"Jadi mau latihan kapan ?" itu adalah LINE dari Ichirou. Erisca mengerutkan kening. Pasalnya, dia tidak memberikan ID atau nomor teleponnya ke Ichi.
"Gue dapet id lo dari Matt." LINE berikutnya masuk dari Ichi. Dasar.
"Lain kali minta ke gue langsung. Jangan minta ke itu bocah. Besok pagi, bisa kan?"
"Sori, lupa tadi. Hehe. Oke bisa. Di rumah gue. Lo tau rumah gue kan? Komplek rumah sebelah komplek rumah lo. Jam 6. Kalo gatau rumah gue yang mana, tanya Matt. Ajak juga jadi dia bisa ajarin lo juga."
"Oke oke. Ternyata lo cukup bawel. Siplah."
Read.
-----------
Minggu pagi. Silaunya cahaya yang menembus kaca kamar Erisca membuat si empunya kamar bangun dari tidurnya. Meregangkan badan sejenak, kemudian ia berdiri dan berjalan ke arah jendela kamarnya yang cukup besar. Membuka jendela itu sebesar-besarnya agar udara dapat masuk. Seger ya udaranya, menurutnya. Kemudian ia mengecek jam yang ada di dinding kamarnya. Jam 5.00. Mending gue siap-siap trus kerumah Matt deh. Abis itu lari pagi ke rumah .. Hm siapa sih? Micin? Haci? Oh! Ichi! Batin Erisca.
Erisca pun sudah bersiap-siap dalam waktu 30 menit. Tidak perlu makan, menurutnya. Jadi setelah memakai sepatu Nike-nya, dia menuju ke halaman rumahnya untuk berpamitan kepada orangtua dan saudaranya. Kebiasaan dari keluarga mereka adalah bangun pagi. Karena menurut mereka udara pada pagi hari masih murni.
"Pa, Ma, Kak Calvin. Erisca pergi dulu ya. Mau belajar basket bareng Matt sama temennya." ucap Erisca saat sampai di halaman rumahnya.
"Iya nak hati hati ya." ucap Venie.
"Temennya cewek atau cowok tuh Ca?" tanya Arima jahil.
"Cowok loh, Pa. Namanya... Ichirou Takahashi. Jepang banget kan Pa?" samber Calvin mengikuti jejak Arima. Buah jatuh tidak jauh dari tokonya kan ? Hm, maksudnya dari pohonnya.
"Terserah kalian. Aku pergi dulu." pamit Erisca mengabaikan jahilan Arima dan Calvin.
"Salting kok diumpetin." kata Arima dan Calvin berbarengan.
----------
"Oke jadi jari lo pas megang bola harus gini. Bukan telapak tangan yang dipake, tapi jari." jelas Ichi kepada Erisca. Mereka sedang latihan basket di belakang rumah Ichi. Berdua saja. Matt sedang menjalankan "misi" untuk mendekati Vina.
Awas aja sampe lo macem-macem sama dia. Biarpun gue cuek sama dia tapi gue sayang. Kata Erisca kepada Matt tadi dihalaman Matt. Sontak membuat bulu kuduk Matt merinding. Karena, Erisca tidak main-main dengan ucapannya.
Tes. Tes.
"Eh gerimis nih," celetuk Ichi. "Masuk yuk." ajak Ichi sambil menggandeng (baca: menarik) tangan Erisca ke dalam."Gue gamau masuk." tolak Erisca. "Ayok one by one." tantang Erisca.
"Lo yakin?" tanya Ichi menatap Erisca tidak yakin. "Lo kan cupu. Gapapa deh." jawab Ichi berusaha yakin.
Mereka memulai permainannya.
Ichi memulai percakapan "Lo suka hujan?" tanya Ichi agak teriak. Karena hujan cukup deras dan menimbulkan suara yang cukup kencang.
"Iya! Gue suka. Gue ngerasa hujan itu bisa nyembunyiin sedih kita. Hujan itu buat gue nyaman banget." kata Erisca sambil merebut bola yang di dribble Ichi dan menggiringnya menuju ring lawan. Dan akhirnya, masuk.
"Keliatannya lo bisa basket, tuh." sarkas Ichi.
"Memang gue bisa. Gue cuma ga mau nunjukin aja. Gue ga sebodoh itu untuk bisa renang tapi basket aja gabisa. Gue cuma gamau orang makin sering ngomongin gue." jelas Erisca.
"Oh gitu." hanya itu yang keluar dari mulut Ichi.
Skor diakhiri dengan 2-2. Cukup jago, menurut Ichi.
"Yaudah gue pulang dulu." pamit Erisca.
"Lo masih basah bodoh. Mending ke dalem dulu."
"Oke."
TBC.
(550)
KAMU SEDANG MEMBACA
Soul
Teen FictionMemang, setiap raga membutuhkan jiwa. Jiwa yang berguna untuk menghidupi raga. Karna, bila suatu raga tidak terdapat jiwa, raga itu tidak dapat bertahan. Namun, jiwa juga harus menemukan pasangannya. Jiwapun tak bisa selamanya hidup sendirian, bukan...