Satu: Nyanyian kenangan
Tomo.
Laki-laki itu tersenyum di hadapan banyak orang. Senyum bak anak bayi yang tertawa. Senyum yang melelehkan hatiku saat masa putih abu-abu. Senyum yang kulihat setiap akhir pekan selama enam tahun terakhir.
"Dara, kamu lagi apa?"
Senyum yang ditampilkannya sekarang malah membuat luka sayatan panjang di hatiku. Sungguh aku berharap tak pernah melihat senyum itu.
Tomo.
Namanya mudah diingat. Bukan nama aneh dan sulit diucapkan. Bukan nama yang spesial, malah banyak yang menggunakan. Nama yang terpatri di otakku—dan hatiku. Nama yang orang tuaku kenal.
"Dara, main yuk. Pasar? Nanti beli sayur buat ibumu."
Nama yang justru membuat kami bersedih. Nama yang ketika didengar membuka kenangan—hanya kenangan—bukan euforia.
Tomo.
Laki-laki itu yang mengenalkanku pada warna-warni indah. Warna yang hanya bisa kita dapatkan setelah mengerti dunia. Warna-warni yang dilukiskan bersama di atas kanvas kehidupan, di atas hati. Warna-warni cerah yang membangkitkan selera makan dan semangat belajar.
"Dara, taruh ini di buku tulis, biar lucu."
Warna yang kini akan menjadi kelam. Abu seperti langit mendung. Hitam seperti payung di pemakaman.
Tomo.
Laki-laki itu yang mengajakku berjalan-jalan. Melewati jalan-jalan perkotaan dengan motor merah miliknya—si Merah, mendaki gunung atau hanya sekedar naik kereta api dari stasiun ke stasiun. Menyusuri pasar-pasar tradisional, bahkan memacu adrenalin di arena arung jeram.
"Dara, jalan-jalan bareng si Merah, yuk."
Destinasi yang tak sanggup kukunjungi lagi. Tujuan yang melecutkan harapan kebersamaan—hanya harapan.
Tomo.
Laki-laki itu yang tangannya terasa pas di tanganku ketika menggenggamku. Tangannya begitu erat jika sudah begitu. Tangannya yang menarikku menuju kesenangan yang ia akan perkenalkan. Tangannya yang mengelus lembut kepalaku atau yang menyentil dahiku. Tangan yang selalu aktif di atas papan ketiknya, menimbulkan suara khas yang menenangkan.
"Dara, sentil ya?"
Tangan si pemegang pisau yang melukai hati dan jiwaku.
Tomo
Lelaki dengan suara lembut dan tegas bersamaan. Mengingatkan kala lupa, merajuk kala manja. Menusuk ketika mengkritik, tulus ketika memuji.
"Dara, sudah shalat belum?"
Lelaki yang suaranya bergaung dalam kepala. Suara yang membuat sakit kepala jika ingat padanya.
***
YOU ARE READING
Nyanyian
Короткий рассказSatu: Nyanyian kenangan Dua: Nyanyian janji Tiga: Nyanyian penyesalan Empat: Nyanyianku pergi