Part 4

112 15 0
                                    

  Apa? Seorang Ellen Letisca mengajakku ke book store. Apa yg salah dengannya? Bukankah menurutnya book store adalah neraka? Bukankah ia benci dengan buku? Apa ia masih sakit? Pikiranku dipenuhi pertanyaan2 beruntun.

"Kamu masih sakit?" ku pegang keningnya.

"Apaan sih! Aku serius," Ellen menepis tanganku dari keningnya.

Aku tertawa terbahak-bahak.

"Mau gak?" pertanyaan Ellen menghentikan tawaku.

Ia mendengus kesal sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkanku. Aku berlari mengimbangi langkah kaki Ellen.

***

Wow, apa yg sebenarnya terjadi? Mengapa hari ini semuanya terlihat aneh. Pertanda apa ini? Ellen serius mengajakku ke book store. Ganjil rasanya. Sudahlah, lupakan saja.

"Nih, silahkan pilih semua buku yg kamu suka," Ellen memberikan ATMnya padaku.

"Serius? Makasih, Honey" saking senangnya ku peluk erat tubuh mungilnya. Jelas itu membuatnya kesulitan menghirup oksigen.

"Maaf" kataku.

"Aku tunggu jam 1 di McDonald," kata Ellen sebelum pergi membiarkanku memilih buku yg kusukai.

***

Jam menunjukkan pukul 1 p.m. Aku harus menemui Ellen.

Reza? Ya, Reza duduk di kursi yg berhadapan dengan Ellen. Mereka saling kenal? Sejak kapan?

Segera ku hampiri mereka. "Reza? Kenapa ada disini?" tanyaku heran.

"Kan temenin pacar baruku. Iya, kan, Honey?" Reza tersenyum nakal merangkul pundak Ellen.

Ellen tersenyum menundukkan kepala tersipu malu.

"Jadi kalian...?" kataku menerka

Ellen dan Reza saling pandang dan tersenyum menatapku. Sangat jelas jawaban dari pertanyaanku.

"Pantes kamu baik sama aku hari ini" ku ambil fried potato yg ada di hadapan Reza dan memakannya.

Reza menatapku kesal.

"Aku cuma pengen berbagi kebahagiaan sama orang lain, kok" Ellen tersenyum memandangku.

Sedangkan Reza, masih menatapku kesal. Mungkin karena aku memakan fried potatonya tanpa izin tapi, ya, sudahlah. Aku kan lapar.

"Peace, Za" kataku menyerahkan sisa fried potato kepada Reza. Reza mendengus kesal sebelum akhirnya memakan sisa fried potato yg ada dihadapannya.

Aku dan Ellen tertawa dibuatnya. Langit semakin berwarna jingga. Petang tiba. Saatnya kembali ke rumahku. Tapi, kenapa langkah kakiku berjalan tidak menuju kerumahku melainkan menuju, ya, taman.

Ku putuskan untuk mengunjungi taman sebentar. Mungkin dia berada disini.

Tak tahu mengapa, akhir-akhir ini terkaanku selalu tepat. Ya, Morgan berada disini. Duduk ditepi danau memetik satu per satu senar gitar tersebut. Menimbulkan bunyi yg selaras dengan suara merdunya.

Ku hampiri ia. Dan duduk disampingnya. Ia menoleh sesaat namun tetap bernyanyi sambil bermain gitar.

And baby everything that I have is yours
You will never go cold or hungry
I'll be there when you're insecure
Let you know that you're always lovely
Girl, cause you're the only
thing that I got right now

One day when the sky is falling
I'll be standing right next to you
Right next to you
Nothing will ever come between us
I'll be standing right next to you
Right next to you

Morgan mengakhiri lagunya. Padahal lagu tersebut masih memiliki kelanjutannya.

Morgan menoleh dan tersenyum manis padaku. Senyumannya membuatku melting. Ia menarik tanganku, menuntunku menaiki sampan yg ada di tepi danau. Morgan mendayung sampan tersebut sampai di tengah danau. Ia berhenti mendayung. Morgan menatap tenangnya air danau. Suasana hening.

"Maaf ya" Morgan memecah keheningan.
"Maaf untuk apa?" tanyaku heran.

"Bukankah aku menyakitimu?" Morgan bertanya halus.

Aku sama sekali tak memahaminya.  


Last 5 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang