1

10.5K 286 14
                                    

Lie tidak ingat apapun. Apa yang dia lihat pertama kali ketika terbangun dari tidurnya. Apa yang dia makan sebagai sarapan pagi ini. Bahkan dia tidak ingat apa dia sudah mencuci tangan setelah ke toilet. Tidak ada satu hal pun yang muncul di otak Lie sekeras apapun dia berusaha.

Seseorang datang menghampiri Lie. Orang yang baik, dia menutupi sekujur tubuh Lie dengan sebuah selimut hangat. Kemudian, orang yang sama mengarahkan sebuah senter kecil ke mata kanan Lie. Setelah membutakan mata kanan Lie beberapa saat, cahaya silau senter itu beralih ke mata kirinya.

Beberapa pertanyaan keluar untuk dijawab Lie. Telinga Lie menangkap pertanyaan orang itu, namun pertanyaan itu hilang dalam perjalanannya menuju ke otak untuk diproses. Atau mungkin sebenarnya pertanyaan itu sampai ke otaknya, hanya saja organ utamanya itu masih setengah sadar. Seperti yang dirasakannya saat ini.

Merasa diabaikan oleh Lie, orang itu berhenti bertanya. Lie sangka orang itu akan marah padanya, minimal akan sedikit menegurnya karena mengacuhkan perhatian yang dia berikan, ternyata tidak. Orang itu malah mengelus kedua bahu Lie perlahan. Tatapannya saat menatap Lie menunjukkan kehangatan dan kepedulian.

Orang itu kembali berbicara. Kali ini perkataannya bisa sampai dengan selamat di otak Lie. "Kau akan baik-baik saja."

Kerutan di dahi Lie bertambah tiga lipatan. Lie merasa bingung. Tentu dia akan baik-baik saja, dia sedang duduk diam, bukannya melakukan bungee jumping atau hal berbahaya lainnya. Lagipula terlibat dengan hal berbahaya tidak pernah menjadi hobinya. Kecuali jika yang dimaksud bahaya adalah hal yang ada di pikirannya sekarang. Hal yang telah dia lakukan bertahun-tahun lamanya bersama kakak iparnya, Dana.

Berbicara tentang Dana, kenapa dari tadi sosok pria itu tidak terlihat juga? Lie teringat akan sosok pria yang berusia tiga tahun lebih tua darinya itu. Seharusnya Kak Dana-nya duduk di sebelah kirinya, menyetir mobil dengan kecepatan paling aman untuk mereka berdua. Dan kenapa ada banyak orang berseliweran ke kiri dan kanan seperti nyamuk di malam hari? Tidak ada satu pun orang yang Lia tahu. Bahkan Lia baru sadar dia tidak pernah melihat orang yang tadi menyorotkan senter ke matanya.

Lie menatap langit biru yang mulai menguning, matahari hampir tenggelam sepenuhnya. Tapi udara di sekitar Lie terasa begitu panas seakan ada yang menyalakan api unggun di sebelahnya. Pasti orang-orang di depannya yang bergerak bagaikan barisan semut pekerja mendekati musim dingin yang menjadi penyebabnya.

Merasa bosan duduk, Lie bangkit berdiri dan melangkah kecil-kecil ke tempat apapun yang bisa dicapainya. Matanya menangkap tali pembatas berwarna kuning mencolok di sepanjang jalan. Tulisan warna hitam pada tali pembatas membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Police line? Kenapa ada garis pembatas polisi di sini?

Lie meneguk ludahnya susah payah. Detak jantungnya tidak bisa kembali normal. Terutama saat dirinya melihat kepulan asap berjarak dua ratus meter darinya. Selangkah demi selangkah, Lie berusaha mencari tahu sumber kepulan asap itu. Rasa takut menyelimuti hatinya, tapi ada sesuatu yang memaksa kakinya terus bergerak maju.

Tiba-tiba, Lie berteriak kesakitan ketika telapak kaki telanjangnya bertemu dengan sesuatu yang tajam. Lie mengangkat kaki kanannya dan mengeluarkan batu tajam dari kulitnya. Begitu tangan Lie mendapatkan batu tajam itu, dia membawa batu kecil itu ke depan matanya.

Lagi-lagi dahi Lie berkerut bingung. Ternyata yang mengoyak kulitnya tadi bukan kerikil kecil tidak tahu diri, melainkan pecahan kristal-kristal bening dengan ukuran bervariasi. Kristal-kristal bening itu berpusat di satu tempat, membuatnya terlihat seperti gundukan pasir putih di tengah-tengah jalan beraspal.

Sebagian kecil kristal-kristal bening itu tersebar ke seluruh arah bahkan sampai ke tempat Lie berdiri sekarang. Lie berjalan dua langkah ke depan, berhenti untuk membersihkan telapak kakinya dari kristal-kristal itu, berjalan dua langkah lagi, lalu membersihkan telapak kakinya lagi. Butuh dua belas langkah dan banyak lecet si kaki untuk Lie menyadari dia tidak memakai alas kaki.

Tapi alas kaki Lie yang menghilang bahkan bukan suatu masalah saat dirinya menemukan pemandangan mengenaskan di depannya. Mobil Toyota hitam remuk di bagian depan dan atasnya seakan sempat dijadikan mainan oleh Hulk, makhluk besar berwarna hijau. Lie yakin truk yang terbalik di tepi jalan adalah Hulk yang meremukkan mobil Toyota hitam itu beserta beberapa mobil pribadi lain di belakangnya.

Kepala Lie yang kosong dibanjiri kepingan-kepingan memori yang menusuk ulu hatinya. Kak Dana meneleponnya... Kak Dana tiba di depan pintu apartemen persembunyiannya dengan senyuman khasnya... Kak Dana ada di sebelahnya... di dalam mobil Toyota hitam itu.

Kedua lutut Lie berbenturan keras dengan jalanan. Selimut yang menutupi pakaian Lie yang berlumuran darah tergeletak tidak berdaya di tanah. Sama seperti Lie saat ini. Kedua matanya terasa begitu panas. Tanpa aba-aba, air mata mulai berjatuhan membasahi pipi Lie. Lie menekan kepalanya yang terasa sakit. Sesekali wanita itu terbatuk-batuk tersedak salivanya sendiri. Bahkan, ada beberapa saat salivanya keluar menetes dari ujung mulut ketika wanita itu meraung keras-keras.

Beberapa petugas yang mengontrol arus lintas agar tetap lancar mendengar isakan tangis Lie. Salah satu dari mereka menghampiri Lie yang masih terduduk di jalan. Lie menarik uluran tangan petugas itu, lalu bertanya di sela-sela air matanya. "Di mana pria yang ada di dalam mobil Toyota hitam itu? Di mana Kak Dana?"

Mata petugas itu diliputi kepanikan melihat Lie yang berlaku histeris. Dia memanggil salah satu temannya, berharap ada orang yang bisa menenangkan orang macam Lie. Setelah itu, orang yang menyenteri mata Lie tadi datang dengan membawa seorang temannya. Perlahan mereka melepaskan tautan tangan Lie pada petugas lalu lintas.

Tubuh Lie bergetar hebat saat dirinya dipaksa berdiri. Salah satu tangannya menyeka wajahnya yang basah. Lie berlutut dan menahan kaki salah seorang yang memapahnya tadi. "Kumohon... beri tahu aku di mana Kak Dana... Kumohon." Racaunya.

"Jangan begini, Bu. Hei, bantu aku angkat wanita ini!" Perintah petugas itu pada temannya.

Sekali lagi Lie diangkat dan dibawa ke tempat asalnya pertama kali. Sekarang ada petugas yang menemani di sebelahnya sekaligus mengobati luka kakinya

Lie diam membiarkan air matanya jatuh bebas. Otaknya kembali mengalami kerusakan teknis yang parah. Tidak ada bagian tubuhnya yang bisa dia kontrol. Matanya tetap mengeluarkan air mata. Rahang bawahnya menolak untuk menutup, menyebabkan salivanya terus menetes keluar seperti seorang idiot. Dan hatinya... Oh, apakah hatinya masih tersisa? Karena di tempat Lie biasa merasakan sesuatu terasa kosong, seakan ada yang mencongkelnya keluar tanpa sepengetahuan Lie.

Melihat kondisi mobil Toyota hitam itu, darah yang menempel di pakaiannya, kekacauan di sekitarnya, semua orang tahu jawaban pertanyaannya. Bahkan Lie yang bodoh pun mulai menyadarinya sedikit demi sedikit.

Kakak ipar tersayang Lie, orang yang paling mengenal dan memahaminya, Kak Dana-nya telah pergi untuk selamanya. Dan Lie-lah penyebabnya.

**

akhirnya... setelah berbulan-bulan cuma bisa mengintip notifikasi dari Wattpad... sekarang bisa kembali menumpahkan imajinasiku di sini *terhura*

hope u enjoy it!

Black Opium [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang