Maaf mungkin chapter ini aka nada perubahan gaya bahasa dan feel, karena saya sedang tidak dapat feel sedih. Maafkan sikap mood mood author, maklum belum 17 tahun. Whoops! So just read this fiction and give your comments and opinions on the review column *smile* Enjoy!
Ah untuk kali ini anggap saja Chen dan Xiumin hanya berbeda 1 tahun.
Tic Toc Tic Toc Tic Toc
KIK KUK
Suara khas bel tanda jam classic menggema di kamar classic minimalis tersebut,membuat siapapun akan mendengar dengan senang akibat bunyinya yang lucu.Seiring dengan terdengarnya suara tersebut, sebuah wujud mainan kecil keluar perlahan keluar melalui celah pintu kecil pada jam seiring dengan tepatnya jarum panjang melewati angka 12.
Jam tersebut telah menunjukan jam 10 pagi. Tidak ada tanda tanda pergerakan bahwa sang pemilik kamar akan bangun dari kasurnya, terbukti adanya sebuah gundukan selimut yang tidak bergerak sejak tadi. Ia masih tidur? Tidak tentu saja tidak, Xiumin bukanlah seorang pemalas. Ia tidak sekolah? Ia bahkan tidak berniat untuk beranjak pagi ini.
Ingat sekali ia saat tadi pagi dibangunkan oleh Ibunya, dengan halus ia mengatakan sedang sakit. Jangan lupakan sedikit acting untuk meyakinkan ibunya bahwa ia memang benar benar "sakit" Yah, dia memang sakit.
Ia hanya tidak bisa berpikir jernih setelah semua yang terjadi pada dirinya. Ia sibakan sedikit selimut yang tadinya menutupi seluruh wajahnya, memperlihatkan mata bengkak yang menatap kosong langit langit kamar bergaya eropa tersebut. Langit langit kamarnya terlihat menarik untuk kali ini.
Tergerak, ia memastikan keadaan jari jarinya. Ia merasa sedikit bodoh karena lepas kendali, selama ini baru pertama kali ia sampai beremosi seperti kemarin. Xiumin menghela nafasnya, Ia sungguh tidak tahan lagi, ia ingin kabur saja sepertinya.
Ia angkat jari jari tangannya, terasa kaku. Namun setidaknya membaik dibandingkan dengan keadaanya kemarin. Xiumin menatap jari jarinya, tersenyum miris. Ia rasa air matanya kembali menyeruak begitu melihat kembali jari jari tangannya tersebut.
"Jari ini tidak bisa membuat ayah bangga padaku." Lirih Xiumin, matanya mulai berkaca kaca. Ia perhatikan berlahan tangan miliknya. Melihat jari jarinya sendiri merupakan pukulan telak bagi batin Xiumin, jari yang merupakan bukti. Bukti nyata atas kegagalannya selama ini. Bukti akan hal yang tidak bisa ia lakukan, betapa payah dirinya. Ia ingin menertawakan takdir yang mengikatnya.
"Haha... haha... HAHAHAHA" Xiumin tertawa tidak terkontrol, depresi. Ia terus tertawa, tetapi air matanya mengalir deras menuruni pipi chubby miliknya yang kini terlihat sedikit mengecil.
"AHAHAHAHA hiks..."
Tangisan pilu memenuhi kamar tersebut. Isakan demi isakan keluar dari mulut indah Xiumin, jari jarinya kini digunakan untuk menutup kedua matanya yang seakan tidak bisa membendung aliran air mata yang kini tak henti hentinya mengalir. Ia tidak bisa berhenti, ia terus terisak. Ia hanya ingin seperti ini untuk beberapa saat.
Isakan pilu menyayat hati, sarat akan berbagai makna yang tak bisa diucapkan, ia ungkapkan. Xiumin hanyalah anak biasa, bukan sepertinya dirinya.
CKLEK
Tiba tiba pintu kamar Xiumin terbuka, segera ia hentikan isakannya sebisa mungkin. Ia pasang ekspresi datar seperti tidak terjadi apa apa, walaupun sorot dan raut mukanya tidak dapat menyembunyikan perasaannya saat ini.
Chen, dia datang.
Xiumin hanya menggeram malas, kenapa harus ia yang datang? Mengapa harus orang yang paling tidak ingin Xiumin temuilah yang mendatanginya. Ia benci, sangat benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty and Feeling
FanfictionXiumin dan Chen yang mengalami perselisihan diantara mereka. Xiumin dengan perdebatan hati, dan Chen yang selalu berusah ada untuk menemani Xiumin. Akankah ada akhir bahagia untuk mereka?