"Gimana weekend-nya, ada cowok baru? Atau masih dengan teman-teman lesbi?" Karen dengan perutnya yang makin melendung, menaruh setumpukan berkas diatas mejaku, sambil mengucapkan kata yang tajam itu. Lesbi.
Hufft.. Kalau setumpuk berkas itu mendarat di kepalanya, bisa nggak ya dia menahan keseimbangan tubuhnya. Tapi jangan deh, kasihan si janin. Aku menimbang-nimbang.
"Karen" tegur Ning yang sedang lewat, "your mouth sounds like hell"
"I'm not talking to you" sergah karen.
Kubuka segera berkas-berkas itu.
"Karen, ini berkas yang minggu lalu, kan?" Ujarku. "Sudah beres kok, ada di meja Pak Rudy" wajahnya meyemburat merah.
"Semuanya?" Aku mengangguk. Menatap lurus matanya yang tajam. Bagaimana pun dia lebih senior.
Farrah mengedipkan mata padaku. "Dia kan belum hamil, Ren, jadi masih bisa gesit ngerjain setumpukan kerjaan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya." aku tersenyum kecil mendengar sindiran Farrah.
"Belum punya pacar pula" sambung karen yang sengajah membalikkan sindiran Farrah.
"Tapi lain kali mestinya lapor dulu dong. Sudah kelar apa belum. Jadi saya bisa monitor. Jangan main langsung ke Pak Rudy. Bisa-bisa kredibilitas saya di pertanyakan."Emang lo siape? Emang lo punya kredebilitas? Cuma menang senioritas dan perut buncit aja! Aku memaki dalam hati. Untung lampu merah kecil di ujung box teleponku berkedip-kedip.
Terdengar suara khas layla.
"Mbak dinda, line satu dari orang jepang siapa gitu namanya, Kawa atau siapa, sorry kurang jelas."
Kuangkat. "Moshi-moshi, adinda degozaimasu." Hallo, disini dengan adinda.
"Ogawa desu. Hisasburi ne, Dinda chan. Genki?" Ini Ogawa. Lama tak bertemu, Adinda apa kabar?
"Takaaaaaaaa.." Seruku membuat banyak kepala diruangan menoleh. Kejutan! Inilah yang disebutnya kejutan di e-mail-nya yang terakhir. Dia akan mengunjungi ku minggu depan!
Lihat inilah salah satu kelebihan Taka. Kami sering seolah mempunya kontak batin. Dia akan muncul ketika aku sedang memikirkannya baik lewat e-mail atau telepon, dan kali ini dengan sosok nyata!
Tapi kenapa ada perasaan lain yang membuatku tak nyaman, selain perasaan gembira yang meluap karena kabar kedatangannya. Kenapa sepertinya pertemuan yang sudah kutunggu-tunggu sekian lama ini, akan tidak seindah yang kuharapkan? Entahlah.
***
Malam ini ballroom Hotel bintang lima yang digunakan untuk acara pertemuan kolega-kolega bisnis perusahaan milik keluarga ku disulap bak instana yang suka kutonton sewaktu kecil dulu. Tamu undangan yang datang satu persatu telah memasuki Hotel.
Sungguh! acara yang seperti ini nih yang paling malas aku kunjungi. Semua disini adalah orang-orang bertopeng. Bukan 'topeng' yang dalam artian sesungguhnya yang kumaksud. Menurutku mereka semua hanya datang untuk memamerkan perhiasan, gaun, atau mungkin alis tebalnya itu. Pujian yang keluar dari mulut mereka pun tak tulus. Hanya cari muka! Sungguh menyedihkan.
Lihatla wanita yang bergaun merah menyala lima meter di depanku. Menjijikan! Baju yang ia pake sudah hapir membuat seluruh payudara nya menyembul keluar. Belum lagi belahan di pahanya, sedikit lagi hampir sampai bokongnya. Ya ampun! Kenapa tidak sekalian aja pake bikini.
Aku saja yang jelas-jelas pemilik dari perusahaan yang menyelanggarakan pesta ini, biasa saja dandananku. blush on yang kupakai tidak semerah cewek yang tadi, lipstick ku pun tidak semerah itu, beuh bulu matanya! Syahrini kayaknya kalah deh.
"Della!" Panggilan mami menghentikan ocehan ku. tentu saja hanya dalam hati.
"Ya"
"Ngapain kamu berdiri disitu saja? Ayo cepat, sini!"
Sabar kali mam. Ini juga mau jalan, Bawel amat. aku sudah mulai muak dengan suasana bising disini.
"Oh.. Iya mam" jawabku. Tentu saja yang tadi aku hanya berani mengomel dalam hati saja. Aku lalu berjalan mengikuti mami. Cukup mengagumkan dandanan mami saat ini. Berkelas tapi tetap anggun dilihatnya.
"Nah.. Jeng! Ini loh anak gadis saya yang waktu itu pernah aku ceritain. Namanya Adinda fredella myesha" aku tersenyum sekilas.
"Wahh.. Ternyata benar jeng Dara bilang, senyumnya menawan!" Aku hanya tersenyum lagi. Aku celingak-celinguk mencari kebaradaan papa. Nah... Itu dia!
Papa berjalan dengan dua orang pria. Yang satu kuperkirakan seumuran dengan papa tapi bedanya orang itu sepertinya bukan orang indonesia. Lalu satunya lagi seorang, pemuda?
"Mas dari mana saja? Kami dari tadi nyariin!" Itu bukan aku yang bilang. Itu suara ibu-ibu yang tadi berbicara dengan mami.
"Benarkah? maaf membuat kalian menunggu" seperti dugaanku. Bapak-bapak ini bukan orang indonesia. walaupun Bahasa Indonesia nya terdengar lancar tapi penyebutannya tidak fasih. Kalau kutebak sih peranakan eropa.
"Tidak masalah jeng Delina. Apa kabar mas Brave?"
"Baik Dara. Kamu sendiri sehat?"
"Seperti yang mas lihat!" Kelihatnya mami dan Orang ini cukup akrab. Aku melirik papa. Kenapa wajah papa kelihatan sedikit kurang nyaman dengan keadaan ini.
"Hmm.. Bagaiamana kalau kita duduk dulu. Mungkin sebentar lagi acaranya akan di mulai" suara bas papa terdengar juga.
"Oh tentu!"
Meja bundar yang berjumlah puluhan terlihat padat memenuhi ruangan. Hingar bingar suasana orang-orang yang tengah asyik tampak mendominasi ballroom malam ini. Saat aku masih sibuk dengan pikiran ku sendiri, mami menepuk tangan ku.
"Ah ya?" Tanyaku. "Rupanya kau melamun. Sedari tadi papa memanggilmu" benarkah? Kenapa aku tidak mendengar suara apapun. Aku mendongak menatap papa. "Maaf, aku tadi kurang fokus. Apa yang ingin papa tanyakan?" aku tersenyum malu.
"Kamu sudah mengenal orang-orang ini?" Papa melihat satu per satu orang tadi. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Papa lalu tersenyum.
"Biar ku kenalkan. Yang di dekat mami mu itu, namanya Ibu Adelina. Lalu yang ini suami beliau, Pak Brave. Dan pria gagah di samping beliau adalah anaknya, Arga. Mereka ini partner bisnis papa sekaligus teman lama mami dan papa." Papa tersenyum lalu mengangguk.
"Senang berkenalan dengan anda" tanggapku sopan. Kenapa lama sekali sih acaranya selesai. Aku sangat lelah akhir-akhir ini. Deadline laporan yang menumpuk menguras tenaga dan waktu tidurku.
"Mereka tamu yang mami maksud waktu itu" mami berbisik ditelingaku. Jadi ini orang spesial itu. Menurutku 'hanya' spesial di hati mami saja. Sejak tadi kuperhatikan mami tidak hentinya tersenyum. Wajahnya berubah 180% dari datar menjadi murah senyum.
Aku meminum minuman yang sedari tadi ku pegang tanpa memerhatikan apa itu.
"Brrrefffttt......"
"Astaga della!!" Oooppss! Masalah lagi ini.
*****
Hallooooooo readers ku tersayang:* aku muncul lagi. Baik kan aku updatenya cepat? Trus votenya mana:(
Sepii banget! Sungguh terlalu. Haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau tak perlu mencintai ku
RomanceAdinda baru saja patah hati karena Taka, pria yang menambat hatinya saat kuliah di Jepang. Dan kini Ia di hadapkan pada keinginan egois orangtuanya. Dia dijodohkan dengan Arga, lelaki antah berantah yang ternyata masih berkerabat dekat dengan kelua...