ReBoot - Miku's Song

260 16 0
                                    

Celotehanmu bak melodi penghapus sepi --Megurine Luka

***

Jari-jariku saling bertautan, menggenggam cangkir berisi cokelat panas yang baru saja kuseduh sepuluh menit yang lalu. Aromanya mengepul manis, membawa kenyamanan tersendiri. Bibirku bergerak menyeruput minuman hanga ini, membiarkan aksen pahit manis khasnya mencumbu indera perasaku.

"Sudah mulai," aku menegakkan tubuh saat acara televisi yang kutunggu daritadi akhirnya muncul.

"Selamat malam semuanya!" gadis itu menyapa dengan senyum merekah, helai toska yang diikat ganda tersebut ikut bergerak saat dia melompat riang, "Sudah siap untuk berpesta?!"

Sorak sorai penonton melengking ricuh, semangat mereka nampak begitu menggebu. Tak sabar menanti kejutan dari sang idola. Aku tersenyum. Dia ini selalu berhasil memprovokasi penggemarnya.

"Baiklah! Nikmati lagunya dan ... Merry Christmas!!" ucapnya semangat diakhiri dengan kedipan manis ala sang idola.

"Merry Christmas, Miku," gumamku tanpa sadar.

Ya, superstar yang berdiri di atas panggung megah itu adalah sahabatku, Hatsune Miku. Setelah lulus dari universitas, Miku memutuskan menjadi seorang penyanyi, sementara aku menjadi staff pengajar di salah satu universitas ternama.

Alunan musik terdengar ceria. Kaki jenjang sang bintang mulai bergerak sesuai ritme, pun tangannya turut menari lincah. Melodi indah dari bibirnya melebur bersama dentum pengiring, membungkam para penonton, mengungkung gegap gempita ke dalam rentet nada.

Lightstick yang direngkuh jemari mereka bergerak aktif, selaras dengan lagu yang dibawakan Miku. Terkadang mereka ikut bernyanyi atau ada yang iseng bersorak saking gemasnya. Oh, ada juga yang memberikan hadiah langsung pada Miku.

Tak terasa dua jam telah berlalu dan live concert Miku harus berakhir. Gadis berperawakan mungil itu berdiri di tengah panggung, mendekap bermacam hadiah dari para fans-nya. Sudut-sudut bibirnya tertarik riang, membentuk lengkung sabit manis khas seorang Hatsune Miku. Meski tak dipungkiri lelah merambati seluruh badan, nampak dari bulir keringat yang gencar menitik.

"Arigatou minna-san!! Sampai jumpa di lain kesempatan! Daisuki!" Miku melambai kepada para fans-nya. Sekali lagi mengedipkan sebelah mata dan membuat para penggemarnya menggila.

Aku melempar remote ke sofa di sisiku. Punggungku bersandar pada kepala sofa, melepas penat di sana. Atensiku beralih pada langit-langit putih yang menaungi, lalu menghela napas pelan. Seharusnya malam ini aku dan Miku menghabiskan malam natal bersama, tapi batal karena pekerjaan mendadak.

"Sepi sekali," gumamku, menyadari keadaan apartemen yang begitu hening. Pengecualian untuk pembawa berita malam di televisi.

Aah, aku jadi mengantuk.


***

Prak!

"Apa itu?!" aku tersentak dari mimpiku. Langsung duduk tegak dari posisi bersandar. Kepalaku jadi sedikit pusing bangun tiba-tiba begitu.

"Sshhh," desisku sembari memijat tengkuk. Manik safirku menilik jarum jam, "Jam satu ya? Berarti aku sudah tertidur dua jam di sini."

Aku melakukan sedikit peregangan pada ruas leherku, "Sakit. Pasti karena tidur dengan posisi begitu."

Tuk tak tuk

"A-apa itu?" aku terkesiap. Bunyi itu terdengar lagi, asalnya dari balkon. Suaranya seperti orang yang sedang berusaha membuka sesuatu.

Krttk krrtk

Aku memberanikan diri untuk bangkit. Tanganku meraih vas bunga yang teronggok manis di meja. Benda padat seperti ini bisa dijadikan senjata yang cukup berguna 'kan?

Tapak berbalut sandal rumahan ini menyisir lantai apartemen yang terasa beku, merapat ke balkon. Ada siluet yang terbias di sana. Sayangnya tertutup tirai, jadi aku tak bisa langsung tahu apa itu. Manusia atau ... hantu? Ah, tidak-tidak. Hantu tidak mungkin memiliki bayangan.

Jadi aku menunggu. Menunggu sampai sosok itu berhasil membuka kunci pintu kaca balkon dan berderap masuk. Kemudian aku menejangnya dengan vas bunga ini.

Lima menit.

Aku masih berdiri tegak dengan posisi siaga.

Sepuluh menit.

Vas bunga yang kujunjung tinggi sudah berubah kudekap erat.

Tiga puluh menit.

Ya ampun! Apa yang dia lakukan sebenarnya?! Perampok amatir pun tidak akan selama itu membuka kunci balkon yang sesederhana itu! Bukan berarti aku bisa menjebolnya juga sih. Aku yang tadinya bersimpuh di lantai kini berdiri tegak. Gemas dengan siluet dibalik tirai yang tak kunjung muncul.

Aku kembali meraih vas bunga. Bergeming sejenak guna mengumpulkan nyali. Lalu dengan cepat menyibak tirai yang menghalau. Aku membatu saat tahu siapa yang berdiri di sana. Badan mungil penuh keringat yang fokus membobol kunci balkon dengan segala perkakas ala kadarnya.

"Miku?!" seruku, menyita atensi si gadis toska utuh-utuh.

"Luka-chan?" Miku tak kalah herannya denganku.

Aku langsung membuka kunci pintu, menatap Miku bingung, "A-apa yang kau lakukan?"

Miku diam sejenak, masih dalam posisi membungkuk. Kemudian dia berdiri tegak, menepuk-nepuk pakaian ala santa-nya dan berdeham.

"A-aku ingin masuk ke dalam. Niatnya sih i-ingin memberimu kejutan, tapi menjebol kunci ini lebih sulit dari perkiraanku. Aha-aha-ahahaha," dia tertawa kikuk sambil mengusap tengkuk.

"Kenapa tidak lewat pintu depan saja?" tanyaku.

"Tidak seru kalau lewat jalan utama," sahut Miku, dia memberenggut.

"Katanya kau ada pekerjaan, kenapa bisa kemari?" aku bertanya lagi.

"Aku membatalkan konser yang lain dan minta digantikan. Lagipula peranku hanya sebagai bintang tamu di sana, jadi tidak terlalu menjadi masalah," Miku berujar sambil memilah kantung cokelat besar berisikan banyak kotak kado.

Aku tersenyum. Dasar Miku. Saat Miku sibuk mengais kado-kado, aku sadar ada salah di wajahnya. Oh!

Kekehan lolos dari bibirku, jariku menunjuk kumis putih di wajah sang superstar, "Miku, i-itu kumismu ... pfft, miring. Ahaha."

"Eh?!" Miku mengerjap kaget dia cepat memeriksa letak kumisnya.

Melihat wajah Miku yang panik seperti itu membuatku tertawa. Seakan sepi yang tadi merengkuh seketika lenyap. Celotehan Miku yang protes karena aku menertawakannya terdengar seperti melodi tersendiri untukku.

"Merry Christmas, Miku," kataku.

Miku berhenti bicara. Dia menatapku lekat kemudian tersenyum. Senyum manis yang sangat disukai banyak orang.

Dia memasang kumisnya kembali, mengulurkan kotak merah berpita hijau padaku, mengubah aksen bicaranya seperti santa sungguhan, "Hohoho.. Merry Christmas!"

Begitulah malam natalku. Aah, seandainya Zimi ada di sini pasti akan lebih seru. Ngomong-ngomong, aku, ah tidak, maksudku ...

Kami merindukanmu, Zimi.

.

.

.

Finish



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ReBoot - VocaloidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang