"Kau takkan percaya aku bertemu seorang lelaki tampan yang rupanya gila!"
Dinda meletakkan cangkir berisi susu hangatnya di atas meja makan kaca. Saat itu suhu kota Seoul sangat rendah sehingga meminum susu hangat di sore hari yang dingin adalah hal yang tepat untuk menghangatkan badan.
Kakaknya, Intan, hanya memandangnya acuh tak acuh sambil terus sibuk membolak-balik modul tebal di pangkuannya.
"Kak, sayang sekali, 'kan, jika ada seorang lelaki tampan tetapi sakit jiwa?" Tanpa memedulikan kakaknya yang sedang mencari halaman penting di modulnya, Dinda terus berceloteh.
"Iya, adikku sayang," ucap Intan dengan gemas. Ia berharap dengan kalimat persetujuan adik satu-satunya itu akan berhenti berbicara.
Namun rupanya ia salah. Gadis berusia 17 tahun itu malah semakin semangat bercerita.
"Katanya ia memejamkan mata lalu pada saat ia membuka matanya, ia sudah berada di taman belakang sekolah!"
"Mungkin benar dia gila," ujar kakaknya dengan ketus.
"Memang iya! Dia juga berkata tidak punya rumah di sini. Lalu di mana ia tinggal selama ini?!"
"Rumah sakit jiwa."
"Tepat sekali. Tapi, Kak, aku kadang tidak yakin apakah dia benar-benar gila atau..."
"DINDA CUKUP!" potong Intan setengah membentak. "Besok ada ulangan dan kalau kau terus mengganggu konsentrasi belajarku, aku akan gagal!"
Dinda bungkam. Ia merasa bersalah telah mengganggu konsentrasi belajar kakaknya."Maaf, Kak." Setelah itu ia beranjak dari ruang duduk menuju kamarnya.
***
Sementara itu, Sehun yang sedari tadi Dinda bicarakan masih berada di tempat mereka berdua bertemu pagi tadi. Ia hanya duduk termenung di kursi taman sambil memejamkan mata. Tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu.
"Ah, bagaimana gadis tadi bisa melihatku? Kata Kris-hyung aku takkan terlihat oleh siapapun kecuali hewan." Seketika Sehun mendelik. "Apakah ia siluman binatang?! Tapi tidak mungkin! Gadis secantik dia takkan mungkin adalah siluman binatang. Atau jangan-jangan ia juga datang dari masa depan... atau masa lampau? Jika ia sepertiku pasti ia takkan terlihat juga. Tapi kulihat ia bermain bersama teman-temannya."
Pikiran Sehun tak keruan.
"Aku sudah mencoba mengajak berbicara si tukang kebun namun benar ia tak dapat melihat maupun mendengarku. Bahkan ketika aku berlarian di koridor sekolah tadi siang, tak ada seorangpun yang menunjukkan tanda-tanda bisa melihatku. Lalu bagaimana gadis tadi bisa melihat bahkan berbicara denganku?!" Ia memegangi kepalanya. "Sudahlah. Lebih baik tak usah kupikirkan gadis tadi."
***
"Hei, antarkan aku ke taman, yuk," bisik Dinda pada Youhyun, teman sebangkunya, sambil berhati-hati agar tak terlihat oleh guru yang sedang mengajar di depan kelas.
Teman sebangkunya itu melotot ke Dinda dengan heran. "Ke taman? Saat ini juga?" balasnya dengan berbisik juga.
"Iya. Ayolah."
"Kau sudah gila? Meninggalkan kelas saat pelajaran Mrs. Yura, guru paling killer di sini?!"
"Tapi ini penting. Ayolah, Youhyun."
"Tidak, Dinda. I'll just stay here."
Dinda mendesah. "Err, oke. Jika kau tidak mau menemaniku, lebih baik aku tidak mengambil resiko sendirian."
"Begitu lebih baik." Youhyun tersenyum lega.
"Kalian, yang di belakang," tiba-tiba Mrs. Yura mengagetkan Dinda dan Youhyun. "Sedang apa?"
"Errr, saya hanya ingin pergi ke toilet namun dilarang oleh Youhyun, Mrs. Yura," sahut Dinda agak panik sambil berpura-pura bergerak-gerak di bangku layaknya sangat ingin buang air. "Boleh saya ke toilet sekarang?"
Anak-anak tertawa riuh. Kelas yang tadinya sunyi senyap menjadi gaduh. Mrs. Yura yang terkenal tidak pernah tersenyum itu pun tampak susah payah menyembunyikan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry To Leave [EXO Fanfiction]
FanfictionDinda hanya seorang gadis normal berusia 17 tahun yang hidup di Seoul bersama kakaknya, dengan normal. Hidupnya selama ini selalu normal, tapi apa iya akan selamanya begitu? Dinda berharap hidupnya selalu normal, namun takdir berkata lain. Bertemu d...