saat melewati koridor utama kelas di lantai 4 maupun koridor utama sekolah dilantai 1, semua murid SMA Prosdokia International melakukan hal yang sama. Mereka berjalan mundur menjauhiku, bahkan tidak sedikit dari mereka yang terkejut karena kedatanganku dan langsung mundur hingga menabrak loker-loker yang ada di sepanjang koridor utama sekolah. Mereka semua menjauhiku, karena MEREKA TIDAK MAU BERDEKATAN DENGAN MURID MISKIN DAN CULUN.
Di sekolahku ini, tidak memandang keuangan. Seluruh gurunya tegas dan adil dengan murid-murid disekolah ini, kecuali dengan anak kembar pemilik sekolah yang juga anak dari orang terkaya no 2 di dunia. Sebenarnya aku beruntung bisa masuk ke sekolah elit ini karena beasiswa yang aku terima.
Aku melangkahkan kakiku lebih cepat dengan kepala yang semakin tertunduk. Saat sampai di halaman depan sekolah aku masih tetap menunduk dan berjalan dengan cepet, namun sayang ada yang menghalangi jalanku. Dari sepatu yang aku lihat aku tahu betul siapa pemiliknya, Letta. Sepupu dari keluarga Mama satu-satunya yang aku kenal. Letta adalah anak satu-satunya tante Dini, tante tersayangku.
Aku masih belum mendongakkan kepalaku sampai aku merasakan dingin dan basah di sekujur tubuhku. Well, sepertinya ketakutanku benar. Sedari pagi aku sudah memandangi genangan air hujan di depan rumahku, biasanya Letta dan genknya akan mengumpulkan air itu dalam sebuah ember berukuran sedang dan membully seseorang dengan air itu. Lihatlah sekarang, akulah korban bully itu.
Ada ya sepupu macem gini, ngebully saudaranya sendiri. Ckck.
Aku memandang Letta datar dan malas. Sudah biasa aku dibully seperti ini dan aku selalu membiarkannya, namun ini baru pertama kalinya aku dibully di depan anak-anak satu sekolah. Selama ini Letta selalu membullyku secara tertutup, karena ia takut dengan Hana dan Hans yang sangat membenci bullying.
Kenapa Letta takut dengan Hana dan Hans? Tentu saja Letta takut dengan Hana dan Hans! Secara, mereka itu adalah si kembar yang kusebutkan tadi. Hana dan adik kembarnya, Hans, sangat membenci bullying dan bagi murid yang ketahuan membully di depan mata mereka akan langsung di skors dari sekolah.
Kenapa aku bisa tahu? Tentu saja karena disekolah ini, informasi terbaru mengenai Hana dan Hans selalu beredar, bahkan informasi terbaru mengenai sahabat-sahabat mereka juga bukan rahasia pribadi lagi. Tidak perlu bergosip untuk mengetahui mengenai mereka, karena tiap bulannya pasti akan ada berita terbaru mengenai mereka di mading gedung kantin.
Oke, back to story.
"Kenapa lo liat gue kayak gitu? Kurang airnya?!" Letta yang hendak mengambil ember baru yang disodorkan oleh teman satu genknya langsung berubah pucat dan melotot ke arah belakangku.
Kenapa nih mak lampir?
"Letta, lo di skors 1 minggu! Ini suratnya!" teriak seseorang dibelakangku dengan suara cempreng dan nyaringnya serta tidak ketinggalan cara bicaranya yang sangat cepat.
Aku yang penasaran dengan orang di belakangku akhirnya memutuskan untuk menengok ke belakang dan tada.... Dibelakangku berdiri Hans dan Hana, Ara sang ketua OSIS, dan Fely, sahabat Hana dan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERDELEA
Novela JuvenilCulun dan miskin. Dua label besar yang berada di pundakku ini membuat aku dijauhi oleh siswa lain dari sekolahku. Bahkan aku juga di bully oleh sepupuku sendiri di sekolah. Oh, jangan mengasihaniku. Aku sudah biasa dan terlalu malas meladeni sepupuk...